Mata yang terpejam itu perlahan terbuka dan menatap tubuh yang terkulai lemas di sampingnya.
Beberapa saat dia menatap wajah yang terlelap itu dan menyadari bahwa dia sedikit terburu melakukannya.
Padahal sebelumnya sudah menyepakati untuk tidak mengusik Ayesha hingga gadis ini benar-benar menerimanya.
Ternyata pengendalian dirinya tidak sekuat yang dikiranya selama ini.
Sebagai pengusaha muda yang sukses, godaan akan tawaran wanita tentu tidaklah sedikit.
Pernah suatu ketika seorang direktur yang bekerjasama dengan perusahaannya, ingin berterima kasih dengan mengirimkan dua wanita pilihan untuk menghiburnya. Wanita dengan kualitas terbaik dan nyaris sempurna secara visual.
Tapi Hilbram justru memberikan uang pada dua wanita itu dan memintanya pergi dari kamar hotelnya.
Hilbram dididik dengan sangat baik oleh kakeknya, bahwa hal sekecil itu mungkin bisa menjadikan masalah besar jika tidak bisa m
Semalam tidurnya nyenyak sekali hingga baru terbangun ketika ponsel di nakas berdering berkali-kali. Ayesha berjingkat dan segera memeriksa ponselnya. Sudah jam 5 lebih beberapa menit dan dia belum melaksanakan kewajibannya. Beberapa menit lagi mentari sudah menyapu jejak waktu subuh. Ayesha segera bangkit dan berlalu ke kamar mandi. Ponsel berdering sekali lagi. Ayesha yang sudah menyelesaikan sholat bangkit mengambilnya. Melihat nama di layar dia mengernyitkan jidatnya. ‘Suamiku?’ Pasti nomor pria itu. Siapa yang memberi nama seperti itu? Menggelikan sekali. Batin Ayesha sembari mengangkat panggilan. “Assalamu’alaikum?” sapa Ayesha dengan nada ragu. “Waalaikum salam, sudah bangun, Sha?” suara bariton itu terdengar sedikit serak seperti orang mengantuk. Ayesha baru ingat, Qatar dan tempatnya beda 4 jam lebih lambat. Jika sekarang baru pukul 5 pagi, di Qatar pasti masih dini hari. Apa pria ini tida
“Maaf, Bu!” hanya itu ucapan Ayesha.Salahnya dia tidak bertanya dengan alasan apa Rahman mengijinkannya? Jadinya dia hanya bisa meraba-raba dan menunggu apa yang akan disampaikan kepala sekolahnya.“Tadinya aku mau memberimu surat teguran, tapi pihak yayasan menyampaikan memberimu izin selama yang kau butuhkan. Heran saja, bagaimana kau begitu lancang meminta izin dari yayasan sementara tidak memberitahuku!”Maria merasa apa yang dilakukan Ayesha dengan begitu saja meminta izin dari yayasan adalah sebuah penghinaan padanya. Karena yayasan sendiri selama ini tidak pernah ikut campur dalam urusan penegakan kedisiplinan di sekolah.Jika tiba-tiba ada rekomendasi langsung dari yayasan tentang surat izin Ayesha, Maria tentu mencurigai Ayesha sudah bermanipulatif.“Saya harus bagaimana, Bu?”Ayesha tidak paham apa yang harus dilakukannya. Secara administrasi dia sudah meminta izin dan sekolah
Jam pelajaran sudah berakhir 15 menit yang lalu. Ayesha membereskan kelas dan mematikan lampu ruangan lantas melangkah keluar. Dia lupa ada janji dengan Hanin karenanya berhenti sebentar dan mengambil ponselnya di tas. Zain pasti sudah menunggu di depan. Ayesha harus mengirimkannya pesan agar tahu bahwa dia masih ada urusan. [ Kau bisa balik lagi nanti kalau aku sudah selesai urusanku, Zain ] ketik Ayesha di aplikasi pesan yang dikirimkannya pada Zain. [ Siap, Nyonya ] hanya itu balas Zain namun sudah membuat Ayesha mengembangkan senyumnya. Perempuan itu terlihat sangar di awal bertemu, ternyata ramah dan manis. Ayesha jadi teringat Hilbram yang terlihat dingin dan menakutkan di awal, namun sebenarnya semakin mengenalnya Ayesha jadi tahu bahwa Hilbram tidak semenakutkan itu. Di sela menikmati bakso di kedai Bu Ratmi, Hanin terus mendesak agar Ayesha menceritakan tentang ketidak hadiraannya hampir dua miggu ini. Di mana dia dan a
Hampir dua minggu tidak masuk mengajar, ada banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan, terlebih menjelang pelaksanaan penilaian akhir tahun. Rasa lelah dan mengantuk membuatnya memutuskan harus menyudahi pekerjaannya dan bersiap untuk tidur. Tiba-tiba ponselnya berdering. Melihat siapa yang menelpon, Ayesha heran saja, bukannya tadi mereka sudah bertelponan? Kenapa sekarang menelpon lagi?Diketuknya layar ponsel untuk menerima panggilan itu. Ayesha baru sadar bahwa mode panggilannya adalah video call. “Astaghfirullah!” gumamnya hampir melepaskan benda pipih itu.Ayesha terkejut karena melihat wajah Hilbram di layar ponselnya serta bayangan dirinya sendiri yang tertangkap di kamera hanya menggunakan baju malam.Ini sudah malam dan Ayesha tidak mungkin terbalut gamisnya sepanjang hari. Apalagi tidak sedang bersama pria itu.“Haloo?” terdengar suara Hilbram karena Ayesha menutup l
“Kak Dirga, kau sudah janji ajari aku berenang. Kata Mama hari ini kau tidak ada jadwal mengajar bukan?” Linda bergelanyut manja berusaha menunjukan pada Ayesha bahwa dia punya kedekatan khusus dengan Dirga.Ayesha tidak tertarik dengan pembicaraan itu, apalagi dia belum melakukan absen kehadiran. Oleh sebabnya dia meminta diri.Dirga sedikit kecewa melihat kepergiaan Ayesha, namun teralihkan dengan keberadaan Belinda.“Eng, jangan hari ini ya, Linda? Minggu depan saja!” Dirga menawar.Adanya kehadiran Ayesha membuatnya jadi enggan memenuhi janjiinya pada anak kepala sekolahnya itu. Ayesha dirasanya lebih menarik daripada Linda yang kekanak-kanakan itu.Kedua orang tua mereka memang pernah terbersit untuk membuat perjodohan. Wacana itu bahkan sempat heboh di kalangan guru tempat mereka mengajar. Perjodohan antara anak kepala yayasan dan anak kepala sekolah.“Enggak boleh ingkar dong, Kak! Mum
Apa yang disampaikan anak didiknya tadi sungguh membuat Ayesha terus kepikiran. Dia tidak pernah membuat masalah dengan wanita itu, atau sekedar menyinggungnya. Ayesha selalu berhati-hati dalam bertindak. Di sekolah ini dia merupakan guru baru, dan sangat tidak memiliki kuasa. Dia tidak mau mendapat masalah dengan siapapun.Kebetulan saat jam pulang Ayesha berpapasan dengan Belinda yang juga mau pulang. Tidak membuang kesempatan, Ayesha menghampirinya.“Ada apa?” tanya Belinda dingin sambil membenahi rambut panjangnya.“Kita bisa bicara sebentar?” tukas Ayesha menyiratkan ucapannya serius.Belinda menyipitkan mata dan menerka apa yang ingin di sampaikan Ayesha. Tapi dia tidak menolak permintaannya. Penasaran saja apa yang ingin disampaikannya.“Terima kasih sudah menjadi guru ganti selama aku izin, tapi hal utamanya adalah, ada perkataanmu yang seharusnya tidak pantas kau ucapkan di depan anak-anak!” Ayesha tidak
“Oh, kumohon, Tuan. Ini hanya masalah kecil. Jangan repotkan Anda untuk hal ini. Lebih baik fokus pada pekerjaan agar lekas selesai!” Ayesha benar-benar tidak ingin pria ini turun tangan untuk hal sepele ini.Hilbram bisa membuat kepala yayasan tempatnya bekerja sampai mengeluarkan surat izin untuknya. Lalu, hanya seorang anak kepala sekolah seperti Belinda. Tentu bisa diatasinya. Ayesha tidak mau melakukan hal itu.“Uhm, kau merindukanku?” Hilbram mencerna kata-kata Ayesha sebagai kode ingin Hilbram cepat balik.Ayesha ingin dia segera menyelesaikan pekerjaannya. Kata yang sederhana itu jadi terdengar bucin di telinga Hilbram?Oh, dia semakin tidak sabar untuk cepat pulang dan menghempaskan kerinduannya saja.“Sha?” Hilbram mengusik gadis yang tidak menjawabnya itu. Apa sulit membalas ucapan kerinduannya?Baru pertama ini dia tidak berdaya hanya ingin mendengar ucapan
“Aku dengar kau mengadukanku pada mama tentang mulut comel anak didikmu itu?”Belinda sekalian membahas tentang laporan orang tua Vinza. Dia merasa punya senjata untuk membuat Ayesha takut dengannya. Cemas mendapat masalah kareena aduan anaka-anak, dia merubah rencananya. Mengintimidasi guru ini dengan rahasia rumah bordil itu.“Kau tahu yang mengadu bukan aku. Jika kau sampai tidak mengakui hal itu, seharusnya kau malu, Bu Linda.”Ayesha tahu betapa buruknya sikap Belinda. Dia tentu bisa saja mengelak mengakui kesalahannya dengan intrik jahatnya. Lebih buruk lagi, Ayesha-lah yang akan dijadikan kambing hitam.“Malu?” Belinda tersenyum sinis. “Kaulah yang harusnya malu, Ayesha. Wanita munafik yang menutup dirinya dengan hijab tapi sebenarnya seorang pelacur yang suka mengangkang di hadapan pria-pria yang membayarmu!”Ayesha terkesiap mendengar ucapan sadis Belinda. Tangannya sudah me