Yuna tiba-tiba berhenti ketika dia meraba belakang kepala Edgar. Di antara kedua jarinya Yuna merasakan ada sesuatu yang memancarkan cahaya terang. Jika bukan karena pantulan dari lampu, Yuna tidak akan menyadarinya kecuali dia benar-benar memperhatikannya.“Apa itu?!” ujar Bella terkejut saat dia melihat Yuna meraba sesuatu dari belakang kepala ayahnya.Hampir di saat yang bersamaan, sekujur tubuh Edgar menegak dan matanya terbelalak, lalu dari mulutnya keluar suara gumam yang tidak begitu jelas, dan kemudian dia pun tersungkur. Tubuhnya seperti kehilangan tenaga,dan mungkin dia sudah terjatuh apabila Bella tidak segera memapahnya.“Papa … Papa ….”Bella terus memanggil, tapi Edgar tidak memberikan reaksi apa pun. Matanya menutup dan kepalanya tertunduk. Sekeras apa pun Bella memanggil, Edgar seperti tidak dapat mendengarnya.“Kak Yuna, papaku kenapa?”Brandon yang melihat Yuna sedang mengambil jarum panjang berkata, “Itu jarum yang biasa dipakai untuk akupunktur, ‘kan?”“Ya,” jawab Y
“Terus jarum itu ….”“Jarum akupunktur itu aku tusuk ke titik yang ada di bagian belakang kepala papamu. Kalau dugaanku benar, Rainie juga memakai akupunktur yang ditambahkan efek virus untuk mengendalikan papamu. Teknik yang Rainie pakai itu ada tercatat di kitab-kitab kuno, tapi di zaman itu cuma memakai jarum saja. Papa kamu sekilas kelihatan masih punya kesadarannya sendiri dan nggak berbeda jauh dengan orang normal. Gejala ini nggak ada catatannya dalam kitab kuno, jadi kupikir mungkin ini efek karena ditambahkan obat.”“Jadi … papaku masih bisa kembali normal kayak dulu?” tanya Bella.Itulah yang menjadi kekhawatiran Bella yang utama. Dia tidak peduli baik itu akupunktur ataupun obat-obatan, selama ayahnya bisa kembali menjadi sosok ayah yang mencintainya seperti dulu, yang mau menemaninya, apa pun tidak masalah.“Kalau itu … aku juga nggak bisa memastikan.”Yuna ingin memberi kepastian kepada Bella bahwa dia bisa, tapi dia tidak bisa menjamin karena bagaimanapun, situasi yang me
“Nggak. Aku cuma berpikir sewaktu kamu bilang Rainie sudah mati, akan repot mencari sumbernya. Tapi kalau misalkan ternyata Rainie belum mati, apakah tugas kamu akan jadi lebih mudah?”“Rainie belum mati?”“Aku cuma berandai saja …. Kematiannya yang mendadak itu menurutku terlalu aneh, seakan-akan dia memang sengaja memberi kesan kalau dia sudah nggak ada lagi.”“Iya, aku juga berpikir begitu! Aku sempat beberapa kali berinteraksi sama dia. Dia itu tipe orang yang dingin dan nggak berperasaan. Dia punya prestasi akademik yang bagus di luar negeri dan memenangkan banyak penghargaan. Jumlah eksperimen yang pernah dia kerjakan juga nggak kalah banyak dariku, rasanya aneh saja kalau dia tiba-tiba mati dalam kecelakaan separah itu. Kalaupun benar itu kecelakaan, aku rasa setidaknya dia masih bisa melarikan diri.”Yuna mendapat kabar dari pihak kepolisian bahwa jasad Rainie dibawa keluar oleh tandu dengan kondisi tubuh yang sudah terbakar sepenuhnya. Namun hal itu justru mengundang kecurigaa
Namun demikian, Yuna tidak melihat adanya tanda-tanda kebahagiaan yang terlihat dari raut wajah Brandon, bahkan dia malah terlihat serius.“Kira-kira setengah bulan yang lalu aku dapat kabarnya, tapi waktu itu kamu masih sibuk banget, jadi aku nggak kasih tahu kamu. Sekarang dia sudah aman.”“Baguslah kalau begitu, syukurlah!” seru Yuna. Dia pun teringat dengan sesuatu dan langsung mengeluarkan ponselnya.“Kamu mau ngapain?” tanya Brandon.“Aku mau kasih tahu kabar baik ini ke Stella! Oh ya, waktu kamu dapat kabar tentang Frans, apa orang itu juga kasih tahu Stella?”“Nggak perlu, Stella sudah tahu,” ujar Brandon seraya menahan tangan Yuna mencegah dia untuk menghubungi Stella. Di saat itu Yuna baru menyadari ada yang aneh dengan tingkah laku Brandon. Bukannya senang atau tidak sabar untuk bertemu, kenapa dia malah terlihat tidak senang? Mengapa?“Hmmm, apa terjadi sesuatu sama dia?” tanya Yuna. Seketika pertanyaan itu terucap dari mulutnya, Yuna sudah memikirkan berbagai macam skenari
Perjalanan tidak begitu jauh, dan tak lama mereka pun tiba di bawah apartemen tempat Stella tinggal. Ini bukan pertama kali Yuna datang kemari, tapi begitu turun dari mobil, dia bertanya kepada Brandon, “Apa perlu kita telepon Stella dulu kasih tahu kalau kita sudah sampai?”“Kalau kamu telepon dia sekarang, mungkin kita nggak akan bisa ketemu mereka.”“Kenapa?!”“Aku juga nggak tahu alasannya, karena itu kita harus tanyakan langsung!”Mereka berdua pun turun dari mobil tanpa ditemani oleh pengawal. Mereka langsung naik dan langsung menuju pintu kamar unitnya Stella. Yuna masih tidak mengerti apa maksud dari perkataan Brandon tadi. Selain itu, belakangan ini Stella juga sudah jarang sekali menghubungi Yuna. Bahkan ada dua kali Stella menghubungi Yuna hanya dengan e-mail, yang mana itu tidak pernah dia lakukan sebelumnya.Saat mereka menekan bel, terdengar ada suara dari dalam yang menandakan ada orang di dalam, tapi pintu tak kunjung dibukakan. Setelah Yuna menekan bel lagi sebanyak d
Yuna mengikuti Stella masuk ke dalam dan mengisyaratkan Brandon untuk ikut masuk juga. Setelah mereka berada di dalam dan memperhatikan apa yang ada di sekeliling, mereka mendapat sebuah kamar yang berantakan, yang sama sekali bertolak belakang dengan gayanya Stella. Stella adalah tipe orang yang menyukai kebersihan dan kerapian. Biasanya dia akan selalu membereskan rumah sampai bersih, tapi sekarang yang mereka lihat jauh berbeda. Karpet di lantai miring dan tidak beraturan, sampah menumpuk, gelas-gelas di meja tidak dicuci, dan terlihat ada bekas orang yang belum lama baru tiduran di sofa, dengan bantal yang dilempar ke sana kemari. Namun anehnya, di sana hanya ada Stella sendiri. Mereka tidak melihat Frans.Awalnya Yuna datang kemari sekalian untuk menanyakan bagaimana kabar Frans, tapi Yuna langsung berubah pikiran ketika melihat sikap Stella yang begitu aneh.“Stella, kamu sudah jarang menghubungi aku dan kerjaan di studio juga lagi nggak begitu sibuk. Sebenarnya apa yang terjadi?
“Stella, tolong jangan terlalu dibawa perasaan dulu. Coba kamu ceritakan dulu apa yang kamu tahu sejelas mungkin. Apa yang sebenarnya terjadi,dan kenapa kamu menganggap kalau Brandon yang menjadikan Frans sebagai tameng? Siapa yang bilang begitu? Apa kamu lupa kejadian tentang cincin yang waktu itu? Bisa saja ada orang yang berniat jahat dengan sengaja membuat kita saling bermusuhan.”Ya, pasti begitu! Jika tidak, mana mungkin sifat Stella berubah begitu drastis? Tak heran waktu itu dia bertanya siapa yang akan Yuna pilih, antara dia atau Brandon. Ternyata dia menganggap Brandon sebagai pembunuhnya Frans selama ini.“Nggak, ini berbeda dengan yang terakhir kali!” bantah Stella.“Berbeda apanya? Mungkin saja apa yang kamu tahu itu cuma kebohongan. Semua omong kosong, kamu ….”“Apa Frans yang kasih tahu semua itu ke kamu?”Spontan Yuna menoleh ke arah asal suara yang menyela ucapannya. Yang mengatakan itu, tidak lain adalah Brandon sendiri?”Sama seperti Yuna, Stella juga cukup kaget men
“Sejak kapan dan gimana caranya kamu bisa pulang ke sini? Kenapa kamu memblokir nomorku, padahal kamu tahu aku mencarimu. Apa yang terjadi selama kamu menghilang?”“Kita berdua sama-sama tahu apa yang terjadi padaku. Untuk apa aku harus menceritakannya lagi.”“Aku nggak tahu!” sahut Brandon dengan aura mengintimidasi yang tak kalah kuat dengan Frans. “Karena itu, tolong kasih tahu aku, apa yang terjadi sama kamu di hari itu? Hari itu kita terlibat baku tembak sebelum naik ke pesawat. Waktu itu kamu menyuruhku untuk pergi duluan dan menahan tembakan untukku. Aku nggak akan pernah melupakan perbuatanmu itu. Begitu aku kembali, aku langsung meminta anak buahku yang lain untuk cari kamu, tapi aku nggak menemukan apa pun. Jadi apa saja yang terjadi setelah itu, dan gimana caranya kamu bisa pulang ke sini?”Brandon berbicara dengan sangat jelas, tanpa ada rasa bersalah sedikit pun, melainkan lebih seperti sedang mengingat kembali apa yang terjadi pada saat itu. Stella terus memperhatikan mim