Share

Episode 7

Kabar gembira sudah tersampaikan ke telinga Hana, juga keluarga Adnan. Bagaimana keluarga Wijaya bisa menyetujui pernikahan ini? di balik itu semua, ada perbincangan yang hanya diketahui pihak mertua dan menantu. Entah sejak kapan, pastinya Adnan tidak tahu.

Satu bulan lamanya, kondisi istri Adnan belum menunjukkan perubahan yang benar-benar menyatakan bahwa tubuh itu pulih. Namun, ia memaksa untuk ikut hadir dan melihat langsung pernikahan Arum dan sang suami.

Polesan lipstick bisa menutupi bibir pucatnya.

“Han. Kamu tidak masalah?” istri Wirahardi menatap lembut Hana, dirinya tampak tidak tega melihat perempuan baik sebagai menantunya ini.

“Aku baik-baik saja, Ma.” Sahut Hana menenangkan, kentara senyum palsu yang tercetak pada wajah putih itu.

Hana sangat tahu keluarga dari Adnan begitu menghargai dan menyayanginya, terlebih Wirahardi yang lembut ketika berbicara, menganggap layaknya Hana memang putri kandung keluarga mereka. Meski ada beberapa kerabat mereka menyesalkan keputusannya.

Merelakan suami demi kepentingan sendiri, kata yang terus menganggu istri Adnan.

‘Bodoh? Biarkan kata itu dilemparkan padaku. Bahkan kerabat sendiripun menjelekkanku. Mungkin aku kurang baik dimata mereka’ pikir Hana ketika melangkah menuju kamarnya. Bermaksud menemui sang suami.

Disaat pintu kamar terbuka -  menampilkan sosok laki-laki gagah di depan cermin. Hana mengulas senyum. Namun, fokusnya teralih pada dua gadis mungil yang mengenakan baju serupa. Ayanna dan Anthea cantik sekali.

Adnan dan Hana belum memulai percakapan, mereka memilih mengobrol dengan pikiran masing-masing. Satu hari lalu putri mereka genap tiga tahun, dan pernikahan sesuai rencana. Hana berkeringat, sedikit nyeri dibagian tertentu tubuhnya.

Lalu Adnan duduk pada tepian tempat tidur. Terlihat kesedihan bercampur rasa marah pada wajah yang terus menatap Hana. Hana pun enggan memandang Adnan di sana, ia takut tidak bisa menahan air mata. Seolah disibukkan dengan kedua anaknya yang mengoceh, bercerita ketika dijaga sang nenek dan kakek.

“Han. Apa kamu sudah memikirkannya lagi?” Adnan membuka suara. Ia masih tak habis pikir. Ide gila macam apa ini! dirinya tahu bagaimana sakitnya di madu.

Hana menoleh sesaat, kemudian mendekat. Duduk disamping Adnan yang sudah mengenakan pakaian pernikahan. Memegang tangan suaminya.

“Mas. Aku baik-baik saja. Pernikahan ini sudah aku pikirkan sejak lama. sebelum anak kita genap tiga tahun. Dan sesuai janjiku yang akan mencarikan perempuan terbaik untukmu.” Hana berusaha menahan air mata, sejak tadi mendorong ingin keluar.

“Arum perempuan baik, Mas. Terimalah dia sebagai istrimu juga.”

Adnan menghela napas. “Baiklah aku akan lakukan sesuai permintaanmu. Tapi satu hal. Aku tak bisa mencintainya sebagaimana aku mencintaimu.”

Obrolan mereka terhenti ketika suara pintu diketuk beberapa kali. Hana merasa lega, sedari tadi ia ingin istirahat barang sebentar. Tubuhnya mulai menunjukkan kelelahan. Sedikit berkeringat.

Seseorang memanggil pengantin pria untuk segera bersiap dan acara akan segera di mulai. lalu Hana menyuruh Adnan keluar lebih dulu, kemudian mengajak ke-dua putrinya keluar dari kamar.

Ikatan sakral berupa ijab qabul terdengar jelas di ucapkan pengantin laki-laki. Setelah itu barulah pengantin wanita menuruni tangga dalam balutan baju yang senada dengan Adnan. Arum adalah gadis cantik berumur 25 tahun. Seorang pemilik toko kue terbaik di desanya. Ia juga memiliki satu cabang lagi di kota.

.

Satu per satu para tamu berpamitan sesudah bersalaman dengan sepasang suami istri yang baru menikah. Raut tak bahagia Adnan jelas terlihat, ia benar-benar ingin lekas selesai dan istirahat.

Sesekali Arum mencuri lirikan pada laki-laki disampingnya, sedang menatap sedih perempuan dan dua gadis kembar di sana. Selain Reyhan, Adnan merupakan laki-laki lain yang pernah sedekat ini dengannya. Ia pun mengikuti arah pandang Adnan, ternyata mengamati gerak-gerik Hana dan Wirahardi meladeni Ayanna dan Anthea. Tak jarang rasa bersalah menghampiri putri Pramono.

Perhelatan telah selesai, Arum mendatangi kamar yang disiapkan untuknya. Sementara itu, tuan rumah ini kembali ke kamar utama, di mana tempat Hana dan dirinya berbincang. Ketika Adnan melangkah, Hana menyusul. Ia juga ingin berpamitan.

Di kamar itu, perempuan cantik yang menyandang status istri pertama tengah membantu sang suami berganti pakaian.

“Mas. Aku dan anak-anak malam ini menginap di rumah ibu saja ya” Hana berkata pada suaminya, sembari membantu melipat dan merapikan pakaian pernikahan Adnan tadi.

“Tidak, Han. Ini rumah kita. Kenapa kamu menginap disana?” Perempuan berjilbab itu tak menjawab. Ia langsung meninggalkan Adnan di kamar. Menyisakan senyuman yang terus terlukis dalam bayangan putra Wijaya.

Semakin malam rumah tampak sepi. Keluarga Arum sudah berpamitan untuk pulang. Hana meminta pernikahan dilaksanakan di rumahnya, tidak ada yang tahu maksud keinginan putri Hasan. Biarlah… mungkin ini salah satu kebahagiaan untuknya.

Sementara Arum tengah sendirian di kamar sebelah, menunggu pria berstatus suaminya. Harapan besar putri Pramono adalah Adnan tak akan pernah muncul, apalagi malam ini… Arum enggan membayangkan.

Jika boleh bersuara dan berpendapat, Arum tidak ingin menerima perjodohan - bisa di katakan perjodohan sesat. Terlebih ia tak pernah mengenal bahkan melihat wajah Adnan.

Pukul telah menunjukkan angka sebelas, artinya malam semakin larut. Adnan tak kunjung menghampirinya. Arum sangat-sangat bersyukur, ia pikir tak perlu melakukan kewajiban sebagai istri. Ia juga berharap Adnan tak akan pernah meminta hak-nya.

‘Apa itu mungkin?’ sisi lain dalam dirinya seolah menepis. Mengacau bahwa Adnan tetaplah laki-laki pada umumnya.

.

.

Tinggallah pasangan pengantin baru - Adnan sedang memikirkan cara mereka berinteraksi kelak. Walaupun pernikahan ini agak terpaksa, setidaknya ia bisa menghargai gadis malang di kamar sebelah. Jujur saja, Adnan merasa bersalah. Ia seperti laki-laki perenggut anak gadis tak berdaya.

“Tidak. Dia sudah dua puluh lima tahun. Sewajarnya dia menikah” pria itu membenarkan. Ia pun beranjak - menemui perempuan kamar sebelah.

Seketika Arum mendengar derap langkah yang mendekat.

‘Sepertinya dia akan kesini’ benak putri Pramono.

Bergegas ia menarik selimut hingga hampir menutupi seluruh tubuh, ia akan berpura-pura tidur untuk menyelamatkan diri malam ini saja.

Ketika Adnan membuka pintu, kamar Arum sudah gelap dan hanya ada lampu tidur. Terlihat perempuan di sana telah terlelap.

“Besok saja aku membicarakannya” kemudian Adnan menutup pintu itu kembali.

Lenguhan dari gadis dibalik selimut seolah bersyukur, ia mengira Adnan akan pergi begitu saja. Akan tetapi, lelaki tersebut masih berdiri di depan pintu. Masih meyakinkan hatinya untuk berbicara sebentar kepada Arum.

Seketika pintu terbuka kembali, tak ada kesempatan bagi putri Pramono untuk bersembunyi atau pura-pura tidur. Wajahnya terkaget, sama halnya dengan Adnan. Pria itu tak tahu apa penyebab keterkejutan Arum.

“Ma-maaf. Apa saya mengganggu?” tanya Adnan, masih berdiri di tempat.

“Ada apa ya?” Arum juga merasa hawa asing nan canggung di sini.

“Itu, mmm… ada yang ingin saya bicarakan padamu.” Adnan tampak bingung. “Boleh saya sedikit mendekat? Saya masih berdiri kok, tidak bermaksud apa-apa. Sekedar nyaman saat bicara denganmu.” Jelas lelaki yang telah menjadi suaminya.

“Baiklah.”

Gadis yang masih berpakaian lengkap duduk di atas tempat tidur, menunggu Adnan memulai pembicaraan. Melihat dari gerak-gerik Adnan, ia juga begitu canggung, sama seperti Arum.

“Mmm… saya ingin mengajak…”

“Arum. Panggil Arum saja” potong putri Pramono. Adnan terlihat kebingungan memanggilnya.

“Arum. Saya ingin meminta bantuan padamu.” Wajah si istri serius, setia mendengarkan. ‘Aduh, aku tidak enak jadinya’ lagi-lagi Adnan bingung, menggaruk kepala belakang.

“Begini. Bisakah kamu berlaku layaknya istri di depan Hana? Ku pikir dia ingin melihat kita akur, bukan berarti kita musuhan. Maksud saya…” Adnan benar-benar seperti orang bodoh. Di mana keberaniannya selama ini. Mengucapkan nama penyakit saja yang lancar.

“Iya, saya mengerti.” Pungkas perempuan di sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status