Kelakuan Ana makin membuat Raffael muak, apalagi Bella yang tadi sudah susah payah dia buat tersenyum kini kembali menangis dan terluka.
Bella adalah belahan jiwanya sejak kecil mereka terbiasa untuk bersama dan saat para tetua menjodohkan mereka, langsung disambut dengan begitu antusias.gadis kecil yang dulu selalu ingin dilindunginya kini malah lebih sering terluka saat berada di sampingnya, dan Raffael sama sekali tak bisa menerima hal itu, siapapun yang membuat Bella menangis dan bersedih harus merasakan akibatnya.“Dia sengaja mendekati ibu,” gumam Bella di antara tangisnya.Raffael hanya bisa terdiam dengan amarah yang membakar dadanya.Bella menatap sang suami dengan sendu, Raffael tahu, Bella adalah korban sesungguhnya dari kelicikan wanita itu, dan sialnya dia tak bisa apa-apa untuk menentang kehendak ayahnya.“Jangan khawatir aku akan mengurusnya, kamu mandi saja dulu, aku akan memberinya peringatan keras.”<Raffael dan bella mengakhiri liburan mereka lebih awal, karena kekacauan yang disebabkan oleh foto itu. Raffael perlahan menghentikan mobilnya dan memperhatikan Bella yang duduk di kursi penumpang, dia terlihat sangat sedih, rasa bersalah langsung menyelimuti hatinya, juga kemarahan di saat yang hampir sama.Di sinilah sekarang mereka, di rumah orang tuanya, dia harus meminta penjelasan pada sang ibu. “Aku ingin bicara sebentar, bu.” Sang ibu yang sedang asyik menonton drama yang dibintangi oleh Ana, hanya menoleh sekilas. “Kalian datang, bicara saja.” Raffael menghela napas terlihat tak sabar dengan sikap tenang sang ibu. “Bisakah kita bicara di ruang yang lebih privat, mungkin di ruang kerja ayah.” Sang ibu mengangkat alis, dilihatnya kembali drama di televisi yang sedang seru-serunya, rasanya enggan untuk meninggalkannya, tapi ekspresi sang anak yang terlihat serius membuatnya harus mengalah. “Kenap
Akhir bulan Juli pun tiba, hari di mana pernikahan Raffael dan Ana akan segera di langsungkan. Bukan perhelatan mewah seperti yang sudah diduga oleh publik memang, hanya sebuah pesta tertutup dengan beberapa kerabat dan teman dekat mereka yang diundang, meski sedikit lebih besar dari pernikahan Raffael dan Bella yang memang digelar sangat tertutup dengan hanya mengundang keluarga inti saja, tapi tetap saja pernikahan ini terasa sangat hambar bagi Raffael. Tak bosan-bosannya dia merutuki dirinya sendiri yang malam itu sampai jatuh dalam jebakan Ana dan berakhir mengkhianati istrinya. Raffael memandang Ana yang di dudukkan di sampingnya dengan memakai gaun yang senada dengan bajunya sendiri, tapi entah mengapa Raffael merasa ada yang salah dengan gaun itu. Yang salah bukan bajunya, tapi orang yang memakainya, batinnya sinis. Dia tahu gaun itu pilihan ibunya, dan sang ibu juga sudah mengatakan-meskipun Raffael malas untuk mendengarkan- harga gau
“Sudah cukup jangan bicara apapun, tidak ada yang lebih penting untukku dari pada kamu.” Raffael memeluk Bella dengan erat, dia ingin meyakinkan Bella dengan pelukannya bahwa semuanya akan baik-baik saja, bahkan Raffael tidak ambil pusing dengan para tamu di luar sana yang ingin dia lakukan sekarang adalah bagaimana membuat Bella percaya padanya dan tidak bersedih lagi. “kamu tidak akan kembali ke bawah?” tanya Bella sambil mengatur nafasnya yang memburu, setelah apa yang mereka lakukan bersama tadi, tubuh keduanya pun masih sama-sama polos di bawah selimut. Raffael berbaring miring dan menatap sang istri dengan sayang, dia selalu kagum dengan wajah cantik sang istri dan akan makin cantik setelah apa yang mereka lakukan tadi. cintanya pada Bella memang sangat besar tapi entah kenapa setelah kejadian malam itu hubungan percintaan mereka menjadi lebih hambar, dia tak lagi merasa puas seperti sebelumnya. Raffael menggelengkan kepalanya, demi Tuha
Pernikahan adalah sebuah momen yang sangat membahagiakan bagi sepasang insan, tapi sepertinya hal itu tidak akan terjadi pada Ana. Jauh-jauh hari dia sudah mempelajari semuanya, menghafalkan semuanya seperti dia membaca skrip film atau drama yang akan dia bintangi, mensugesti dirinya sendiri bahwa ini hanya bagian lakon yang akan mengantarkannya pada kesuksesan dan juga membuatnya lebih dekat dengan laki-laki yang dia cintai, akan tetapi rasa sedih dan malu ini sangat nyata, dia bahkan bisa mendengar bisik-bisik beberapa orang yang memandangnya sebelah mata, dongeng indah yang tersebar di depan publik nyatanya hanya isapan jempol belaka. Ana hanya sendiri di sini, berusaha berdiri dengan tenang untuk menyalami para tamu undangan. “Di mana Raffael Ana? seharusnya dia menemui tamu bersamamu?” tanya salah seorang dikenal Ana sebagai seorang produser ternama, dan Ana juga pernah bekerja sama dengannya. “Ah itu, Maafkan, Raffael sedang sakit perut dia ke belakang sebentar,” kata Ana de
Ana membuang pandangannya ke luar jendela saat mobil mulai melaju, senyum yang dari tadi ada di bibirnya makin melebar, meski dia sadar itu hanya akting belaka, tapi tetap saja tak bisa mencegah hatinya yang membuncah oleh harapan. Dia diam-diam melirik Raffael yang duduk di sampingnya dengan tegang, tak ada senyum atau perkataan basa-basi untuknya, pandangan laki-laki itu juga lurus ke depan, tapi tetap saja tak mengurangi kebahagian Ana. Di rumah yang memang menjadi tempat tinggal Raffael dan Bella, terlihat wanita cantik itu berjalan hilir mudik dengan kesal di ruang depan, berkali-kali dia menengok jam dinding, tapi orang yang ditunggu tak juga muncul, ponsel yang dari tadi tak lepas dari tanganya itu tetap saja terdiam, membuat Bella ingin menjerit frustasi. “Kurang ajar, berani-beraninya wanita itu merebut suamiku,” katanya dengan pandangan marah, ponsel di tangannya juga tak luput dari amarah, dan kini tergeletak mengenaskan di sisi dinding, para pe
Ana melangkah dengan susah payah ke dalam rumah besar itu, menyeret koper besar dengan memakai gaun pengantin indah memang bukan hal yang lazim dilakukan, tapi mau bagaimana lagi, kenyataannya Ana memang harus melakukan itu sendiri, dia tak mungkin merengek supaya seseorang membantunya membawa barang bawaannya sendiri. Harga dirinya tidak mengijinkan itu. Sebagai artis yang saat ini banyak menerima tawaran pekerjaan, tentu saja barang bawaan yang harus dia bawa tidak sedikit, meski Ana telah berusaha menyortir barang bawaannya seselektif mungkin. Dua buah koper besar itu tentu saja membuatnya harus beberapa kali hampir terjerembab, apalagi sepatu hak tinggi yang dia gunakan juga menyulitkan gerakannya. Setelah perjuangan yang membuat Ana harus mandi keringat di malam ini, akhirnya gadis itu sampai juga ke ruang depan, sejenak diaturnya nafas yang memburu, tapi baru saja dia mengatur napas dan mendongak ingin melanjutkan langkahnya, Ana harus m
“Bu, ini malam kami berdua lagi pula-“ “Ibu tahu, ibu juga pernah muda, hanya sebentar, jangan khawatir ayahmu ada di samping ibu, jadi ibu tidak akan iri dengan kemesraan kalian berdua.” Kenapa malam ini banyak sekali menguji kesabarannya, batin Raffael dengan geram. Sekali lagi, dia hanya anak yang tidak ingin membuat sang ibu kecewa, dengan tanpa suara dia memberi tahu Bella yang membuat istrinya itu tak terima.Bella langsung menyambar gaunnya dan memakainya asal, dia akan mengikuti Raffael ke kamar Ana, enak saja mereka mau berduaan. Tapi masalah mulai terlihat saat dia tak tahu, bibi menempatkan Ana di kamar yang mana, dari sekian banyak kamar yang ada di rumahnya. sial, dengan berbagai alasan Raffael lalu mematikan sambungan sebentar dan bergegas mencari kamar Ana. Ana menatap nyalang langit-langit ruangan yang mulai malam ini akan menjadi kamarnya entah sampai kapan, malam pengantin yang
Sekarang hanya ada mereka berdua di kamar ini. Ada rasa senang takut yang Ana rasakan. Dia mencintai Raffael. Sungguh, dan sangat senang ada di dekat laki-laki itu. Akan tetapi wajah marah itu membuat Ana sedikit takut, dia tak menyangka tindakannya yang ragu-ragu tadi akan mendatangkan masalah. Ana melihat Raffael menggelengkan kepalanya, lalu dengan langkah tegas laki-laki itu menarik baju tidur yang dia kenakan, Ana berusaha mempertahankan baju itu, bagaimanapun dia merasa tak nyaman dengan perlakuan Raffael. “Bukankah ini yang kamu inginkan, Jalang!” Ana tak dapat mengelak lagi, bagaimanapun dia hanya seorang perempuan dan jelas akan kalah jika adu tenaga dengan Raffael. Ana bisa merasakan bibir Raffael di sekujur tubuhnya, awalnya memang sangat kasar dan membuat Ana harus menggigit bibirnya kuat-kuat agar tidak menjerit kesakitan, dia yakin besok pagi bekasnya tidak akan hilang, tapi perla