Hai readers >3 Sehat selalu ya! Semoga rejekinya selalu dimudahkan :) Terima kasih sudah mau mampir :) Happy reading love >3
“Putri benci sama Papa, aku bakalan aduin semuanya ke Mama!”“Dasar anak nggak tau di didik! Kamu anak kecil nggak usah ikutan ngatur masalah orang tua!” Alex masih tetap saja kekeh dengan pendiriannya meskipun anak yang ada di hadapannya itu sudah berlinang air mata.Mata gadis itu melirik tajam ke arah Zahra si perempuan penggoda yang merebut ayahnya, “Kamu! Kamu buta ya nggak bisa lihat Papa aku udah punya istri?”Zahra memandang Putri sinis dengan tangan yang masih mengelus-elus pipi, sekejap pandangannya beralih menatap Alex dengan tatapan sedih.“Putri cukup! Kamu nggak pantes ngomong seperti itu!” Alex meradang.“Emang kenapa Pa, kalau Putri nggak pantes ngomong kayak gini? Terus menurut Papa apa yang Papa lakuin ini udah bener?” tanyanya dengan mata yang sudah berair.“Kamu anak kecil tau apa? Nggak usah kamu sok-sokan mau ngurusin hidup Papa!”Putri menatap Alex dalam, “Pantesan Papa ngelakuin ini, karena emang dasarnya Papa nggak pernah peduli dengan keluarga kita kan? Terle
“Mama jujur ke Putri sekarang! Jangan bilang kalau Mama udah tau semuanya?” Aleana terdiam, tubuhnya kembali mematung dengan tatapan kosong. “Ma, jawab Ma! Mama selama ini bohongin Putri kan?” Tangan Putri mengguncang tubuh Aleana. “Maafin Mama Nak, maafin Mama.” Akhirnya ia mengeluarkan sepatah kata. Putri sontak langsung memeluk erat tubuh Aleana yang sudah tak berdaya itu. Tangis mereka pun pecah. “Mama kenapa nggak pernah cerita ke Putri? Mama kenapa harus bohongin aku?” “Mama sayang sama kamu Nak, Mama takut kamu sedih.” “Tapi Ma, kalau hanya Mama yang ngerasain sedih itu nggak adil buat Putri. Sekarang Putri paham, kenapa Mama selama ini sering nangis pasti karena Papa kan?” Aleana balik mendekap tubuh Putri dengan erat, ia mencium kepala anaknya dengan berlinang air mata. “Mama nggak papa, asal Mama bisa lihat anak Mama bahagia itu sudah lebih dari cukup,” tegasnya. “Nggak! Ini nggak adil untuk Mama, bukan hanya aku yang pantas bahagia Ma tapi Mama juga!” b
Alex melemparkan tatapan tajam ke arah Aleana. Alex mendengus, “Heh, bagus. Kamu memang nggak pantes jadi istri aku! Mulai sekarang angkat kaki dari rumah ini dan ingat! Jangan pernah berani membawa secuil pun harta benda dari rumah ini karena semuanya yang ada di sini adalah hasil dari kerja kerasku!” Tangan Aleana lantas menyeka air matanya, tatapan wanita itu berubah penuh dengan rasa dendam, “Aku nggak akan pernah ngarepin seperser pun dari kamu Mas!” “Cuihh! Sombong kamu! Anak yatim piatu gelandangan kayak kamu bisa apa? Paling-paling hidupmu jadi pengemis di jalanan, ingat ya Lea! Kalau bukan karena aku kamu nggak akan pernah ngerasain yang namanya hidup enak,” pungkasnya sombong. Aleana tak menggubris sedikit pun hinaan Alex, wanita itu langsung berbalik badan menuju kamar untuk mengemasi semua pakaiannya. “Putri sayang, kamu tinggal di sini sama Oma ya!” bujuk wanita tua itu. “Kamu boleh pilih, mau tinggal di sini atau mau jadi gelandangan seperti Mama kamu?”
“Maksud bapak? Apa bapak akan menjual perusahaan ini kepada orang lain?” “Tentu saja tidak, sejak awal saya juga sudah mengatakan bahwa posisi saya di sini hanya sebagai pemimpin sementara karena ada yang lebih berhak dari pada saya. Kebingungan-kebingungan kalian akan segera terjawab besok, pada intinya saya sudah menyampaikan hal ini kepada kalian sebelum kalian semua menyambut era baru kepemimpinan. Saya kira hanya itu saja, kalian bisa beraktivitas kembali sesuai tugasnya masing-masing, terima kasih.” Semuanya pun bubar dengan membawa rasa penasaran. Sementara itu, Alex yang baru saja selamat dari kemalangan kehilangan pekerjaan, langsung menghampiri David hendak ingin memuaskan rasa penasarannya kepada sesosok yang baru saja menyelamatkan dirinya. “Pak David! Maaf, apa saya bisa bertemu dengan seseorang yang bapak ceritakan ke saya?” Wajah David langsung berubah menjadi sangat tertarik dengan permintaan Alex. “Ada urusan apa kamu?” tanyanya ketus. “Maaf pak, saya
*** “HAHHHHHH! SIALAN!” pekiknya, ia menghamburkan seluruh benda yang ada di kamarnya. “Alexxx!” teriak Kanjeng, yang melihat anaknya membabi buta. “Kurang ajar kamu Lea! Kamu pasti sengaja mempermalukan saya!” ucapnya dengan napas yang menggebu. “Alex kamu kenapa?” Kanjeng kebingungan. “Wanita itu Ma, wanita itu sudah menghina Alex!” “Siapa maksud kamu? Tenang dulu!” “Lea Ma, Lea ternyata pemilik perusahaan tempat aku kerja.” “APA?” Kanjeng shock. “Iya, Ma dia … dia ternyata anak tunggal dari pemilik perusahaan itu.” “Kamu bohong kan? Nggak mungkin lah, secara dia kan sebatang kara yang asal-usulnya aja nggak jelas. Kenapa tiba-tiba dia jadi pemilik perusahaan itu?” ucapnya semakin kebingungan. “Ini bener Ma, Alex juga bingung awalnya. Dia pasti mau balas dendam sama aku!” ucapnya ketakutan. “Aku nggak bakalan biarin semua ini terjadi! Nggak … nggak bakalan! Alex mulai gelisah. “Tenang Alex, tenang! Aleana nggak mungkin mau balas dendam, kamu tau kan dia seperti apa? Pasti
“Gini sayang, yang kamu lihat tadi itu semuanya palsu! Aku nggak bener-bener mau rujuk dengan dia,” bantahnya. “Tapi kamu kenapa niat banget sampai ngasi bunga segala? Terus apa tujuan kamu melakukan semua ini, pasti kamu belum bisa move on dari mantan istri kamu itu kan?” “Ust-usstt, kamu tenang dulu sayang. Aku ngelakuin semua ini karena aku pengen balas dendam ke dia atas penghinaannya ke aku dan saat dia udah masuk ke perangkapku aku bakalan jalanin rencana aku selanjutnya,” jelasnya. “Tapi tetep aja kamu deket-deket sama dia, aku nggak suka ya!” kekehnya. “Aku belum selesai cerita loh, ini semua aku lakuin itu buat kamu sayang. Kamu bayangin aja kalau aku sampai berhasil jebak dia, yang pertama aku lakuin adalah morotin hartanya dan semua yang aku dapet dari dia itu nanti semuanya buat kamu sayangku,” rayunya. “Bener buat aku?” tanyanya manja. “Iya sayang.” Alex meraih tubuh Zahra dan mendekapnya erat. Sementara itu, di sisi lain Aleana dan David sedang asyik be
*** “Zahra! Apa-apaan kamu, bukannya kemarin saya sudah pesan untuk melakukan pencatatan surat masuk dan surat ke luar!” Aleana meradang. “Ma-maaf bu, itu sudah saya lakukan dan pencatatan tersebut kemarin saya sudah cek,” jelasnya. “Terus kenapa masih ada surat masuk yang tertinggal? Dan ini tanggal pengiriman sudah dua hari yang lalu.” “Tapi saya sudah cek kemarin bu dan memang tidak ada.” Zahra berusaha membela dirinya. “Jadi maksud kamu saya yang salah?” Zahra tertunduk. “Ma-maaf bu, saya yang salah. Lain kali saya akan lebih berhati-hati,” jawabnya terpaksa. “Ingat ya, ini kesalahan fatal yang pertama kamu lakukan. Kamu bisa bayangkan kalau surat penting ini hilang atau tercecer, sudah barang pasti kalau kamu yang akan menanggung resikonya, karena hal fatal seperti ini bisa mengancam kerugian untuk perusahaan ini, paham kamu!” “Ba-baik bu. Tapi maaf sebelumnya kalau saya lancang … bukannya saya sudah mengatakan bahwa alangkah baiknya jika pekerjaan seperti ini
“Bu-bukan gitu Lea.”“Jadi? Gimana? Semua keputusan ada di tangan Mas, pikirkan ini baik-baik Mas.” Alex terdiam, ia tampak menimbang keputusan. “A-aku setuju, tapi setelah aku melakukan ini kamu percaya kan sama aku?” tanyanya kembali ragu. “Itu tergantung bagaimana sikap kamu Mas, buktikan dulu omongan kamu.” “O-oke, aku bakalan buktiin ke kamu kalau aku bener-bener serius ingin menebus semua kesalahan aku,” tegasnya. Alex berusaha meyakinkan Aleana kembali. “Bagus kalau memang begitu.” Alex kali ini akan menghadapi situasi yang sangat sulit, begitu saja ia langsung setuju dengan permintaan Aleana. “Kamu disuruh ngapain sama si nenek lampir itu Mas?” “E-enggak ada,” kilahnya. “Nggak ada tapi kok muka kamu panik gitu!” ucap Zahra curiga. “Kamu nyembunyiin sesuatu ya dari aku?” Alex mendengus, “Hah, nanti kalau aku cerita kamu marah!” keluhnya. “Ya, apa dulu Mas, belum juga cerita!” “Ja-jadi gini, besok akan diadakan pesta untuk rekan-rekan kerja di