Steven menggenggam ponselnya setelah Seth menghubunginya perihal yang terjadi pada Rex Milan. Ia berpikir untuk mengambil keuntungan dari hal tersebut. Steven sudah akan menghubungi Jupiter King saat pintu di belakangnya terbuka. Rei dan Venus keluar, maka Steven pun memutuskan sambungan telepon yang sudah tersambung tapi tidak sempat bicara.“Tuan Steven, aku ingin bicara sedikit padamu tentang Adikku, Venus,” ujar Rei pada Steven yang kemudian mengangguk dengan sopan.“Venus akan kembali meluncurkan album terbarunya. Jadi aku mau pengamanan yang eksklusif untuknya. Uhm, mungkin kamu harus menambah anggota?” Rei sedikit melirik pada Emerson yang datang mendekat. Steven mengerti yang dimaksudkan oleh Rei. Ia mengangguk untuk mengiyakan.“Baiklah, Tuan Harristian. Aku akan memberitahukan hal ini pada Tuan Black─”“Siapa nama bosmu?” tanya Rei dengan raut serius. Venus terus memperhatikan kakak dan pengawalnya bergantian.“NLE Black.” Kening Rei sontak mengernyit dalam.“Namanya seperti
Beberapa pasang mata memperhatikan Steven kala ia masuk ke dalam coffee shop bersama Venus dan Emerson. Posisi Emerson di belakang dan Steven di sebelah Venus menjadikannya pusat perhatian. Terlebih wajah Steven yang mengenakan topeng untuk menutupi parut luka di wajahnya, begitu membuatnya berbeda. Steven tampak malu dan sedikit menurunkan pandangannya. “Kita bisa duduk di sini, Nyonya.” Steven mempersilakan Venus yang kemudian mengangguk. Emerson memanggil salah satu pelayan yang kemudian mencatat pesanan mereka. Dan Venus pun memesan yang disebutkan Steven di mobil beberapa saat lalu. “Aku sudah lama tidak ke tempat umum dengan banyak orang. Ini pertama kalinya setelah kebakaran itu, Nyonya.” Steven mengaku. Venus tersenyum lembut sambil melipat kedua tangannya di atas meja. “Jangan malu. Kamu kan bukan penjahat,” balas Venus masih tersenyum. Steven kembali menaikkan pandangannya menatap Venus. Venus tidak pernah kehilangan sisinya yang sangat menghargai orang lain. Ia memiliki h
Peter Dumanuw mulai tidak berkonsentrasi bekerja. Ia sedang mencari cara untuk bisa naik ke atas menemui Cindy. Setelah melihat Sebastian yang melintas di depan coffee shop tempatnya bekerja membuat Peter gundah.“Peter, ada pesanan kopi di lantai lima, tolong antarkan!” perintah salah seorang barista pada Peter yang masih bengong. Peter tertegun beberapa detik lalu menyahut untuk menyanggupi.“Baik!” ucapnya bersemangat. Ia mengemas dengan baik kopinya sebelum memberikan nama pelanggan sesuai pesanan.“Aku akan ke atas─” Peter sudah bersiap keluar saat manajer Coffee Shop memanggilnya.“Mau ke mana kamu?”“Aku harus mengantarkan pesanan ini,” jawab Peter menunjukkan pesanan dari salah satu pelanggan.“Berikan saja pada yang lain─”“Tidak bisa. Dia sudah menunggu!” pungkas Peter dengan cepat memotong. Ia segera pergi agar manajer galak dan cerewet itu tidak menyuruh-nyuruhnya lagi. Peter bahkan tidak peduli jika ia diteriaki oleh sang Manajer yang terus memanggil namanya.Setidaknya P
“Kemari!” Venus memanggil Steven yang sedang berjaga di depan kamarnya untuk masuk ke dalam. Steven sempat menoleh pada Emerson yang hanya tersenyum canggung. Ia pun masuk ke dalam kamar Venus lalu menutup pintu.“Ada apa, Nyonya?” tanya Steven pada Venus yang sudah berganti pakaian.“Aku mau kamu menemaniku makan malam di sini. Ajak Emerson juga,” ujar Venus dengan senyumannya. Kening Steven sedikit mengernyit. Jika Rex Milan pulang dan menemukan Venus makan malam bersamanya, maka ia akan semakin marah.“Baiklah, Nyonya. Apa kita akan turun ke bawah?” Venus mengangguk masih tersenyum cantik. Steven ikut tersenyum lalu berbalik. Tiba-tiba tangannya dipegang oleh Venus. Steven pun berhenti lantas berbalik.“Setelah pulang dari sini, bisakah aku memintamu untuk datang ke rumah orang tuaku? Aku ingin memberikan kabar pada mereka,” ujar Venus membujuk Steven. Steven terperangah dan tertegun menatap Venus.“A-Apa?”“Iya, aku akan berikan alamatnya. Tapi jangan ajak Emerson. Aku mengatakan
Sebastian mengajak Cindy untuk makan malam di salah satu restoran Grill di Brooklyn. Restoran dengan konsep keluarga yang nyaman itu sangat memanjakan mata.“Apa kamu pernah kemari?” tanya Sebastian berbasa-basi sebelum duduk di kursinya.“Belum pernah, Pak.” Cindy menjawab dengan sebuah senyuman.Tak berapa lama, Peter ikut masuk dari pintu yang sama dan mulai celingak-celinguk mencari keberadaan Cindy.“Selamat malam, apa sudah memesan tempat?” sapa salah satu pelayan yang datang menghampiri Peter.“Oh, maaf. Belum.”“Apa Anda sendiri atau bersama pasangan?”“Aku sendirian tapi aku ingin meja di─” Peter celingukan mencari Cindy sampai ia melihatnya di salah satu sudut bersama Sebastian.“Di sana!” tunjuk Peter pada meja tak jauh dari tempat Cindy. Pelayan itu melihat ke arah yang ditunjuk oleh Peter lalu tersenyum.“Silakan ikut aku, Tuan.”Peter pun mendapatkan sebuah meja yang berselang hanya satu meja dari meja Cindy. Meski tidak mungkin mendengar tapi setidaknya ia bisa mengawas
“Rencana apa, Pak?” selidik Cindy makin penasaran. Sebastian terdiam sesaat saat sadar jika ia nyaris saja memberitahukan pada Cindy apa yang terjadi.“Oh itu, maksudku. Rencana untuk membesarkan perusahaan. Memangnya kamu pikir apa rencanaku? Menghancurkan dunia? Hahaha!” Sebastian balas berceloteh sekaligus menertawakan Cindy. Cindy yang sudah lebih awal serius hanya bisa tersenyum saja.“Aku punya impian dan keinginan sendiri, Cin. Aku ingin membuktikan pada Ayahku bahwa aku adalah anak yang sama kuatnya dengan mendiang Kakakku, Samuel,” ujar Sebastian kembali bicara serius.“Itu sebabnya mengapa aku bersikeras untuk mendirikan perusahaan ini tanpa bantuan dari orang tuaku. Setelah Kakakmu meninggal, semua jadi kacau!” sambungnya tampak sedikit emosional.“Memangnya apa yang terjadi, Pak?”“Kakakku dibunuh di jalanan, tidak ada yang tahu siapa yang melakukannya. Gara-gara itu, Ayahku membekukan semua warisanku. Aku dihapus dari penerima warisan keluarga Arson. Dia malah memberikann
“Kamu saja yang maju!” Emerson menolak punggung Steven yang berdiri di depan pintu ruang ganti di kamar Venus.“Apa!” sahut Steven berbalik sambil mendelik padanya.“Aku takut pada kecoak!”Steven sampai membuka mulutnya tak percaya dengan apa yang ia dengar. Bagaimana bisa pria dewasa seperti Emerson bisa takut pada kecoak? Lagi pula bagaimana bisa ada hewan itu di rumah semewah ini?“Tidak ada kecoak di dalam!” ucap Steven mulai kesal.“Aku yakin ada. Ayo ke sana! Ayo periksa!” Emerson terus mendorong Steven untuk maju sedangkan ia terus mundur lalu lari.“Em ... Emerson! Astaga!” panggil Steven pada Emerson yang kabur ke luar. Tinggallah Steven di dalam dengan keadaan bingung harus berbuat apa.“Ah, mana ada kecoak sih!” gerutu Steven pada dirinya. Sambil menggaruk kepalanya, Steven pun masuk ke dalam untuk mengecek. Steven mencari dari sudut ke sudut dan tidak menemukan apa pun.“Ah, mana mungkin ada kecoak ...”Seekor kecoak dewasa berlari melewati sepatu Steven dan mata Steven p
Rex Milan keluar dari mobilnya sambil terhuyung. Ia masuk ke sebuah apartemen mewah yang dimilikinya sejak beberapa tahun lalu. Akan tetapi, tempat itu bukanlah rumahnya.Setelah menekan tombol lift yang membawanya naik ke lantai yang ia tuju, Rex Milan menatap datar bayangan dirinya pada pantulan pintu lift. Napasnya ditarik berat dan ia hanya bisa diam di sana. Setelah pintu terbuka, Rex Milan keluar.Ia berjalan masih terhuyung mengarah ke sebuah kamar apartemen. Di depan, Rex Milan menekan tombol belnya. Ia menunggu beberapa saat sampai pintu terbuka dan terlihat seorang wanita tertegun menatapnya.“Rex, apa yang kamu lakukan di sini?” tanya wanita itu. Rex Milan masih diam saja. Ia menerobos masuk begitu saja. Wanita itu masih tertegun bingung dan akhirnya menutup pintu.“Kenapa sepi?” tanya Rex Milan sambil berjalan ke dalam menuju ke kamar utama.“Ini sudah waktunya tidur, Rex. Kenapa kamu pulang?” wanita itu membalas dengan nada sedikit ketus. Rex Milan langsung berbalik.“Apa