Lunar menatap pria yang saat ini sudah duduk di depannya. Pria itu pun juga melihat padanya dengan senyum manisnya. "Jadi, Lunar yang jadi sekretaris anda, Tuan Bumi?" tanya pria itu masih menunjukkan senyumnya. Bumi dengan wajah datarnya menyahut, "Ya. Dia sekretaris saya yang baru. Apakah kalian saling mengenal?"Bisa Lunar lihat lirikan tajam yang diberikan oleh suaminya. "Kami berteman sewaktu saya magang di Jakarta. Sayang sekali, kami lost contact sejak Lunar menikah," jelas pria itu melihat pada perempuan di depannya. "Anyways, bagaimana kabar suamimu? Kalau mau bulan madu ke sini, katakan saja biar nanti aku berikan tempat yang istimewa."Lunar bingung harus bagaimana, dia melihat pada suaminya sejenak. Lalu, melihat pada pria yang dia kenal bernama Max. "Ah, itu ... .""Bisakah kita bicara tentang pekerjaan, Tuan Max? Untuk estimasi waktu karena ada tempat yang harus kami kunjungi," ucap Bumi memotong ucapan Lunar yang terlihat kebingungan. Max merasa tidak enak pada Bum
Bukan Bumi namanya jika tidak menepati apa yang sudah diucapkannya. Setelah memutuskan untuk menginap di villa selama mereka di Bali, lelaki itu mengajak Lunar untuk berkemah di hutan buatan. Tepatnya di depan danau buatan yang terlihat cukup luas dan terdapat perahu kayu di sana. "Di sini tidak ada buaya 'kan, Mas?" tanya Lunar saat mereka berada di depan tenda. Bumi yang baru saja duduk di samping istrinya berkata, "Aku tidak berminat pelihara buaya!"Lunar membuatkan bibirnya, lalu melihat ke arah matahari tenggelam. Pemandangan yang begitu indah dan belum pernah dia rasakan. "Mau mandi di danau?" ajak Bumi pada istrinya. "Hah?""Ayo, aku tahu kamu belum mandi. Lagipula aku mau mencoba sensasi baru," ucap lelaki itu seraya menggendong istrinya dan masuk ke dalam danau. Lunar mau menolak, tetapi apalah daya dia tidak pernah bisa melakukannya. "Mas, a-aku tidak bisa berenang," ujarnya mengeratkan pegangan pada leher suaminya. "Kalau begitu biar aku ajari!"Gelengan keras diber
Tidak mau membuang waktunya dengan dua manusia tidak penting di depannya, Lunar segera masuk ke dalam ruangan. Sudah ada yang mendaftarkannya, sehingga tinggal masuk dan bertemu dengan dokternya. "Selamat siang, silakan duduk. Dengan Ibu siapa?" tanya dokter perempuan paruh baya yang sangat ramah. "Saya Lunar, Dok. Saya ingin berkonsultasi tentang bagaimana cara baik agar lekas diberikan momongan," seru Lunar sama seperti dulu saat dia masih jadi istri Satria, padahal mantan suaminya tidak sekalipun mau menyentuhnya dengan lebih. "Sebelumnya, saya cek dulu kandungan Ibu ya?"Lunar mengangguk setuju. Walau dia sudah pernah cek dan hasilnya baik-baik saja, tetapi tidak ada salahnya cek kembali. Dokter meminta perempuan itu berbaring di ranjang, lalu mengoleskan gel pe perutnya. Setelah itu, dia mengusap perutnya dengan alat pendeteksi yang muncul di layar kecil. Seusai itu, pasien dan dokter itu kembali berhadapan. "Jadi, bagaimana Dok? Apakah tidak ada masalah dengan rahim saya?"
Seusai makan siang, Lunar pikir bahwa suaminya akan kembali ke kantor. Lelaki itu malah membawa pekerjaannya ke apartemen dan memintanya untuk menemani bekerja di dekat balkon. "Mas, boleh aku minta sesuatu?" tanya Lunar yang duduk di samping suaminya. "Apa?""Tadi, aku bertemu dengan Mella dan Satria yang keluar dari dokter kandungan. Bisakah, Mas mendapatkan hasil pemeriksaannya? Aku sudah bertanya pada dokternya, tetapi dia tidak mungkin bilang karena bisa melanggar kode etik. Jadi, kalau sama Mas ... ."Lunar menggantung ucapannya karena ditatap oleh suaminya. "Akan aku dapatkan hasilnya! Ada lagi yang kamu inginkan?"Tidak ada atau belum ada yang dia inginkan, jadi Lunar pun menggelengkan kepalanya. "Jadi, tadi kamu bertemu dengan mantan suami dan sepupumu? Apakah mereka mengganggu?" "Em, tidak menggangu, Mas. Hanya saja, terjadi sedikit terjadi perdebatan di antara kami. Namun, masih bisa aku tangani," balas Lunar meyakinkan suaminya. Sayangnya lelaki itu bukanlah orang ya
Hari ini Lunar sudah kembali ke kantor untuk bekerja. Dia membawa bekal seperti yang suaminya minta. Kotak bekal dia tata di atas meja bersama kopi susu yang biasa diminta oleh Bumi. "Selamat sarapan, Tuan," kata Lunar pada atasannya. "Hm. Nanti akan ada tamu dari Pabrik Kayu Sejahtera. Aku harap kamu juga di sini untuk menemui mereka!"Pabrik itu adalah pabrik milik almarhum papa Lunar yang direbut oleh saudara laknat dan mantan suaminya. "Memang mau bahas apa, Tuan? Apakah masalah keuangan yang mereka naikkan begitu saja?""Salah satunya. Mereka juga meminta pada Septian untuk diberi kesempatan menangani pembangunan! Padahal bukan ranah mereka. Karena memaksa makanya Septian meminta mereka menemuiku!"Lunar berdecak dengan kemauan mantan suaminya yang aneh-aneh saja. Sudah jelas masalah pembangunan ada pembagiannya sendiri, malah sok ingin menangani. Belum lagi sesuka hati menaikkan harga kayu, setelah Lunar lihat datanya sangat jauh dengan harga yang biasa ditetapkan. "Nanti, a
Di dalam sebuah ruangan terdengar suara desahan dari dua orang yang sedang saling menyentuh. Hanya saling menyentuh, tidak sampai melakukan hubungan intim. Siapa lagi jika bukan Lunar dan Bumi. Siang sudah beranjak malam, namun keduanya masih berada di sana. Awalnya Lunar mau pamit pulang, sayangnya Bumi melarang dengan memberikan tugas yang harus dikerjakan di ruangannya. Lunar menurut dan siapa sangka suaminya malah mengambil kesempatan untuk menyentuhnya. "Mas, nanti ada kebablasan," kata Lunar yang terbaring di sofa dengan pakaian berantakan. Sedangkan Bumi, berada di atasanya sambil menikmati bagian depan tubuh Lunar yang menonjol dan menggoda untuk disentuh. "Malam ini aku tidak bisa menemanimu di apartemen, jadi aku ingin menikmati malam ini denganmu," kata Bumi melabuhkan bibirnya pada bagian leher istrinya seraya memberikan sebuah tanda. Ingin Lunar melarang, tetapi percuma. Mana mungkin suaminya mau menurut. Yang ada, lelaki itu akan semakin membuat banyak tanda pada tu
Lunar tidak menduga bahwa suaminya benar-benar datang, walau mengenakan pakaian yang serba tertutup. "Sudah bertemunya?" tanya Bumi dengan suara sedikit pelan agar tidak di kenali oleh Satria. "Hm." Lunar mengangguk. "Ayo kita pulang."Diraihnya tangan sang suami untuk meninggalkan tempat itu. "Hei, Bung. Benarkah kamu suaminya Lunar?" tanya Satria yang berdiri dari duduknya. Lunar dan sang suami berbalik menatap pria yang tersenyum mengejek. "Ya, aku suaminya!" sahut Bumi dengan lantang. Satria melihat penampilan tertutup lelaki di depannya. Seolah memindai, lalu menunjukkaj wajah sinisnya. "Kenapa kamu mengenakan pakaian seperti ini? Apakah kamu seorang teroris?""Jaga bicaramu, Satria! Suamiku seperti ini karena dia sedang dalam masa pemulihan!" sentak Lunar berbohong. Dahi Satria mengerut. "Pemulihan? Jadi kamu menikahi seorang penyakitan? Ah, pantas saja dia mau dengan janda sepertimu!"Kedua tangan Lunar terkepal dengan erat. Sebuah sentuhan membuatnya menoleh dan tangan
Setelah pembicaraan dengan pelayan dari Bumi, Lunar bersiap untuk berangkat ke kantor. Hari ini dia akan mengunjungi pabrik setelah sekian lama tidak datang ke sana. Saat ini dia masih berada di dalam mobil yang melaju menuju ke kantor. Pembicaraan dengan Bibi masih bisa Lunar ingat dengan jelas. Walaupun Bibi tidak mengatakan dengan jelas apakah istri pertama suaminya tinggal dengan keluarga Mahendra. Secara tersirat Bibi menunjukkan bahwa hubungan mereka dengan Clara kurang baik. "Kita sudah sampai di kantor, Nyonya," seru Pak Sopir pada majikannya. Lunar tersadar dari lamunannya. "Ah, oke."Dia pun turun dari mobil dengan membawa bekal untuk suaminya. Seperti biasa beberapa orang tidak bosan dan jegah melihatnya turun dari mobil. Mereka semua sudah tahu bahwa dirinya sudah menikah. Pandangan mereka jadi berubah dengan kabar yang mulai beredar bahwa dirinya simpanan om-om. "Aku jadi penasaran, Om-om macam apa yang jadi suaminya," kata karyawan yang melewatinya. "Mungkin saja Om