Share

Bertemu Pegawai Baru

Setelah hari yang melelahkan kemarin, aku pun mengawali hari dengan bahagia.

Saat aku sudah sampai di lobby. Kulihat ada seorang lelaki yang menengok ke kanan kiri seperti bingung mencari ruangan.

"Cari apa mas?" tanyaku padanya.

"Eh, maaf saya pegawai baru, saya belum hafal ruangan-ruangan di kantor ini."

"Masnya mau ke mana?"

"Saya mau ke ruang fotocopy. Karena mesin fotocopy di lantai kami sedang rusak."

"Ooh, ruangan itu ada di lantai tiga. Ayo naik sama saya."

"Terima kasih ya. Oh iya, nama saya Gilang."

"Adeeva," jawabku sekenanya.

"Salam kenal ya."

Aku memencet tombol lantai tiga dan segera mengantarnya ke ruang fotocopy.

"Terima kasih ya mbak Adeeva."

"Iya sama-sama. Saya pamit dulu kalau gitu. Tau kan di mana ruangan mas?"

"Iya iya saya tahu."

"Ya sudah, saya naik dulu."

Aku naik ke lantai paling atas di gedung ini, lantai dua puluh.

"Hai By."

"Hello. Sehat kamu?"

"Sehat dong. Kamu sehat?"

"Sehat."

"Kapan mau ngajuin cuti?"

"Nanti bulan kedelapan."

"Ooh, kenapa? Padahal kan udah bisa ngajuin cuti dari bulan ketujuh?"

"Tambahan duit buat lahiran. Haha."

"Ooh, iya juga sih. Semoga lancar ya sampai lahiran. Adek yang sehat, nanti aunty dateng ke rumah buat main sama kamu."

"Iya Aunty."

"Selamat pagi."

"Selamat pagi Pak." Aku dan Ruby berdiri menyambut pak bos.

"Adeeva tolong masuk ke ruangan saya ya. Bawakan kopi juga."

"Baik Pak."

"Semangat Deev!"

Aku berjalan menuju pantry dan segera membuatkan kopi untuk pak bos.

Tok tok tok.

"Permisi."

"Masuk."

"Ini kopinya Pak. Saya izin keluar dulu."

"Adeeva, wanita kemarin bukan siapa-siapa saya."

"Saya tidak pernah bertanya dan tidak pernah ingin tahu Pak."

"Saya cuma ingin mengklarifikasi."

"Saya permisi."

Cklek.

"Gimana Deev? Bilang apa lagi pak bos?"

"Nggak penting By. Udah ayo kerja aja."

Tak terasa waktu makan siang pun tiba.

"Silakan beristirahat."

"Baik Pak," sahut Ruby.

"Ayo ke kantin."

"Yuk. Hari ini apa ya lauknya?"

"Aku nggak hafal kecuali lauk kesukaanku di hari Rabu. Udang."

"Eits. Emang kok ya. Ya udah ayo."

"Iya ayo."

Aku menuntun Ruby ke lift dan memencet tombol lantai dua, tempat kantin berada.

"Ramai ternyata."

"Iyalah, mending makan di kantin kan, nggak bayar, ya dipotong gaji sih, tapi kan nggak sebanyak kalau makan di luar?"

"Iya sih. Ya udah ayo ambil makan."

"Yuk."

Setelah aku dan Ruby mengambil makanan, kami pun mencari tempat duduk.

"Adeeva! Sini!"

Itu Gilang. Pegawai baru yang tadi pagi kuantar ke ruangan fotocopy.

"Siapa Deev?"

"Kayanya itu pegawai baru yang kemarin kamu bilang itu?"

"Eh iyakah? Kok kamu udah kenal aja sih?"

"Tadi pagi aku anter dia ke ruang fotocopy."

"Boleh kami duduk di sini juga?"

"Silakan Deev."

Untungnya masih ada dua kursi kosong di tempat Gilang duduk.

"Kalian berdua aja ke sini?" tanya Gilang.

"Iya."

Kami mengobrol sepanjang waktu makan. Lebih tepatnya Ruby dan Gilang yang banyak mengobrol, aku hanya bicara jika ditanya saja.

"Duluan ya Lang."

"Iya mbak."

"Panggil aja Ruby. No mbak mbak, kak kak atau apa pun itu."

"Siap."

"Beneran ganteng ya ternyata pegawai barunya?" ucap Ruby saat kami berjalan kembali ke ruangan kami.

"Gilang maksudnya?"

"Iya, ganteng kan? Menurut kamu gimana?"

"Ya selayaknya laki-laki, ganteng."

"Tuh kan. Kalau aku belum nikah, mau ah aku sama Gilang."

"Dih, jangan gitu, suami kamu loh By baiknya minta ampun."

"Haha, bercanda aja lah Deev."

"Udah ah ayo balik."

Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore. Langit di luar menunjukkan bahwa sebentar lagi akan turun hujan dan aku tidak membawa payung. Maka dari itu aku harus cepat-cepat memesan ojek online dan kembali ke kost.

"Kalian boleh pulang," ucap Pak Kenzie.

"Baik Pak. Selamat jalan."

Hari ini dia tidak memanggilku ke ruangannya setelah aku membawakan kopi tadi pagi. Mungkin sekarang dia sudah sadar bahwa aku dan dia tidak bisa bersama. Akhirnya aku terbebas darinya.

"Deev, tunggu dong, tolong bantu aku jalan."

Aku yang sudah berjalan beberapa langkah kembali menuju tempat duduk dan menggandeng Ruby.

Sesampainya di lobby, dia pamit duluan karena suaminya sudah datang menjemput.

Sementara aku masih diam di dalam lobby karena hujan deras sudah mengguyur.

"Belum pulang Deev?" Suara Gilang membuatku tersadar dari lamunanku.

"Eh, belum nih Lang, nunggu hujan agak reda dulu."

Kami mengobrol sebentar, ya, aku merasa sebentar tapi ternyata waktu sudah menunjukkan pukul enam kurang lima belas menit dan belum ada tanda-tanda hujan reda.

"Mau pulang bareng aja Deev?"

"Nggak deh Lang, kamu duluan aja. Lagipula tujuan kita juga beda arah kan?"

Tadi kami sudah saling bertanya alamat.

"Iya sih, ya udah aku pulang dulu ya."

"Iyaa."

Ketika suasana kantor sudah mulai sepi dan tinggal segelintir orang di sana. Suara yang familiar masuk ke dalam telingaku.

"Belum pulang?"

"Kalau sudah pulang nggak mungkin saya ada di sini."

"Ya ampun, bener juga ya. Ayo saya antar pulang."

"Nggak perlu Pak. Saya pesen ojek online aja."

"Tapi masih deras gini loh hujannya. Lagian, tempat tinggal kita juga searah kan? Kantor juga udah mulai sepi."

Aku berpikir beberapa menit dan akhirnya mau tak mau mengiyakan tawaran tersebut karena memang aku tidak bisa menjamin kapan hujan akan reda.

"Nah gitu dong. Saya nggak akan macam-macam kok."

"Berani macam-macam saya pukul Pak."

"Galaknya. Ayo sekalian ikut aja ke parkiran."

Aku berjalan di belakang pak Kenzie, menatap punggung tegapnya.

"Kok bisa sih suka sama aku?"

Tiba-tiba pak Kenzie berhenti, aku pun tersadar bahwa perkataan yang ada di dalam pikiranku itu terucap.

"Eh? Emm, ayo Pak kita pulang. Mobil bapak di mana ya? Biar saya yang bawa mobilnya."

Kami kembali berjalan dalam diam sampai ke tempat mobil pak Kenzie berada.

"Saya aja yang nyetir, kamu duduk aja."

Aku bingung harus duduk di mana. Akhirnya aku membuka pintu belakang.

"Kamu kira saya supir kamu? Duduk depan!"

"Iya Pak."

Aku pun menutup pintu belakang dan membuka pintu penumpang depan.

Saat sudah duduk, tiba-tiba pak Kenzie mendekat ke arahku. Aku yang kaget pun refleks menutup mata.

"Sabuk pengaman kamu belum dipakai."

"Oh iya. Saya bisa pakai sendiri kok Pak."

Pak Kenzie melajukan mobilnya. Aku merasa suasananya sangat canggung dan tidak enak.

Tiba-tiba bosku itu berkata,

"Saya suka sama kamu karena kamu orang pertama yang membuat saya merasa jadi manusia biasa. Bukan barang yang bisa ditransaksikan, ataupun mesin uang berjalan."

Kata-kata itu terus terngiang bahkan hingga aku sampai kost dan akan tidur.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status