Ana memang baru tahu kalau Sifat Bella tak semanis yang dia tampilkan di depan kamera.
Sebelumnya memang mereka tak terlalu kenal dekat meski tak jarang bertemu di lokasi syuting, bahkan bisa disebut mereka adalah saingan dalam mendapatkan kursi sebagai artis terbaik, tapi menurut Ana itu hal yang sangat biasa, dimanapun pasti akan ada persaingan, selama persaingan itu sehat, dan sekarang mereka bersaing untuk mendapatkan perhatian suami mereka.Oh ... Ana tentu sangat paham kepada siapa hati suami mereka condong, tapi Ana bukan orang yang mudah menyerah, dia tak akan bisa mencapai semua ini jika dulu dia menolak tawaran Adam dan mau bekerja keras mencapai cita-citanya, meski Ana bukan sosok yang ambisius yang tak mengenal kata tidak, tapi tetap saja dia akan lebih memilih berusaha sekuat tenaga dulu.“Mari saya bantu bawakan ke dalam, Mbak.”Ana menoleh lalu tersenyum pada bibi yang menawarkan bantuan untuknya.Ana teringat dengan tiket bulan maddu hadiah dari ibu mertuanya tadi. oh... astaga, dia akan berbulan madu, akhirnya dia bisa menikmati momen itu dan bonusnya suaminya juga adalah laki-laki yang dicintainya, pipi Ana menghangat seketika teringat malam-malam yang telah dia lalui dengan Raffael. “Kenapa kamu mengajukan cuti tambahan?” tanya Adam kentara sekali dalam nada suaranya kalau dia tidak setuju. “Aku mendapat hadiah paket bulan madu dari ibu,” kata Ana dengan nada bahagia yang tak dapat dia sembunyikan. “Ibu?” “Ibu mertuaku, ibunya Raffael, dia sangat baik, Mas juga tahukan kalau dia itu salah satu fansku.” “Syukurlah kalau beliau baik padamu.” “Iya, Mas, aku bahkan tak menyangka mereka baik padaku, kupikir karena mereka orang kaya akan sombong dan sok gengsi.” “Bagaimana dengan Raffael dan Bella.” “Mereka juga baik.” Cepat terlalu cepat Ana me
Dulu saat sang nenek pergi meninggalkannya sendiri di rumah, Ana akan langsung merengek minta ikut, kepergiaan orang tuanya membuat Ana ingin selalu bersama satu-satunya orang yang dia cintai di dunia ini, tapi seiring kedewasaannya, Ana menyadari dia tak akan bisa selalu bersama dengan orang yang dia cintai, ada kalanya mereka harus terpisah sesaat untuk bisa mendapatkan hal yang lebih baik. Ana tidak akan menyangka kalau dalam acara bulan madu juga dia akan ditinggal sendiri. Sangat lucu bukan kalau ternyata sang pengantin tidak ikut serta dalam bulan madu tersebut. Akan tetapi lagi-lagi dia tak mampu untuk berbuat banyak, cinta di hatinya yang begitu besar untuk Raffael, juga karena pernikahan mereka yang memang bukan berlandaskan cinta membuat semuanya memang tak seperti biasa. “Apa memang harus seperti itu?” tanya Ana seolah meyakinkan dirinya sendiri, bahwa Raffael mungkin saja akan merubah keputusannya ini. “Memang harus begitu.”
Raffael menatap wanita yang menjadi istri mudanya ini dengan mata memicing, tapi dia menghembuskan napas keras, karena sadar ada sopir yang bisa mendengar ucapan mereka, memang sang sopir adalah orang kepercayaannya dan sudah bekerja lama, tapi sekali lagi yang dia hadapi adalah orang tuanya sendiri, Raffael tidak mau ada kesalahan sedikitpun. “Sesuai jadwal,” jawabnya singkat, lalu berkutat lagi dengan tablet di tangannya, tak lagi memperdulikan Ana yang terus saja memandangnya. “Luar biasa, ibu benar-benar menyiapkan semuanya dengan baik untuk kalian,” kata Bella saat melihat kamar president suite dengan view pantai yang sangat romantis, juga paket bulan madu yang baru saja dijelaskan pihak hotel pada mereka.“Jangan sedih sayang, yang penting sekarang kita yang berbulan madu, ibu memang terlalu baik jadi mudah dimanfaatkan oleh wanita licik seperti Ana.” Bella tersenyum samar saat mendengar nada kebencian dalam kalimat Raffael saat mem
Raffael menatap tablet di tangannya dengan muka pias, kemarahan ayahnya di ujung sana membuat kantuknya seketika lenyap, apalagi terdengar kalimat kecewa dari sang ibu, membuat Raffael merasa bersalah.Raffael tak menyesali meninggalkan Ana sendiri dan malah berbulan madu dengan Bella menggunakan tiket yang sebenarnya untuk Ana, tidak, dia sama sekali bukan merasa bersalah karena itu. dia merasa bersalah karena telah membuat orang tuanya kecewa, hatinya memang tak bisa dibohongi dia tak memiliki cinta untuk Ana. “Ada apa, Raf, apa ada masalah?” Bella yang barusan terbangun memandang tak mengerti pada Raffael yang hanya duduk diam, wanita itu lalu membenarkan selimut untuk menutupi tubuhnya dan melongokkan kepalanya pada tablet yang ada di tangan Raffael. ‘Raffael Alexander liburan bersama di Bali dengan Isabella’Bella langsung merebut tablet di tangan Raffael, judul artikel itu membuatnya shock, dengan cepat tangannya meng
Sesampainya di Bali, Ana langsung di antar ke kamar hotel yang sangat luas, disana Raffael sudah duduk dengan tenang di atas Ranjang. “Ada apa sebenarnya, Raf, bukankah kamu memintaku berada di hotel dekat bandara?” tanya Ana yang masih kebingungan, orang-orang kepercayaan Raffael, ternyata sangat patuh dan tetap bungkam meski Ana berkali-kali menanyakan alasan dia dibawa ke Bali. “Jangan banyak tanya, kita akan belanja oleh-oleh untuk semua orang, segera bersiap.” “Hah?” Raffael berdecak kesal, dia melotot pada Ana yang hanya bengong di depan pintu. “Apa kalimatku tadi kurang jelas, kamu tidak mempunyai masalah dengan pendengaran bukan,” katanya ketus. “Oh...hmm iya sebentar aku akan bersiap.” Ana terlihat salah tingkah saat Raffael menggandeng tangannya lembut, mereka berjalan dengan tenang, langit hari ini juga sangat bersahabat, matahari memang bersinar cerah, dia seolah tersenyum memanda
Ana bukan orang yang merasa ponsel adalah belahan jiwanya. Saat Raffael menyita ponselnya, setelah dia menghubungi orang-orang yang mungkin saja menghubunginya, termasuk sang nenek dan Adam, Ana langsung memberikannya dengan suka rela, terlalu lama hidup susah sehingga yang terpikir dalam otaknya adalah bekerja dan bekerja, soal komunikasi tentu sang manager sudah bisa menghandlenya. Pun untuk media sosial, Ana jarang sekali menggunakan media yang sedang digandrungi banyak orang itu, bukan karena tidak suka, tapi karena malas saja, adam juga sudah mengatur semuanya mempekerjakan seorang gadis manis yang menurut Ana sangat baik dan smart untuk menghandlenya, dia hanya tingga berpose untuk mengambil beberapa gambar kegiatannya selama ini. Sudah hanya itu. dia tak ingin memperumit hidupnya. Tapi sekarang Ana menyesali pemikirannya yang terlalu naif itu, dia bahkan hanya menatap tak mengerti dengan pertunjukan di depannya ini.
Lagi dan lagi Raffael merasa tak berdaya untuk membela wanita yang dicintainya di hadapan orang tuanya. Raffael dibesarkan dengan baik dan penuh limpahan kasih sayang, tapi dia juga dididik untuk bertanggung jawab, membangkang orang tuanya adalah hal yang sangat dia hindari. “Aku mencintaimu, yakinlah itu, kita mungkin akan berpisah sementara waktu, tapi cintaku tetap utuh untukmu.” Mereka sampai di rumah Raffael saat hari menjelang malam, tak terlihat para asisten rumah tangga yang biasanya berlalu lalang, Raffael memang sengaja memberi jatah libur pada mereka untuk beberapa hari kedepan karena dia dan istri-istrinya juga pergi, hanya ada dua orang satpam yang berjaga di depan. “Ehm... aku akan menyiapkan makan malam, kamu mau makan apa?” tanya Ana sedikit gugup, ini pertama kalinya mereka di rumah besar ini hanya berdua saja.“Terserah,” kata Raffael tak acuh dia langsung berlalu menuju kamarnya dan Bella. A
Raffael sama sekali tak menyangka kalau Ana akan langsung memeluknya. Kaki wanita itu bahkan melingkar erat di pinggangnya, tangannya pun bahkan bisa dikatakan hampir mencekiknya karena terlalu erat, dia bukannya tak berusaha untuk melepaskan pelukan itu tapi Ana terlalu bandel, membuat Raffael kewalahan. “Apa yang kamu lakukan,” katanya datar. Tangan Raffael yang ingin mendorong Ana, langsung berhenti di udara saat tubuh dalam pelukannya itu bergetar hebat, apalagi tak lama kemudian listrik padam, dan menyisakan kegelapan. “To...tolong aku takut,” kata Ana dengan suara yang gemetar. Keadaan yang gelap memang tak memungkinkan Raffael untuk melihat wajah Ana, apa sedang berpura-pura ataukah benar ketakutan, tapi Raffael juga bukan laki-laki yang tidak punya hati yang akan membiarkan orang ketakutan, meski sebenci apapun dia pada Ana. Perlahan tangan Raffael menepuk punggung Ana lembut. “Tenangla