“Ternyata benar kau, Anais?” tutur Denver yang kini berdiri di hadapan Anais. Ya, suami Aretha La Devante itu tiba-tiba muncul dan mengganggu Anais. Melihat tampang orang yang paling ingin dia hindari ada di sini, benar-benar membuat dada Anais meradang. Dia hendak menutup kembali pintu itu, tapi pria yang mendatanginya malah menahan bawah ambang tersebut dengan kakinya. Dirinya menatap Anais sengit dan lantas berkata, “mengapa terburu-buru? Apa kau tidak senang melihatku?” ‘Sialan! Dia bodoh atau apa? Mengapa masih bertanya?!’ Anais menyambar keras dalam hatinya, sungguh enggan berinteraksi dengan mantan tunangan biadab itu. “Sungguh kejutan. Bagaimana mungkin kita bertemu di sini?” Alis Denver terangkat sebelah. “Oh, tunggu. Apakah ini karena kau tidak bisa melupakanku?” “Apa maksud Anda?!” Anais menyahut dengan kening mengernyit. “Jangan berpura-pura, Anais! Kau pasti ingat bahwa Pelican Reef Resort adalah tempat bulan madu yang dulu kita rencanakan jika menikah!” sahut Denver
“Astaga, apa aku tidak salah dengar?” Seorang wanita di bangku depan Anais bergumam. Banyak dari peserta lelang yang terkejut mendengar harga fantastis Portrait of Nancy bahkan di awal pembukaan. Namun, seorang kolektor seni tentu tak akan ragu merogoh kocek sedalam apapun jika itu untuk patung langka karya seniman yang agung. Tak lama kemudian, lelaki di bangku tengah mengangkat nomor lelangnya. Detik berikutnya sosok wanita yang berpenampilan glamor pun turut menaikkan tangannya sembari berkata, “51 juta dollar!” “53 juta dollar!” Seorang pria dengan jas biru tua langsung menyahut cepat. Mendengar itu, wanita tadi pun kembali memekik dengan ekspresi dinginnya. “55 juta dollar!” “55 juta dollar! Penawaran tertinggi saat ini ada di 55 juta dollar oleh Madam nomor 78!” Laki-laki paruh baya yang berada di podium depan pun menyeru keras. Situasi semakin panas, tapi Anais yang berada di sebelah Jade hanya terdiam sembari memperhatikan seluruh sudut. ‘Portrait of Nancy … sudah lama a
Feanton yang nyaris memenangkan lelang Portrait of Nancy, kini mendekat ke arah Jade. “Luar biasa! Tidak heran jika yang mendapatkan karya Brought de Lought adalah Tuan Jade!” tukas laki-laki itu dengan wajah sumringah.Sang lawan bincang pun berpaling. Maniknya menyorot tanpa ekspresi, tapi bagi Cosseno yang berada di belakang Feanton, tatapan Jade seolah ingin meringkusnya.‘Aish … mengapa Kakak malah menemui mereka?! Pria ini tidak mungkin mengungkit ancaman kemarin malam ‘kan? Sial! Semoga dia tidak membahasnya!’ batin Cosseno berharap. ‘Memangnya atas dasar apa aku harus minta maaf pada Anais?!’ Tangannya mengepal amat geram, sungguh tak bisa merendahkan harga dirinya sendiri di hadapan istri Jade Herakles tersebut. Meski ingin meledak, tapi Cosseno yang pandai menyembunyikan ekspresi wajahnya bertindak seolah tak terjadi apapun.‘Ya, dia tak akan berani menggangguku di tempat umum seperti ini. Aku tahu dia pria yang menjaga citranya!’ Adik Feanton itu memungkas gemingnya dengan
‘Taktik busuk apalagi yang ingin kau mainkan, Aretha?!’ Anais mendecak dalam hati. Manik hazelnya terpampang tajam, waspada dengan tipuan sang adik yang selalu ingin menjatuhkannya. Namun, di sela itu tatapannya malah tak sengaja menangkap Cosseno yang berada tak jauh di belakang Aretha. Ya, adik Feanton Cossentino tersebut tampak memperhatikan Anais dan Aretha yang tengah beradu tegang. ‘Sial, sedang apa dia di sana?’ batin Anais curiga. Terakhir, Cosseno telah menyebar gosip palsu tentangnya, kali ini Anais tak bisa mengambil risiko jika rekan sesama seniman itu kembali menggali masalah untuknya. Dengan nada sinis, istri Jade Herakles tersebut mendecak, “ikuti aku, kita bicarakan ini di tempat lain.” Aretha seketika menyatukan alisnya, tampak enggan menuruti perintah sang kakak. ‘Dasar, jalang. Aretha yang membawa pesan untuknya, tapi mengapa seolah Aretha yang membutuhkannya?!’ decaknya membatin geram. “Mengapa harus ke tempat lain? Aretha tidak ada waktu untuk meladeni Kak A
“Kau harus melihat wajahmu saat ini, Anais.” Jade sengaja mengejek dengan alis terangkat sebelah.Hal itu semakin membuat Anais membeku, dia pun memastikan bahwa tampangnya kini benar-benar merah.‘Dia berbahaya, aku tidak bisa terus berada di posisi ini!’ batin Anais terus waspada.Tanpa Jade duga, sang istri tiba-tiba mendorong dadanya sembari menyentak sinis. “Menyingkirlah dariku!”Gerakan yang mendadak itu, berhasil membuat Anais terbebas dari kungkungan Jade yang terasa mengintimidasi. Dirinya segera mengambil jarak, netranya juga melayap buncah, tampak jelas sedang mengelak dari pandangan sang suami.‘Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Apa yang membuatnya marah? Oh tunggu, dia memang selalu marah, tapi mengapa dia terus menghindari kontak mataku? Wanita ini bukan tipe pemalu, biasanya dia akan menatapku dengan tajam bahkan saat murka sekalipun.’ Jade bingung dalam hatinya.“Anais—”“A-aku ingin memesan makan malam.” Sang istri lekas memangkas ucapan suaminya yang belum tunta
Raut wajah Jade berubah lebih dingin. Akan tetapi, Anais bukan tipa wanita yang langsung angkat tangan, tak peduli siapapun lawannya.“Apa maksudmu sebenarnya? Mengapa aku tidak boleh bertemu dengan Tuan Hans?” tukas Anais bertanya.Alih-alih langsung menyahut, Jade justru tampak enggan membahas hal tersebut. Pria itu terlihat tenang mengiris bistiknya seolah ingin menyudahi topik yang bahkan baru dimulai beberapa menit lalu.“Astaga, bukankah sebelumnya ada seorang pria yang berkata harus menatap lawan bincang ketika mengobrol?” Anais menyindir keras.Dan itu pun memicu seringai samar menyambangi bibir Jade. “Rupanya kau pandai membalik situasi.” Cucu pertama Hans Herakles tersebut meraih botol wine dan lekas menuangkan cairan merah kehitaman itu ke gelasnya. Dan kala hendak mengisi gelas Anais, sang wanita pun berkata tedas. “Jangan mengubah pembicaraan. Katakan padaku alasan mengapa aku tidak boleh menemui Tuan Hans!”Jade lantas mengangkat pandangan begitu Anais menahan botol an
‘Tidak mungkin!’ tampik Anais membatin.Dirinya segera berpaling, dan maniknya seketika melebar kala melihat sosok yang dulu dihindarinya, kini berdiri di pintu kamarnya.“Ce-cedric?!” tutur wanita itu dengan nada tertahan.Ya, Cedric Devante-seorang pria yang pernah membuatnya menoreh trauma kini kembali mendatanginya.Putra sulung Tigris tersebut melipat kedua tangan ke depan dada sembari berkata sengit. “Cedric katamu? Hei, aku Kakakmu dan aku lebih tua darimu. Berani sekali kau tidak sopan padaku, hah?!”Anais masih tertegun, kata-katanya pun seperti tersangkut di tenggorokan, karena sangat enggan meladeni pria sinting seperti kakak angkatnya itu.Begitu melihat Cedric hendak melangkah masuk kamarnya, Anais pun segera memberang, “berhenti di sana! Jangan pernah mendekat atau aku akan membuatmu menyesal!”“Mengapa kau kaku sekali, Anais? Kita ini bersaudara, mengapa kau memperlakukanku seperti seorang penjahat yang baru keluar dari penjara?” sahut Cedric dengan santainya.“Sial, ha
“Siapa orang-orang itu?” Velma berkata cemas. Beberapa lelaki bersetelan hitam tampak bersitegang dengan penjaga keamanan di depan lobi. Bahkan sebagian dari mereka sudah berhasil masuk ke area dalam galeri. ‘Mengapa tiba-tiba ada segerombolan orang asing mendatangi Dante’s Gallery? Aku tidak pernah membuat janji dengan siapapun. Dan mustahil jika mereka dari pihak yang ingin menyita galeri karena masalah itu sudah tuntas. Lalu, apa tujuan orang-orang itu datang ke sini?’ Anais bertanya-tanya dalam batin. Begitu wanita itu sampai di lantai bawah, dia pun bertanya pada salah satu penjaga di sana. “Siapa mereka?” “Mohon maaf, Nona. Mereka tidak mau memberitahu kami tentang identitas mereka. Orang-orang itu hanya bersikeras ingin masuk dan menemui Anda secara langsung. Jadi kami menahannya karena mereka terlihat mencurigakan,” balas petugas keamanan tersebut. Tentu saja Anais tak bisa menyalahkan pegawainya, bagaimana pun juga mereka telah menerapkan SOP. Sehingga, mau tidak mau Anai