"Udahlah, Mas. Nia, mau masuk ke dalam dulu. Asih, pasti butuh teman," Nia pun langsung saja masuk kembali ke dalam ruangan di mana Asih masih di rawat.Jika pun terus di luar saja tidak akan tenang juga, hamil tanpa suami menurutnya bukan hal main-main.Apa lagi Asih masih harus menjalani rawat inap, karena keadaan janinnya dan keadaannya yang sedang butuh penanganan khusus.Nia pun melihat Asih yang kini sudah duduk di atas ranjang, sedangkan Barra berdiri di sana dalam diam.Apa yang bisa dibuat oleh Barra selain hanyalah diam di sana. Pikir Nia."Jangan berpikir untuk bunuh diri lagi, kasihan, Ibu kamu di kampung. Dia, butuh kamu. Nanti, kita cari, Sandi untuk bertanggung jawab. Atau kalau dia nggak mau, kita penjarakan saja. Suami aku pasti bisa bantu," Nia melihat Dion yang juga kini sudah menyusul masuk, "iya, 'kan, Mas?"Nia langsung saja berbicara, padahal baru saja berdiri di dekat Asih.Dion dengan cepat melihat Barra, karena itu semua masalah Barra bukan urusannya.Kecuali
Akhirnya tidak lama berselang Nia pun kembali membuka matanya, artinya dia sudah sadar dari pingsannya.Dia pun melihat sekelilingnya dan yang lainnya, sambil memegang kepalanya dia pun mencoba untuk duduk."Kamu sudah sadar? Baguslah," Dion pun merasa lebih baik setelah Nia kembali membuka matanya.Sungguh pria itu sangat panik saat melihat wajah istrinya memucat dan tak sadarkan diri."Mas, Nia ketiduran, ya?" tanya Nia sambil memijat kepalanya yang masih terasa sedikit pusing, "tadi, Nia mimpi aneh.""Mimpi?" tanya Dion bingung."Iya, Asih hamil anak, Barra. Padahal itu sangat tidak mungkin, mereka berdua tidak pernah dekat. Mas, tahukan? Selama ini gimana, Nia berusaha untuk menjodohkan mereka berdua?"Dion yang duduk di samping Nia pun mengangguk, sedangkan Asih dan Barra hanya menyaksikan saja.Asih duduk di atas ranjang dan Barra yang berdiri tak jauh dari ranjang yang di tempati Asih."Iya, lalu?" tanya Dion."Jadi, Mana mungkin, Asih hamil anak, Barra. Kayaknya, Nia yang terl
Asih pun tak tahu harus bersikap seperti apa pada Barra, sedangkan perihal Kiara nanti dia akan minta maaf pada wanita itu.Kasihan memang, karena Kiara sangat berharap pada Barra.Tapi Asih pun tidak pernah menyangka jika hari ini akhirnya dia dan Barra memutuskan untuk bertahan dalam pernikahan ini."Kamu makan dulu, sebelum beristirahat. Agar keadaan mu lebih baik," kata Barra.Asih pun mengangguk menurut pada apa yang dikatakan oleh Barra.Perutnya memang terasa lapar, sebelumnya memang meminta Nilam untuk membeli nasi goreng saat beberapa jam lalu di kosan.Sayangnya karena terlalu berambisi untuk bertemu dengan Sandi, dia sampai mengabaikan makanan tersebut.Bagaimana tidak, sekian lama dia terus berusaha untuk menemukan pria itu. Tapi, ternyata berada di rumah sakit dan sedang di rawat.Tidak perduli pada keadaan dirinya seperti apa, tujuannya hanya mendapatkan tanggungjawab.Apa lagi dia semakin stres saat mengetahui dia sedang hamil, tentunya otaknya sangat tidak bisa tenang.
Saat pagi menjelma Asih pun terbangun dari tidurnya, terbiasa bangun di pagi-pagi sekali membuatnya begitu sulit untuk berlama-lama di ranjang.Matanya pun tertuju pada sofa, dimana ada Barra di sana.Pria itu benar-benar tidur di sana, tidak membiarkan dirinya sendirian saja."Kamu sudah bangun?"Asih pun tersentak saat melihat Barra yang sudah berdiri di sampingnya dan Barra menyadari itu.Asih menatap sofa kembali, karena barusan dia masih melihat Barra tidur nyenyak di sana.Namun, secepat kilat kini pria itu sudah berada di sampingnya, sungguh sangat aneh bukan?"Apa aku terlalu mengejutkan mu?" tanya Barra lagi sambil memegang tangan Asih.Asih yang turun dari ranjangnya, kemudian sambil memegang infus perlahan berjalan menuju kamar mandi.Namun, tiba-tiba saja Barra muncul, mungkin karena Asih terlalu berhati-hati hingga membuatnya menjadi tidak menyadari kehadiran Barra di dekatnya."Aku yang terlalu fokus pada langkah kaki ku," jawab Asih."Aku bantu saja, bagaimana?" tawar Ba
"Aku perhatikan wajah kamu sering sekali merona, ada apa? Kenapa mendadak banyak diam? Biasanya paling cerewet," ujar Barra.Apakah salah pertanyaan Barra?Tentu tidak.Sebab memang begitu adanya, Asih tampak jauh berbeda dari sebelumnya.Wajar tentunya Barra bertanya demikian bukan?Sedangkan Asih yang bingung dan bertanya-tanya, apakah benar dirinya kini mendadak lebih banyak diam dari pada bicara seperti biasanya."Kamu yang tiba-tiba jadi, cerewet," jawab Asih dengan kesal.Barra pun tersenyum mendengar ucapan Asih barusan, tapi itu memang benar adanya.Barra memang tidak menepis hal tersebut, sebenarnya bukan cerewet.Dia hanya berusaha untuk memperlakukan Asih dengan penuh kehangatan, karena dia sudah berjanji pada Bundanya; Tidak akan pernah membuat wanita kecewa, seperti Ayahnya.Barra sangat menyayangi Bundanya, sehingga janji itu akan terus dia pegang teguh."Benarkah?" tanya Barra lagi."Iya!""Sepertinya kamu sangat memperhatikan aku," celetuk Barra.Asih pun menatap wajah
"Asih sedang sakit, kalau semalam," kata Nia.Nia juga sepertinya sangat antusias dalam membuat Asih menjadi tegang, lihat saja dia turut menimpali pembicaraan yang lainnya."Mana tau, mereka, 'kan, suka yang ekstrim," sambung Dion."Ahahahhaha," lagi-lagi tawa menggelegar pun terdengar.Apa lagi yang menjadi penyebabnya jika bukan Barra dan Asih.Sungguh tak pernah terpikirkan ini sebelumnya, tapi begitulah adanya saat ini."Tapi, serius. Semalam nggak ada apa-apa?" tanya Nia.Nia merangkul pundak Asih dan bertanya dengan penuh rasa penasaran."Semalam?" tanya Asih kembali karena tidak mengerti dengan maksud Nia.Semalam dia sangat lemah dan berada di rumah sakit bukan?Lalu kenapa Nia masih saja bertanya?Aneh bukan?"Iya, namanya pengantin baru," lanjut Nia lagi sambil cekikikan.Dia menyindir Asih tentunya, semoga saja Asih mengerti dengan maksud ucapannya itu.Wajah Asih langsung saja memerah, dia benar-benar sudah tak kuasa menahan perasaan ini yang penuh dengan campur aduk.Ini
"Aku merasa ada yang bahagia saat melihat orang lain menderita, tapi padahal dia juga lebih memprihatinkan karena belum menikah," ujar Dion sambil menatap Niko.Dia tahu Niko sangat bahagia melihat dirinya menderita."Apa perlu sampai seperti itu?" tanya Niko.Dion pun mengangkatnya bahunya seakan dia tidak perduli."Dasar aneh, aku pasti akan menikah dengan seseorang yang nanti sangat spesial," Niko pun tersenyum sambil melirik Dion dan Barra."Mimpi," jawab Dion dengan ketus."Memangnya aku, Barra. Tiba-tiba sudah menikah," ejek Niko lagi."Biarkan saja, dari pada kau," sahut Barra sambil menatap Niko dengan remeh."Kenapa dengan aku?" tantang Niko."Tidak juga menikah!" jawab Barra membalas ucapan Niko."Ya, juga. Ya, kamu kapan?" kini Bunga pun melihat Niko sambil bertanya.Lihat saja, saat ini hanya Niko yang masih betah menyandang status sebagai seorang bujangan, sampai kapan?"Nanti, Tante. Untuk apa buru-buru, nikmati dulu masa-masa sendiri ini," jelas Niko."Sampai kapan?" ta
"Ya, istirahat aja dulu. Dasar pengantin, baru," ujar Nia.Sedangkan Asih hanya diam tanpa membalas ucapan Nia, meskipun dia mendengarnya dengan sangat jelas. Tapi, dia lebih memilih untuk melanjutkan langkah kakinya yang hendak menuju kamar.Dia tak mau semakin lama bersama yang lain di ruang tamu, sebab tak sanggup terus menjadi topik utama dalam pembahasan yang tak ada habisnya itu."Barra, bantuin sana istri kamu jalan ke kamar, takutnya jatuh," celetuk Nia."Tau, nih. Nggak setia banget jadi suami," Niko pun ikut menimpalinya."Kalau aku bantuin istri ku, kamu nggak tersinggung?" tanya Barra."Kenapa harus tersinggung?" tanya Niko kembali."Secara kamu jangankan punya istri, punya pacar saja tidak," jawab Barra."Wah, kampret, memang!" kesal Niko.Sulit sekali untuk membuat dirinya menjadi pemenang di keadaan yang memang membuatnya hanya bisa sendirian.Tapi, bagaimana pun perasaan memang tak dapat untuk di paksakan, Niko terlalu banyak menyaksikan antara orang tuanya yang yang t