Share

Status Baru

“Selamat malam, Bu Dania,” sapa pria itu.

“Selamat malam. Maaf, Bapak ini siapa?” tanya Dania dengan suara serak karena dia banyak menangis.

Dania melihat ada sebuah sedan mewah berwarna hitam berhenti secara tiba-tiba di hadapannya. Dari mobil itu, keluar seorang pria menggunakan pakaian rapi dan perlente yang saat ini sudah berdiri di depan Dania.

“Perkenalkan, saya Bima. Saya datang ke sini untuk menjemput Bu Dania atas perintah Pak Haris.” Bima memperkenalkan diri.

‘Bima. Haris. Siapa mereka? Aku sama sekali gak kenal nama itu. Apa mereka orang jahat yang mau culik aku?’ gumam Dania yang kini malah menjadi takut.

Alih-alih menjawab pertanyaan Bima, Dania malah memilih kabur. Dia membawa koper kecilnya itu berlari menjauhi Bima karena dia takut Bima akan berbuat jahat kepadanya.

“Bu Dania. Tunggu, Bu.” Bima kaget saat mendapati Dania berlari begitu saja meninggalkannya.

Dengan mudahnya Bima segera menangkap Dania lagi. Dia memegang koper Dania untuk mencegah Dania kabur lagi darinya.

“Lepas! Lepasin!” bentak Dania berusaha melepaskan kopernya dari kuasa Bima.

“Bu, tolong ikut saya. Saya bukan orang jahat.” Bima berusaha meyakinkan Dania.

“Bagaimana mungkin saya percaya kamu gitu aja. Saya gak kenal kamu!”

“Saya datang ke sini atas perintah Pak Haris, Bu. Atas permintaan Pak Rudi. Rudi Sanjaya, kakek Ibu.”

Mendengar nama mendiang kakeknya di sebut oleh Bima, Dania malah kaget lagi. Dia makin heran, kenapa pria itu bisa tahu nama kakeknya juga.

“Dari mana kamu tau nama kakekku?” tanya Dania.

“Semua akan di jelaskan oleh Pak Haris, Bu. Sekarang Ibu ikut saya dulu. Ini sudah malam, gak enak di lihat orang,” bujuk Bima.

“Ikut kamu?”

“Iya. Saya sudah siapkan tempat tinggal untuk Bu Dania. Besok pagi, Pak Haris akan menemui Ibu untuk menjelaskan semuanya.”

Masih ada keraguan di hati Dania tentang pertemuan tiba-tibanya ini dengan Bima. Tapi saat melihat penampilan Bima, tampaknya pria ini bukanlah orang sembarangan.

“Ini kartu nama saya, Bu.” Bima menyodorkan kartu namanya agar Dania makin yakin kepadanya.

Dania mengambil kartu nama dari tangan Bima, “Media Grup? Ini kan perusahaan tempat Mas Restu kerja,” ucap Dania perlahan.

“Pak Haris adalah pemilik perusahaan Media Grup. Beliau menyuruh saya untuk menjemput Bu Dania. Mari Bu, saya antar ke tempat tinggal Ibu yang baru.”

Dania tidak punya pilihan lain. Dia memang membutuhkan tempat tinggal baru setelah dia di usir dari rumah mertuanya. Melihat Bima yang tampak bukan seperti orang jahat, apa lagi ada kartu nama yang membuktikan Bima bekerja di perusahaan besar, kini malah ada rasa penasaran di hati Dania.

Dia ingin tahu apa yang menyebabkan pemilik perusahaan besar itu ingin menemuinya. Padahal selama ini Dania tidak pernah bersinggungan dengan kantor tempat suaminya itu bekerja.

Dania masuk ke dalam mobil mewah itu. Bima juga masuk ke mobil dan duduk di kursi depan di samping sopir. Sepanjang perjalanan, Dania memilih berpegangan pada sabuk pengamannya dan juga melihat ke arah luar, mencoba menebak, ke mana Bima akan membawanya.

Mobil sedan hitam itu berbelok dan masuk ke dalam kawasan apartemen elit yang sering masuk berita sebagai salah satu hunian dengan harga jual fantastis. Masih dalam diam, Bima terus mengantarkan Dania hingga sampai ke unit yang akan ditempati oleh Dania.

“Malam ini silakan beristirahat dulu di sini, Bu. Kalau ada yang Ibu butuhkan, bisa hubungi saya di nomor tadi,” ucap Bima mempersilakan Dania masuk ke dalam apartemen itu.

“Sa-saya tinggal di sini?” Dania meragu.

“Iya, Bu. Ini kode pintunya. Di dalam sudah saya siapkan beberapa makanan, tapi kalau Ibu membutuhkan yang lain, Ibu boleh turun ke bawah. Di bawah ada supermarket dan tempat makan.” Bima menjelaskan pada Dania.

Dania terdiam. Dia masih bingung dengan semua keadaannya saat ini.

Dia yang tadinya bingung akan bermalam di mana setelah keluar dari rumah mertuanya, kini malah disediakan sebuah hunian mewah dari orang yang tidak dia kenal. Tentu saja perasaannya campur aduk, ada senang sekaligus takut.

“Bu Dania, apa ada yang perlu saya bantu lagi?” tanya Bima.

“Eng, enggak. Gak ada. Saya ngerti,” jawab Dania dengan senyum canggung.

“Baiklah. Kalau begitu saya permisi dulu, Bu. Selamat malam.”

“Malam.”

“Eh, tapi ....”

Bima menoleh lagi, “Iya Bu, ada apa?”

“Gak, gak papa. Gak papa.”

Dania segera masuk ke dalam unit apartemennya dan membiarkan Bima pergi begitu saja. Dia tidak bisa berpikir lagi saat ini, yang terpenting, dia malam ini punya tempat berlindung.

Dania berjalan masuk ke dalam apartemen itu. Ruangannya cukup luas dan didominasi warna putih. Perabotan yang ada di apartemen itu juga terlihat mahal, berbeda dengan yang ada di rumah mertuanya.

“Waah ... bagus banget. Ini beneran aku boleh tinggal di sini. Kok atasannya Mas Restu baik banget ya ama aku. Padahal aku belum pernah ketemu ama dia.”

“Kira-kira, dia mau apa ya dari aku? Ah ya udah lah, liat apa kata besok aja.”

Dania masuk ke salah satu kamar. Dia meletakkan koper kecilnya itu di dekat lemari yang berukuran besar lalu segera ke kamar mandi untuk sekedar membersihkan diri.

Ternyata apa yang dikatakan oleh Bima benar adanya. Semua kebutuhan Dania ada di tempat ini. Dan semua juga masih baru. Sepertinya ini memang di siapkan untuk dirinya.

Merasa sudah sangat lelah dan kepalanya sedikit pusing setelah kebanyakan menangis, Dania memilih tidur agar besok dia bisa segar kembali. Besok dia akan menemui pemilik dari Media Grup, jadi dia harus bisa mendengarkan semua yang akan dikatakan konglomerat itu dengan baik.

***

Dania baru saja menghabiskan sarapannya, sebelum dia mendengar ada suara bel di pintu. Dania yang mengira kalau tamunya adalah pimpinan Media Grup, segera membereskan meja makan lalu bergegas menuju ke pintu.

Dania melihat Bima berdiri di depannya bersama dengan seorang pria paruh baya. Sudah terlihat berumur, tapi masih terlihat gagah.

“Si-silakan masuk,” ucap Dania yang kemudian memberi ruang pada tamunya untuk masuk ke dalam.

Bima dan Haris segera masuk ke dalam apartemen. Mereka pun duduk di sofa santai yang ada di tengah ruangan.

Dania segera mengikuti tamunya itu. Aura orang kaya memang terasa sangat berbeda, dia sampai segan dan bingung harus melakukan apa.

“Gimana istirahatmu, nyaman?” tanya Haris sambil menatap Dania.

“Nyaman, Pak. Nyaman sekali,” jawab Dania sambil menunduk.

“Bagus. Apartemen ini akan jadi rumahmu saat ini.”

“Apa?!” Dania langsung mengangkat wajahnya karena kaget

“Kenapa? Apa tempatnya kurang bagus? Apa kamu mau pindah di tempat lain? Atau mau rumah aja. Sebut aja.”

“Eh, bukan. Bukan itu maksud saya, Pak. Saya ... saya cuma kaget dengan apa yang Bapak katakan tadi.”

“Oh, saya kira kamu gak suka sama tempat ini.”

“Suka. Suka kok, Pak.” Dania meringis canggung.

“Tapi, Pak. Maaf, kalo boleh saya tau, kenapa ya Bapak baik banget sama saya? Padahal kita gak pernah ketemu.” Dania memberanikan diri bertanya untuk memuaskan rasa penasarannya.

Haris menatap Dania. Dia kemudian menyandarkan tubuhnya dan tersenyum.

“Karena kamu." Haris tersenyum tipis tatapannya tetap serius, "Kamu adalah pemegang saham terbesar kedua Media Grup.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status