Tidak ada yang aneh dari suasana bandara malam itu, kecuali seorang pria bermasker yang duduk diam mengenakan jaket berwarna cokelat tua di salah satu kursi ruang tunggu. Doni berniat melarikan diri ke Singapura. Setidaknya itu yang bisa dia lakukan saat pengacara pun takut memberinya bantuan hukum, karena sudah diancam lebih dulu dari kubu sang keponakan.Sebenarnya inilah yang ditakutkan Doni selama ini. Dia tahu tidak akan bisa membuat Nic menderita jika memiliki hubungan baik dengan keluarga istrinya. Untuk itu sebelum mengenal dekat keluarga Cloud dia membuat Nic membenci Skala dengan melakukan fitnah.âJangan lupakan kejahatan paling keji yang Doni buat, mencelakai adik kandungnya sendiri.âUcapan Skala ke Bianca malam itu bertepatan dengan kepanikan yang terjadi di Bandara. Para calon penumpang pesawat terlihat gusar, saat segerombolan orang berbadan tegap masuk ke ruang tunggu dan langsung menuju satu kursi yang ada di sana.Semua perhatian orang-orang pun tertuju ke sosok pri
âTidak boleh!â Cloud menghadang di depan pintu kamar mandi sambil merentangkan tangan. Ia melarang Nic mandi karena tahu suaminya ingin pergi ke kantor. âKamu baru keluar dari rumah sakit kemarin dan langsung mau bekerja? Tidak akan aku biarkan,â ucap Cloud penuh ketegasan. âHoney ⌠Bunny Sweety!â Cloud seketika menutup mulut, pipinya bersemu merah. Dia sekuat tenaga menahan bibir agar tidak tertawa karena Nic memanggilnya seperti itu. âCloud, yang terkena tembak tanganku bukan otakku. Aku akan meminta Rio menjemput ke rumah, kalau kamu khawatir suamimu yang berharga ini membawa mobil sendiri.â Meski sudah dibujuk tapi Cloud sama sekali tak bergerak dari posisinya berdiri di depan pintu kamar mandi. Dia menatap dingin Nic ditambah bibir yang sengaja mengerucut. âAyolah istriku sayang! Kecuali kamu memintaku tinggal di rumah dan memberiku itu.â Nic menaikturunkan alis untuk menggoda. Jelas dia berpikir harus memanfaatkan situasi demi keuntungan pribadi. âAku akan memberikan apa
âNic, kursi itu tidak punya kaki, jadi tidak akan mungkin melarikan diri. Aku juga tidak akan ke mana-mana, masih banyak waktu untuk kita memakainya. Oke!âNic lagi-lagi dibuat kecewa, tapi mau bagaimana lagi. Dia juga tidak mungkin tega karena memang kondisi Thea lebih penting dari birahinya.Nic berdiri mendekat ke lemari untuk mengambil baju setelah menerima penolakan dari Cloud âyang terasa menghujam dada. Meski begitu tetap saja muka masamnya tidak bisa ditutupi. Cloud sendiri merasa bersalah, berpikir biarlah nanti selesai melihat kondisi Thea dia akan membuat Nic melayang ke udara.Sepanjang perjalanan ke rumah sakit, Nic memilih diam melihat pemandangan di luar mobil melalui kaca jendela. Cloud juga tak mengajak Nic bicara, dia takut pria di sampingnya ini meledak karena kurang mendapatkan asupan.Sesampainya di rumah sakit mereka masih saja tak saling bicara menuju kamar Thea. Benar-benar terasa dingin seperti kembali di awal pernikahan. Tak ingin gelisah menerka pikiran Nic
Aditya tahu Rio marah. Dia pun semakin merasa serba salah saat harus menerima tatapan ibunya yang penuh tanda tanya."Bu, sepertinya ada kesalahpahaman di sini. Rio ini adalah kekasih Nina, aku dan dia hanya teman. Lagipula aku juga sebenarnya sudah memiliki gadis yang aku sukai."Meski Aditya sudah jujur, tapi Rio tampak kurang puas. Apalagi sang kekasih menurutnya juga sengaja, bagaimana bisa Nina tinggal beberapa hari bersama ibu Aditya, tapi sama sekali tidak menjelaskan ke wanita itu statusnya yang tidak jomlo lagi."Ah... begitu, jadi ibu sudah salah."Aditya menganggukkan kepala saat ibunya paham. Meski begitu Aditya masih tak enak hati, karena Rio membuang muka sambil melipat tangan ke depan dada seolah tak sudi menerima permintaan maafnya. "Nak Rio, maaf ya ibu sudah salah paham dan membuatmu kesal, itu karena Nina sangat baik."Perkataan ibu Aditya yang penuh kelembutan membuat Rio merasa tak enak hati. Dia akhirnya mau menurunkan ego, menatap wanita paruh baya itu yang mele
âKamu yakin?ââSeratus persen yakin. Kata pelayan toko, tas ini edisi terbatas dan hanya ada sepuluh di seluruh dunia.ââBukan itu, maksudku apa kamu yakin Mama belum memilikinya?ââEm âŚ.âNic bingung menjawab pertanyaan Cloud. Pria itu menggigit bibir, menggaruk-garuk leher lalu belakang kepala.Tingkah Nic yang seperti ini jelas membuat Cloud geli. Dia menyesal sudah bertanya seperti itu ke suaminya, padahal Nic sedang semangat empat lima merebut hati Bianca.Ya, setelah masalah yang menimpa Cloud kemarin selesai, Bianca memang sudah kembali bersikap biasa ke Nic. Wanita itu juga sedikit banyak membantu sang menantu dalam menghadapi masalah yang pelik. Bahkan saat berada di rumah sakit Bianca rutin menjenguk dan menemani Nic layaknya ibu ke anak kandung sendiri.Namun, menurut Nic tetap saja ada perbedaan yang dia rasakan saat Bianca bicara padanya. Sikap sang mertua dirasa Nic lebih dingin dan kadang terkesan menghindar darinya. Maka dari itu Nic malam ini mengajak Cloud dan Kala m
Aditya kembali datang ke rumah sakit untuk melihat kondisi Thea. Meski sudah dua minggu, tapi gadis itu masih saja tak percaya kalau Aditya adalah kekasihnya. Bahkan saat dia meminta Aditya menunjukkan foto kebersamaan mereka, pria itu tidak bisa. Aneh memang, Thea bisa menerima neneknya dan sang adik lantas bersikap wajar. Namun, tidak ke Aditya. Mungkinkah ini karena alam bawah sadar Thea tahu kalau pria itu berbohong kepadanya. âAku, kapan boleh pulang?â Aditya yang saat itu duduk di samping ranjang sambil mengupas buah pun mengangkat kepala. Di dekatnya bu Rum sibuk membersihkan meja dan kantong-kantong plastik yang berceceran. âNanti setelah dokter sudah memperbolehkan.â âApa benar aku terpleset saat bekerja?â Aditya mengangguk tanpa memandang Thea, meski sedikit merasa takut saat gadis itu banyak bertanya, tapi tak bisa dipungkiri ini menandakan kalau kondisinya semakin baik. âTanggal berapa kita jadian?â Tanya Thea lagi, sejujurnya dia merasa sangat sedih karena melupakan
âNic! Nic! Tunggu aku harus melihat Kala dulu!â Cloud menghindar saat suaminya tiba-tiba menyergap dari arah belakang. Nic bergelayut manja memeluk pinggang Cloud. Beberapa menit yang lalu mereka pamit tidur ke Skala, setelah berbincang agak lama.âUntuk apa? Kala pasti sudah tidur.â âTapi aku tetap ingin melihatnya dulu, aku yakin ada yang tidak beres dengan anakmu.â Cloud menelengkan kepala, matanya sejenak terpejam saat Nic menyasar ceruk lehernya. âApa mungkin Kala sedang galau?â âNgaco!â Cloud melepas pelukan Nic, memandang kesal pria itu karena bicara seenaknya. âDia masih bocah, mana mungkin mengalami hal semacam itu? Tunggu sebentar! Aku pastikan hanya mengecek, tidak akan mengobrol dengan Mama.â Cloud pun buru-buru keluar dari kamar, sedangkan Nic hanya tertawa hambar. Dia yakin apa yang dkatakan sang istri untuk tidak mengobrol pasti hanya wacana. Nic pun merogoh sesuatu dari dalam kantong celana, memandangi benda yang diam-diam disimpannya sejak tadi. Nic pikir Cloud
âMaaf! Aku berlebihan. Jangan menangis lagi!â Nic merasa sangat bersalah. Menyesal sudah berpikir yang tidak-tidak ke Cloud. Ia mengurai pelukan, mengusap pipi sang istri yang terus menunduk masih sambil terisak. âCloud aku mohon!â Nic berakhir memeluk lagi karena Cloud masih tak mau bicara. Dia sadar bahkan sampai detik ini masih saja membuat istrinya terluka. Mereka sama-sama diam berpelukan sampai Cloud akhirnya bisa mengusai emosi. âPria jahat,â ucap Cloud. Dia menggosok hidung seraya memberikan tatapan tajam ke Nic. âIya aku jahat, tapi kamu mencintaiku âkan?â âAwas kalau kamu bertanya lagi seperti itu! Aku akan âŚ. â Cloud diam. Bukannya takut melanjutkan kalimat ancaman, tapi memang sejatinya tidak memiliki alasan. âMulai detik ini, aku tidak mau kamu menutupi sesuatu dariku, apapun yang menjadi beban pikiranmu, harus kamu bagi denganku. Mengerti!â Cloud mengulurkan jari kelingking, meminta Nic berjanji untuk tidak mengulangi sikapnya tadi. Pria itu sendiri mengangguk d