Share

Chapter 4 - Tidur Di Ranjang Yang Sama (18+)

"Pergi!" Teriak Megan histeris.

"Megan, kamu kenapa, Sayang?" Tanya Maria panik.

Dia ketakutan melihat perubahan sikap Megan. Tubuh wanita muda itu bergetar ketakutan. Dia menarik kasar rambutnya lalu menutupi wajah dan telinganya.

"Ada apa, Ma?"

Riley setengah berlari menghampiri Mamanya setelah mendengar teriakan dari dalam kamar. Allen menyusul di belakangnya.

"Rey, lakukan sesuatu. Megan melukai dirinya sendiri," ujar Maria.

"Allen, bawa Mama keluar." Perintah Riley cepat.

"Ayo Tante, kita tunggu disini dulu ya. Biar Riley yang menanganinya," ajak Allen, segera membawa kursi roda Maria keluar ruangan.

"Megan," panggil Riley, mencoba mengambil alih kesadaran Megan.

"Aku mau pulang, aku mau pergi dari sini," rengek Megan. Ia meraih lengan Riley, mencari pegangan disana.

"Aku mau pulang, lepaskan aku."

"Tidak," balas Riley tegas. "Kamu tidak akan pergi kemanapun."

Megan mengangkat wajahnya, menatap pemilik suara bernada berat dan dingin itu.

"Kenapa? Aku berjanji, aku tidak akan menuntut apapun pada kalian."

"Aku cuma ingin keluar dari tempat ini," pintanya memelas.

"Tidak, Megan. Ini rumahmu, kemana kamu akan pergi?"

Megan melepas tangannya lalu menatap pria itu nanar.

"Ini bukan rumahku," bantahnya sengit.

"Kamu istriku, secara otomatis ini menjadi rumahmu," jelas Riley.

Megan menggeleng cepat. "Tidak! Aku tidak mengenalmu," sentaknya marah.

Riley mencengkram rahang Megan kuat.

"A-apa yang mau kamu lakukan?" Sentak Megan waspada. Ia takut melihat ekspresi gelap di wajah Riley.

Riley mengetatkan cengkramannya. "Melakukan apapun yang seharusnya dilakukan seorang suami," balasnya sengit.

Dia menarik tengkuk Megan dengan tangan lainnya, mengikis jarak diantara mereka. Mendaratkan kecupan di bibir yang bergetar.

Tidak ada yang menutup mata, keduanya saling berperang dengan ego masing-masing. Riley memperdalam ciumannya. Membuat bibir lainnya mengeram, menahan amarah.

"Sialan!" Umpat Megan, melepas tautan diantara mereka. Ia berusaha keras mendorong tubuh pria yang masih memegangi tangannya dengan erat.

"Hmm, cobalah untuk mengubah kebiasaan mu. Aku tidak suka mendengar umpatan, apalagi dari bibir istriku."

Riley menyapu permukaan bibir yang merah dan bengkak akibat perbuatannya. "Gunakan bibir ini untuk sesuatu yang lebih berguna," godanya sambil tersenyum.

"Apa? Kamu gila!"

Megan mengangkat kepalan tangannya ke udara dan mendaratkannya ke tubuh kekar yang tak bergeming meski Megan telah mengerahkan seluruh kekuatannya.

"Berhenti melakukan hal bodoh, kamu hanya menyakiti dirimu sendiri," cela Riley.

"Brengsek!"

Riley menangkap kedua tangan Megan, menahannya agar tak bergerak. "Megan, secara negara kamu adalah istriku. Jadi mulai sekarang, bersikaplah selayaknya seorang istri."

"Berhentilah menyebut kata istri, aku muak mendengarnya," sergah Megan marah. Ia menatap Riley tajam, menantangnya.

Riley tersenyum. "Sepertinya aku lebih suka versi kucing liar daripada wanita gila," sindirnya.

Megan menarik lepas tangannya. Dia merasa alarm tanda bahaya berdering nyaring begitu melihat perubahan ekspresi di wajah Riley.

"Aku mau pulang," cicit Megan takut.

"Aku sudah bilang, ini rumahmu." Riley menghapus jejak airmata di pipi Megan lalu mengusapnya lembut. "Sudah cukup, jangan berdebat lagi."

"Tapi-"

"Tidurlah," potong Riley sebelum Megan sempat melanjutkan protesnya. "Besok pagi kita harus ke rumah sakit. Kamu ada jadwal terapi."

"Kamu mau ngapain?" Tanya Megan cepat begitu melihat pria itu membuka kancing kemejanya satu per satu.

"Tidur," goda Riley. Ia menarik senyum miring untuk menambah kesan serius akan ucapannya. "Aku akan tidur disini, bersama istriku "

"Jangan gila! Keluar!"

Megan menarik bantal, merapatkan ke tubuhnya.

"Kenapa kamu harus shock seperti itu? Selama seminggu kamu koma, aku selalu tidur disini, bersamamu."

'Apa?!'

"I-itu sebelum aku sadar. Mulai sekarang menjauh dari ku."

Riley terkekeh pelan. "Tenang Meg, aku tidak akan menyentuhmu."

"Aku tidur disini, jaga-jaga kalau kamu butuh sesuatu." Dia berusaha keras menahan tawa di ujung bibirnya.

"Awas aja kalau kamu mendekat dan menyentuhku lagi," ancam Megan. Matanya membulat, memastikan Riley tahu bahwa ancamannya serius.

Riley mengeluarkan bantal dan selimut dari dalam lemari, membaringkan tubuhnya di sofa. Matanya tak lepas dari sosok yang menggeliat resah di dalam selimut. Megan menarik selimutnya hingga menutupi seluruh tubuh.

'Sial! Dia terlalu imut,' desah Riley gemas dalam hati.

***

"Nesa, berhentilah menangis. Kamu membuat ruangan ini banjir tisu," keluh Stephanie. Ia bergidik jijik melihat tumpukan tisu bekas pakai yang menggunung di atas sofa.

"Aku bingung, tidak tahu harus kemana lagi mencari Megan. Aku sudah mencari ke seluruh tempat yang pernah didatanginya, bahkan aku ke kantor polisi dan rumah sakit."

"Mengapa kamu harus mencarinya?"

Nesa melotot kesal. "Tentu saja aku harus mencarinya, Megan penulis utama di agensi ini."

Stephanie memutar bola matanya jengah. "Kamu 'kan tahu, bos kita memang suka menghilang tiba-tiba. Bisa saja sekarang Megan sedang bersenang-senang di suatu tempat."

"Benar 'kan, bos?" Seru Stephanie. Meminta dukungan Zian yang sedari tadi sibuk di balik layar laptopnya.

Zian melirik sekilas lalu mengabaikan keduanya, kembali berkutat dengan pekerjaan.

"Tidak ada yang normal di kantor ini," gerutu Stephanie.

"Stephi, berikan aku file data investor untuk film bulan ini." Perintah Zian.

"Sebentar, aku akan mengirimkannya untukmu melalui email."

Stephanie bangkit dari posisinya untuk membuka laptop dan mengirimkan file yang diminta oleh Zian.

"Yang paling atas adalah investor terbesar. Kemarin mereka mengirim email pemberitahuan, meminta kita melaporkan perkembangan di lokasi syuting."

Zian memijat tekuknya yang tegang. Setelah Megan tiba-tiba menghilang, masalah datang secara bertubi-tubi. Mulai dari Derek—sang sutradara yang bertingkah, bajingan itu merengek seperti bayi, meminta produser menganti Megan dengan alasan tidak profesional. Dan sekarang, rumah produksi ini harus menghadapi gugatan dari beberapa investor yang merasa dirugikan atas keterlambatan proses produksi.

'Sialan Megan! Kemana kamu?' umpat Zian dalam hati.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status