"Ranti?" Niko pun kembali memanggil Ranti, sebab hanya diam saja.Mungkin wanita itu masih larut dalam pikirannya yang benar-benar sangat tidak nyaman karena apa yang dilakukan oleh Niko.Sebenarnya bukan mungkin, tapi memang benar sekali."Kamu baik-baik saja?" "Iya," jawab Ranti.Kali ini dia pun mengeluarkan suaranya, karena Niko tampaknya tak puas dengan jawabannya yang hanya anggukan kepala saja.Sehingga menjawab dengan suara tentunya jauh lebih baik."Baiklah, ayo kita lanjutkan lagi," Niko pun tersenyum pada Ranti.Tapi Ranti yang benar-benar shock karena ulah Niko."Lanjut-kan?" tanya Ranti dengan suara yang terbata-bata.Karena dia tak terlalu mengerti apa yang dimaksud oleh Niko saat ini.Tapi sempat terlintas di benaknya itu tentang apa yang barusan terjadi.Hanya saja dia juga ragu sehingga bertanya adalah solusi untuk mengobati rasa penasarannya."Iya, aku ini sudah perjaka tua. Dan, ingin mengakhirinya," ujar Niko yang tak ingin membuat Ranti tegang.Niko memang sediki
Ponsel Niko terus saja berdering, tapi pria itu masih terlelap di bawah selimut yang sama dengan istrinya.Waktu sudah siang tapi keduanya masih begitu lelap.Bahkan tak ada yang terusik sama sekali karena deringan yang cukup keras dari ponsel Niko.Wajar saja, karena keduanya kelelahan setelah memeras keringat dalam memadu kasih.Hingga satu jam kemudian Ranti pun terbangun, dia melihat jendela yang masih tertutup tirai sudah di tembus cahaya yang sangat terang.Ranti menyimpulkan bahwa hari sudah siang.Dengan rasa penasaran dia pun melihat jam dinding.Ternyata sudah pukul 12:30 wib.Sungguh sangat mencengangkan sekali bukan?Dia bangun di saat hari sudah siang, jadi wajar saja perutnya sudah keroncongan dan minta untuk di isi.Mungkin juga selain karena sinar matahari pagi dia juga merasa terganggu dengan perutnya yang kelaparan itu.Kemudian dia pun melihat Niko yang masih terlelap di sampingnya.Dia bisa mengingat dengan jelas saat mereka saling berbagi kehangatan, rasanya kini
"Kamu kenapa?" tanya Niko saat melihat wajah Ranti yang sangat pucat.Kini Ranti duduk di ranjang sambil memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing itu."Lapar banget," Ranti memegangi perutnya terus-menerus dia benar-benar merasa tak baik-baik saja. Kelelahan bercampur kelaparan hingga membuatnya menjadi demikian.Seharusnya tak perlu lagi Niko bertanya setelah melihat wajah Ranti yang sepertinya cukup pucat itu.Karena penyebabnya adalah Niko sendiri."Kita makan dulu," Niko pun melihat jam dinding.Wajar saja Ranti kelaparan karena ini sudah lewat waktu siang.Sebab saat mandi pun cukup memakan waktu yang panjang.Lagi-lagi Niko yang menjadi penyebabnya, entah mengapa sejak merasakan kenikmatan itu kini dia menjadi candu dan menginginkan terus menerus.Sampai-sampai lupa jika Ranti juga butuh makan."Aku nggak kuat jalan, aku lapar sekali," kata Ranti lagi."Tunggu di sini kalau begitu."Tidak mungkin Niko membiarkan Ranti kelaparan, lagi pula wanita itu bisa jatuh sakit nantin
Kini sudah sampai dikediaman Dion, setelah memarkirkan mobilnya Niko pun melihat ke sampingnya.Ranti sudah terlelap di sana.Membuat Niko tak tega untuk membangunkan wanita itu.'Setelah hari ini kamu akan terus ikut kemanapun aku pergi, aku tidak mau punya keluarga yang hancur seperti keluarga ku,' batin Niko.Dia demikian karena ingin memiliki rumah tangga yang harmonis, tak membuat anaknya kelak merasakan yang dia rasakan.Hingga Niko pun turun dari mobil kemudian dia membuka pintu mobil kembali bermaksud untuk mengangkat Ranti yang masih terlelap, dia tak tega membangunkannya.Sehingga ini adalah keputusan tepatnya.Namun saat itu Ranti pun terjaga, membuat Niko pun mengurungkan niatnya untuk mengangkat Ranti."Kamu sudah bangun?""Iya, aku bisa jalan. Malu tau, kalau diliatin orang," jawab Ranti."Ya, sudah," Niko pun mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh Ranti."Seharusnya aku tidak perlu ikut, untuk apa aku ke sini. Lebih baik tidur di rumah saja," gerutu Ranti.Sebab, Rant
Degh!Raya pun mematung di depan pintu, dia hendak keluar dari rumah untuk membelikan obat untuk Nia seperti yang diperintahkan oleh Niko.Namun, saat kakinya hendak melangkah keluar malah melihat seseorang yang cukup membuatnya menjadi trauma.Reza.Reza berdiri di sana menatap Raya juga.Raya yang shock pun menjatuhkan kunci mobilnya, dia bahkan lupa mengambilnya kembali."Reza," kata Barra yang baru saja menginjakkan kakinya di ambang pintu.Reza pun kini beralih melihat Barra yang menyebutkan namanya."Om," Reza pun tersenyum sambil sedikit menundukkan kepalanya."Kamu sudah bebas?" tanya Barra lagi.Sebenarnya dia tak perlu lagi untuk bertanya, karena tentu saja dia sudah tahu.Karena dia yang sebenarnya membebaskan Reza, itupun karena perintah dari Dion.Sedangkan Dion melakukannya karena kasihan pada Bunga yang terus saja memikirkan Reza yang sudah cukup lama berada di balik jeruji besi.Awalnya Dion sudah membebaskan Reza, tapi Reza menolak karena merasa dirinya pantas untuk m
Kini baru Reza tahu sakitnya saat anaknya sendiri tak mengetahui siapa Ayahnya sendiri.Lagi-lagi Reza meyakinkan dirinya bahwa hukuman ini sangat pantas dia dapatkan untuk seorang Ayah yang sudah menjadi penjahat untuk anaknya sendiri.Andai pun suatu hari nanti Zaki tahu siapa dirinya, Reza yakin anaknya akan sangat menyesal karena memiliki Ayah sejahat dirinya.Menyedihkan?Tentu, seiring dengan penyesalan yang tidak hentinya.Kini Reza pun melihat Nia yang juga terus melihatnya sejak tadi.Nia melihat Reza dengan perasaan was-was, dia takut Zaki kembali menjadi korban.Apa yang dilakukan oleh Reza meninggalkan rasa trauma yang begitu mendalam di hati Nia.Sehingga, dia tak bisa melupakan semuanya dengan begitu saja."Nia, aku benar-benar minta maaf. Aku tahu ucapan maaf ku tak akan bisa membuat keadaan menjadi baik-baik saja. Tapi, aku sungguh menyesal. Dan, Zaki tidak akan pernah tahu siapa aku yang sebenarnya. Aku juga tidak mau dia malu karena memiliki Ayah seorang narapidana,"
Nia tidak tahu mengapa bisa Bunga malah memohon seperti ini pada dirinya yang tidak ada hak untuk memberikan keputusan.Dirinya merasa hanya orang lain, sekalipun menantu di keluarga tersebut.Tetap saja tidak ada kekuatan yang membuatnya mengambil keputusan untuk hal seperti ini.Lantas mengapa bisa Bunga mintanya untuk membuat Reza tetap tinggi di rumah itu?Ini sangat diluar pikiran Nia selama ini."Mama, ayolah. Jangan begini."Nia pun mencoba untuk membuat Bunga tidak memohon padanya.Tetapi sulit sekali, karena Bunga tetap saja memohon padanya tanpa hentinya.Membuat Nia semakin merasa tidak enak hati saja."Mama mohon Nia," pinta Bunga tidak ada hentinya.Nia pun melihat raut wajah Dion, dia tak tahu apa yang kini di pikiran suaminya tersebut.Tapi dia benar-benar merasa takut, apa lagi Bunga mengatakan ingin menghabiskan masa tua bersama keluarganya.Dia sudah menganggap Bunda sama dengan Ibu kandungannya Farah.Sehingga sulit sekali saat keadaan yang seakan siap membuatnya ha
Suasana malam ini benar-benar berbeda dari biasanya.Tentunya karena kini semua sudah berkumpul kembali.Terutama Bunga yang tak hentinya tersenyum melihat wajah-wajah keluarganya yang kini tengah duduk di kursi meja makan untuk menikmati makanan malam ini setelah lama tidak seperti ini.Tapi tiba-tiba saja wajah Reza tampak seperti ada kesedihan yang mendalam.Padahal sebelumnya terlihat baik-baik saja.Tangannya hanya memegang dua sendok makan.Terdiam dengan pikirannya yang jauh melayang entah kemana."Reza."Panggilan itu membuat Reza pun tersadar dari lamunannya.Melihat wajah wanita paruh baya yang baru saja memangginya.Tampak jelas Bunda begitu menyayangi dirinya, padahal Papanya hanyalah anak angkat.Mungkin pada dasarnya Bunga memang memiliki hati yang baik dan lembut."Ya, Oma," jawab Reza."Kamu tidak bahagia berkumpul dengan Oma ataupun yang lainya?" tanya Bunga.Reza pun meletakkan sendok di tangannya agar berfokus melihat Bunga.Karena itu sangat tidak mungkin, Reza bah