Rendra pulang ke rumahnya. Dilihatnya mobil inova orang tuanya parkir di halaman rumahnya."Ada apa?" Batin Rendra."Datang juga yang ditunggu" Ucap bu Linda sumringah menyambut kedatangan Rendra."Ada apa kok pada kumpul di rumah Rendra?" Rendra bingung."Duduk dulu Rendra!" Suruh papahnya."Iya, ada apa?" Rendra penasaran."Wati hamil Rendra. Selamat ya, anak papah jadi ayah.""Apa?" Rendra terkejut. Dia langsung menatap tajam Wati. Wati tersenyum penuh kemenangan."Awas ya Rendra, kamu harus jaga baik-baik istrimu! Mamah ngga mau cucu mamah kenapa-kenapa." Ancam bu Linda."Iya Mah." Jawab Rendra singkat menutupi ketidak senangannya."Satu lagi, Wati ngga boleh kamu bikin capek ya!" Perintah bu
Kehamilan Wati sudah memasuki hari-hari melahirkan. Rendra disuruh mamahnya mengambil cuti agar bisa menemani Wati melahirkan."Mas, perutku mules." Wati membangunkan Rendra yang sedang tertidur."Mules kenapa?" Tanya Rendra masih mengantuk."Ngga tau.""Kita bercinta saja ya biar mulesnya hilang!""Mas Rendra apa-apaan sih. Yang ada semakin mules Mas.""Kata temen-teman mas, kalau sudah mau lahiran harus sering diperkosa, hahahahaha..." Goda Rendra."Mas ini menyebalkan. Lihat nih perutku sudah besar banget mas!""Mas serius Wati. Teman-teman mas yang ngomong gitu. Istri-istrinya diperkosa pas mau dekat lahiran biar cepet katanya prosesnya.""Ngga mau ah mas, yang ada tambah mules.""Yang namany
Rendra belum juga selesai cuti. Sudah sebulan dia ada di rumah. Wati jadi bingung."Mas, cutimu berapa lama?" Tanya Wati."Selamanya." Jawab Rendra cuek."Maksud mas bagaimana?" Wati terkejut."Iya, selamanya. Aku sudah tidak bekerja lagi Wati.""A... Apa mas?" Wati terhenyak. "Kenapa kamu tidak cerita Mas? Kamu berhenti atau diberhentikan Mas? Lalu bagaimana dengan hutangmu di Bank? Lalu bagaimana dengan bayar rumah ini Mas? Apa orang tuamu tau? Apa..." Wati membrondong Rendra dengan pertanyaan, belum selesai dia bicara Rendra memotongnya."Cukup Wati!!!" Potong Rendra."Jawab Mas!""Aku diberhentikan dari perusahaan.""Kenapa? Kinerjamu tidak baik?""Akhir-akhir ini aku terlalu lelah karena ser
Rendra menggigil di balik selimut. Wati memeriksa suhu badan Rendra dengan termometer."Kamu demam mas." Ucap Wati saat melihat hasil termometer digital tertera angka empat puluh derajat. "Kita ke Rumah Sakit ya mas! Aku telpon taxi dulu.""Tidak perlu. Ambilkan hapeku!!!""Tapi mas, panasmu tinggi. Ini hapemu. Sebentar aku buat kompres." Wati meninggalkan Rendra. Kemudian Wati kembali dengan baskom berisi handuk kecil dan air hangat. Diperasnya handuk yang penuh air, di letakkannya di kening Rendra."Kamu kerja saja Wati! Nanti Anton temanku ke sini.""Aku ngga mungkin ninggalin kamu dalam keadaan demam begini mas." Wati khawatir dengan keadaan Rendra."Sudah, kamu ngga usah khawatir! Anton nanti bawakan obat.""Anton kan bukan dokter mas, kenapa mas menghubungi dia?" Wati bingung
Usia Aditya sekarang sudah satu tahun. Tapi Rendra belum juga mendapat pekerjaan. Dia masih ikut pak Sigit di pemancingan kolam. Namun, Wati tidak pernah menikmati uang hasil pekerjaan suaminya di pemancingan. Dia bahkan tidak tahu, berapa pak Sigit memberikan uang tiap bulannya kepada suaminya. Uang pesangon Rendra pun sudah menipis untuk keperluan sehari-hari dan cicilan rumah."Mas, kenapa kamu tidak pernah menyerahkan uang hasil kamu kerja di pemancingan?""Uang pesangonku kan masih ada Wati." Jawab Rendra cuek."Sudah mulai menipis mas. Kamu kan tau tiap bulan harus nyicil rumah, trus belanja untuk kita makan, belum lagi keperluan Adit.""Ya sudah, bulan depan aku cicil rumah.""Untuk keperluan lainnya?""Habiskan saja dulu uang pesangonku! Nanti kalau sudah habis baru aku kasih kamu uang."&nb
Lima bulan berlalu, Rendra memang menjadi suami yang penurut. Dia berusaha menuruti apa yang Wati inginkan. Tapi dia belum bisa lepas dari shabu. Karena memang sangat sulit lepas dari ketergantungan barang haram itu. Perlu waktu lama. Wati juga tidak tega melihat Rendra saat sakaw. Rendra begitu tersiksa."Aku harap kamu bisa mengerti Wati. Tidak mudah untuk lepas begitu saja." Keluh Rendra."Aku mengerti mas, aku mengerti." Jawab Wati. "Setidaknya aku bisa mengontrol pengeluaranmu karena kartu ATMmu di tanganku.""Iya sayang.""Besok kita pergi ke dealer ya mas, buat beli motor.""Untuk siapa?" Tanya Rendra."Ya untuk mas lah. Mau sampai kapan mas pulang naik angkutan umum?""Uang dari mana Wati?""Ya uang gaji mas sendiri."
Rendra terbangun. Hari sudah mulai siang. Dia ingat tadi malam membaca pesan dari Wati."Kenapa Wati belum pulang juga?" Gumam Rendra. "Sakit sekali kepalaku." Keluhnya. Rendra mengingat kejadian kemarin.Rendra mendapat pesan dari Anton sore itu, Anton menyuruhnya datang ke rumahnya sebelum kembali ke rumah. Pukul sembilan malam Rendra sampai di rumah Anton. Dua temannya yang lain sudah berada di sana. Edo dan Dimas. Di atas meja ruang tamu ada sepuluh botol bir, 4 buah bong dan lima paket shabu."Akhirnya datang juga yang ditunggu-tunggu." Ucap Anton."Siapa nih yang traktir?" Tanya Rendra."Dimas menang banyak, ayo buruan kita habiskan!" Jawab Edo. Anton menyalakan musik. Seisi ruangan hingar bingar suara musik."Rendra, kamu lama kan ngga pernah ikutan kita pesta?" Tanya Dimas.
Bang Rahman dan bu Lastri membawa Wati ke Rumah Sakit. Wati harus menerima perawatan akibat perlakuan Rendra. Wati sempat tak sadarkan diri. Adit tak henti-henti menangis melihat Wati. Ibu mencoba menenangkan Adit tapi percuma. Adit tidak mau jauh dari Wati. "Adit sayang, mamah baik-baik saja. Adit sudah ya jangan menangis!" Pinta ibu yang juga tak kuasa menahan tangis melihat keadaan anaknya. "Kenapa papah jahat nek?" Tanya Adit. Mendengar pertanyaan itu, ada rasa khawatir di hati bu Lastri. Takut Adit trauma. "Mamah salah apa nek?" "Papahmu mungkin sedang sakit. Mamah ngga salah apa-apa sayang." Jawab bang Rahman karena ibu tak sanggup bicara. "Man, ibu keluar sebentar ya. Ibu ngga kuat liat Wati. Jaga Wati dan Adit!" Ibu keluar ruangan, berusaha menata hatinya.