[ Aku mohon tante Hita, jangan bilang ke mama dan papa kalau aku sudah pernah beberapa kali ingin bercerai dari suamiku ] Cloud menggenggam ponselnya setelah mengirimkan pesan ke Hita. Saat ini, dia masih bisa sedikit bernapas lega, karena pengacara itu tidak bisa datang langsung ke rumah orangtuanya. Cloud menoleh mendengar pintu kamar dibuka, dia meletakkan benda pipih di tangannya ke nakas lalu mendekat ke Nic. “Coba aku lihat lukamu!” Cloud memindai sudut bibir Nic yang tampak lebam karena pukulan sang kakak. “Duduklah aku akan mengobatinya!” Nic hanya diam dan menurut. Ia pun duduk di tepian ranjang sambil melihat punggung Cloud keluar dari kamar. Tak lama wanita itu kembali membawa salep, kemudian berdiri tepat di depannya. Cloud mengoleskan salep itu ke lukanya menggunakan telunjuk dengan sangat lembut, sedangkan dia hanya bisa diam sambil terus menatap wajah Cloud. “Terbuat dari apa hatimu itu?” Tanya Nic tiba-tiba. “Apa?” Cloud heran dengan pertanyaan yang baru saja dia
"Apa anak itu masih sibuk dengan balas dendamnya ke Skala Prawira?"Seorang pria duduk di kursi dan membelakangi sang lawan bicara. Pria paruh baya itu menatap jendela kaca besar di belakang meja kerjanya dengan pemandangan gedung-gedung pencakar langit."Masih, bahkan kebakaran PG Factory juga bagian dari rencananya," jawab pria berbadan tegap berjas hitam sambil menganggukkan kepala, meskipun sang tuan tak sedang menatap padanya."Begitulah jika seorang yang berhati lembut dan baik merasa sangat terluka, bahkan merubahnya dari sosok malaikat ke iblis menjadi hal yang sangat mudah," ucap pria itu lagi. "Dia masih tidak tahu kamu bekerja padaku 'kan?" Tanyanya."Tidak, Pak. Dia percaya penuh ke saya, bahkan selalu meminta bantuan untuk melakukan hal-hal yang membuat susah keluarga istrinya.""Bagus, aku sudah mengirimkan uang ke rekeningmu. Aku harap ibumu bisa segera mendapat donor ginjal."Pria bernama Aditya itu berjalan keluar dari ruangan Doni yang merupakan paman pertama Nic. Ji
Cloud menggeleng, meminta Arkan lanjut untuk makan, kemudian membahas soal foto-foto yang sudah pria itu janjikan.“Aku pikir kamu tidak berminat,” ucap Arkan. Ia lantas memandang piring Cloud dan bertanya, “Omelet udang dan kerang di sini yang terbaik, kenapa kamu tidak memesannya?”“Aku menghindari kerang-kerangan,” jawab Cloud. Ia masih tidak ingin membocorkan kehamilannya ke orang lain. “Sepertinya di luar hujan,” imbuhnya untuk mengalihkan topik pembicaraan.Mereka pun lanjut berbincang sebelum pulang. Cloud baru saja masuk ke mobil, saat tanpa sengaja melihat Nic keluar bersama seorang pria dari restoran yang sama. Beruntung Arkan sudah pergi lebih dulu. Cloud pun memerhatikan kemudian menunduk, berharap sang suami tidak melihat pelat mobilnya, apalagi masih gerimis.“Dia tidak mungkin lupa ‘kan ini hari apa?” Cloud bergumam sambil memastikan Nic pergi, sebelum menyalakan mesin mobil. Namun, dia tiba-tiba merasa pernah melihat pria yang bersama suaminya tadi.“Di mana aku pernah
Cloud yang tertidur di kursi seketika terperanjat mendengar pintu rumah yang dibanting dengan sangat kencang. Ia langsung bangkit dan melihat Nic masuk dengan tubuh sempoyongan. Lengan kemeja berwarna putih yang dikenakan pria itu tergulung sampai siku, tapi ada satu hal yang menjadi pusat perhatian Cloud, yaitu sepatu Nic. Mbok Cicih berjalan terburu-buru dari arah dalam ke luar untuk menutup pintu. Malam itu selain Cloud, semua orang juga tidak bisa tidur sebelum Nic datang. “Ah … ini dia istriku yang paling aku cintai, sayangnya anak dari seorang penjahat.” Nic menunjuk wajah Cloud dengan telunjuk. Apa yang diucapkannya Cloud sendiri tak begitu mempedulikan, karena tahu Nic dalam kondisi tidak sadar. “Jika kamu mencintaiku seharusnya tidak seperti ini,” jawab Cloud. Ia hendak meraih tangan Nic, tapi pria itu menepisnya dengan kasar. “Tidak usah pegang-pegang! Aku tidak sudi kamu pegang!” Cloud hanya bisa menghela napas, dia menoleh mbok Cicih dan penjaga rumah yang tercenung m
"Dia akan jadi mamaku, karena dia yang papa sayang."Nic berjalan cepat menuju unit apartemennya setelah mengirim pesan ke Amara, untuk mengajak wanita itu bertemu. Nic tak menyangka Amara tega mengatakan hal gila semacam itu ke Kala.Sesampainya di apartemen, Nic tak menduga kalau Amara ternyata sudah berada di dalam. Wanita itu dengan santai membuat kopi dan tak menoleh meski dia sudah berdiri tak jauh dari pantry."Kenapa kamu bicara seperti itu ke Kala?""Karena hanya itu yang bisa membuatmu datang menemuiku," balas Amara. Ia melempar sendok kecil di tangannya lantas menoleh. "Aku tidak bisa dicampakan begitu saja!"Nic tak menjawab, sebenarnya dia merasa brengsek sudah menjadikan Amara selingkuhan. Tak seharusnya dia menyeret Amara jika memang mereka bersahabat baik."Aku tidak mencampakanmu, aku hanya butuh waktu agar situasi mereda dulu," ucap Nic. "Tapi apa yang kamu lakukan benar-benar keterlaluan, aku sudah bilang jangan sampai kamu menyentuh Kala, atau aku akan meninggalkan
“Tidak semudah itu balas menamparku! Dasar jalang tak tahu diri!” Cloud mencekal pergelangan tangan Amara dan menghempaskannya kasar. “Silahkan ambil Nic jika kamu sangat terobsesi padanya, tapi jangan harap kamu bisa menjadi ibu Kala.” Cloud pergi, tapi sebelum itu dia menyenggol kasar lengan Amara. Sekuat tenaga menahan air mata, tapi tetap saja buliran kristal bening menetes di pipinya. Siapa wanita yang tidak akan percaya selingkuhan suaminya hamil, jika si suami saja memang sering menghabiskan waktu di luar bersama. Sementara setelah Cloud pergi, Amara menyunggingkan senyum. Ia yakin kali ini Cloud pasti akan meninggalkan Nic, karena dia tahu wanita itu tak mungkin mau dimadu dengannya. Cloud pun kembali ke studio tempat Kala berada. Selama menunggui Kala, dia hanya diam melamun dan setelah selesai Cloud langsung mengajak Nina dan Kala pamit. Ia menyerahkan kunci mobil ke Nina, karena tidak ingin membuat orang celaka dengan mengendarai mobil sambil melamun. [ Tante Hita, maafk
“Papa lihat ini! Mau sampai kapan si brengsek ini diberi hati?” Rain masuk ke ruangan Skala. Ia meletakkan beberapa lembar foto saat Nic datang ke apartemen menemui Amara. Skala tampak sangat kecewa, dia menyingkirkan foto itu dan berkata- “Kalau begitu dia harus menceraikan Cloud.” Rain bisa sedikit bernapas lega mendengar jawaban itu. Namun, tetap saja menyalahkan Skala. “Seharusnya Papa tegas sejak kemarin,”ucapnya. “Bukan Papa yang menjalani pernikahan itu. Jika adikmu masih sangat mencintainya lantas Papa harus bagaimana?” Skala menatap Rain lalu melirik foto yang tadi dia singkirkan. “Kalau seperti ini lebih mudah menekan Cloud.” “Aku akan memastikan Cloud bercerai dari Nic, sebagai kakak aku tidak akan membiarkan adikku menghabiskan sisa hidupnya dengan pengkhianat.” Rain yang masih emosi memutar tumit, lantas pergi dari ruangan papanya tanpa pamit, sedangkan Skala tampak membuka laci meja, mengambil beberapa kertas yang dia masukkan ke dalam sana dengan terburu-buru tadi.
"Kala, di mana Kala?"Cloud baru saja sadar dan orang pertama yang dia cari adalah sang putra. Lelehan kristal bening Cloud menetes dari sudut mata, dan Bianca pun mengusapnya penuh kasih sayang."Kala baik-baik saja, Rain nanti akan membawanya ke sini," ucap Bianca sambil menarik napas dan menghapus air mata. "Apa ada yang sakit?" Tanyanya dengan bibir bergetar. Cloud sadar tidak semua hal bisa ditanggung sendiri, dia mengangguk dan berkata sambil menunjuk dada dengan tangan kanan yang terpasang selang infus."Hatiku, sakit Ma! Bayiku, dia pergi 'kan?"Bianca semakin tak bisa membendung kepedihan. Ia dekap kepala Cloud dan menumpahkan tangisnya juga. Bianca tak menyangka sang putri tetap bisa merasakan kehilangan janinnya meski belum diberitahu."Sabar ya! Sedihmu jangan sampai berlarut supaya kondisimu cepat pulih," bisik Bianca."Aku ceroboh, kenapa begitu bodoh sampai tidak bisa menjaganya?" Cloud meratap. Jika memang titik terendah dalam hidup manusia itu ada, maka saat ini Clou