Matahari semakin kuat memancarkan panasnya. Menyisakan warna gelap setiap kulit yang terpapar langsung.
Nana masih terisak di atas kasurnya. Burhan telah membawanya ke kamar setelah memastikan bahwa Bi Siti berhasil bertemu Bella.
Ingin sekali dia turut pergi dari sini bersama gadis yang sudah menjadi saudara baginya.
Burhan sibuk memikirkan cara bagaimana menghubungkan orang-orang suruhannya. Untuk menyelamatkan Bella.
Malam masih beberapa jam lagi. Menunggu gawainya dikembalikan sang Mama. Telepon rumah tidak bisa digunakan.
Ada yang sengaja memutuskan kabelnya. Dan dia sudah tahu siapa pelakunya. Tidak lain dan tidak bukan saudaranya sendiri.
Dia takut kehilangan jejak gadis it
Dan, kecelakaan itu tak terelakan tubuh keduanya terpental jauh. Menyadari hal itu Nana dan Burhan berusaha menyelamatkan korban dengan membawanya menggunakan mobil mereka ke rumah sakit.Dengan ditemani warga sekitar korban berhasil dilarikan kerumah sakit terdekat.Luka yang tergolong parah membuat mereka harus mendapatkan perawatan yang serius. Bahkan korban yang laki-laki harus dioperasi untuk mengeluarkan gumpalan darah beku di kepalanya.Saat mereka menunggu proses medisnya. Gawai Burhan berdering, panggilan dari sang kakak.Mengabarkan bahwa sang Mama masuk rumah sakit. Jantungnya kambuh saat tidak sengaja menguping pembicaran Sopie dengan suaminya. Tentang Burhan yang menabrak pejalan kaki di jalan menuju puncak.Akhi
“Apa! Ulangi lagi.” Bella membesarkan mata mendengar ejekan pria baik atau sok baik yang tersenyum simpul kearahnya.“Lupa.”“Buruan turun sana, kuncinya masih sama yang punya.”“Jadi aku harus bayar berapa?”“Cukup bayar dengan cinta,” kata-kata itu lolos begitu saja tanpa bisa disaring.“Maksudnya?” Bella terperangah.“Lupakan saja,” Hamka hendak membuka pintu mobil tapi kalah cepat dengan Bella menahan pintu.“Tunggu dulu. Aku ingin penjelasan,” selidik Bella.“Lupakan saja, yang terpent
Kembali ke kampung hal yang mustahil. Pasti saudaranya semakin mengucilkannya saat tahu dia hanya istri kedua dan diusir oleh keluarga suaminya.Nana melemparkan tubuh lelahnya ke sofa ruang tengah. Pencarian hari ini tidak membuahkan hasil, berulang kali menyisir jalanan sosok Bella tak berhasil ditemukan.“Ini minum dulu, Dik.” Burhan memberikan segelas air putih kepada Nana.Nana menyambarnya, lalu meneguk isinya hingga tandas.“Kita makan dulu yuk, kamu hanya makan saat sarapan tadi pagi.”“Aku gak lapar, Abang saja yang makan.”“Kamu harus makan, Dik. Jaga kesehatan, agar bisa mencari Bella.”
“Aku masuk dulu, terima kasih telah menemani maraton malam ini,” kekeh Bella sambil membuka pintu.Hamka menghidupkan sepeda motornya dan segera pergi. Setelah memastikan gadis itu mengunci pintu dari dalam.Bella merosot ke lantai, menenggelamkan wajah diantara kedua lututnya.Perang dari dirinya terus terjadi setelah bertemu Hamka. Si ustadz muda yang cerdas idola para santriwati.Disatu sisi dia bahagia bisa sedekat ini dengan Hamka. Dan di sisi lainnya ingin menjauh, berdosa seorang istri terlalu dekat dengan laki-laki lain.Bella melepas penutup kepalanya. Mengurai rambut indahnya, supaya bisa bernafas setelah seharian terpengap.Dia kesepian, hidupnya memang beba
Seorang pemuda yang ingin ditemuinya muncul dari balik pintu. Setelah mengetuk sebanyak tiga kali.“Assalamualaikum,” sapa Hamka.“Wa’alaikumsalam,” jawab Burhan merasa disindir tidak mengucapkan salam terlebih dahulu.“Ada angin apa yang membawa Om datang kesini,” tanya Hamka berbasa-basi.Dia tahu maksud pria yang berstatus suaminya Bella ini ingin menemuinya.“Langsung saja, apa kamu melihat atau mengetahui keberadaan ISTRI saya,” ujar Burhan penuh penekanan.Hamka menempelkan bokongnya di bale bambu yang ada disalah satu sisi teras.“Mari duduk, tidak sopan menyambut
Benih Burhan berhasil tumbuh di rahimnya. Sebentar lagi dia akan mewujudkan mimpi besar Nana.Selama ini dia memang tidak pernah datang bulan lagi. Terakhir datang bulan sebulan sebelum dia diusir. Pikiran yang sedang kalut membuatnya kepikiran tentang hal ini.Mereka dipersilahkan pulang usai mengurus administrasi. Kondisi Bella tidak mengharuskan dia dirawat.Hamka langsung mengantar Bella ke kediamannya.Siang ini juga dia harus menemui wanita itu.“Permisi Pak, saya Hamka. Apa nyonya rumah ini ada ditempat,” tanya Hamka santun pada satpam yang menjaga rumah mewah bak istana itu.“Anda telah buat janji.”&ldq
Dia begitu bahagia hingga lupa akan keberadaan Bi Siti. Dua insan itu menari bersama, merayakan kebahagiaan mereka.Bi Siti tersenyum bahagia tangannya terus mengolah bahan-bahan supaya menjadi makanan yang lezat.Tugas baru menantinya, justru itu yang dia impikan. Menjadi seorang nenek, nenek untuk calon raja dan ratu istana ini.“Sudah Bang, pusing.” Nana turun dari gendongan Burhan.“Abang senang akhirnya Bella kembali.” Burhan menuangkan air kedalam gelas. Banyak bergerak membuat tenggorokannya kering.“Aku apalagi, sangat bahagia.” Nana duduk disebelah kursi Burhan.“Oh ya, jadi itu yang membuat kamu menyiksa Bi Siti memasak ini semua
“Astaga, jangan berpikir begitu. Tapi jika itu terjadi Aku akan ikut bersamamu. Aku tidak bisa hidup tanpamu.”Mereka saling memel*k lalu tertawa bersama. Pikiran konyol barusan lebih mirip lelucon.Yang menghibur mirip tayangan warkop yang dari masa kemasa tidak kehilangan penggemarnya. Meski dua dari anggotanya telah wafat.Bella masih terbaring, cuma bangun untuk sholat. Stok makanan hanya cukup untuk makan malam ini.Sedang tubuhnya sangat lemas untuk digerakkan. Dia tidak mungkin minta bantuan Hamka lagi.Sementara dia libur kerja hingga kondisinya membaik. Tapi, bagaimana cara dia memberi tahu bosnya.Dia tidak memiliki gawai sedang Hamka, hingga menjelang malam