Pulang dari rumah sakit, Nayla terlebih dahulu mampir ke tempat pedagang kaki lima, yang menjajalkan makanan favoritnya. Selain itu juga, Nayla selalu merasa betah karena di sana pemilik lapak memiliki seorang bayi perempuan yang baru berusia dua bulan. Nayla senang karena bisa merasakan menggendong dan mengajak bermain bayi."Neng ini bayinya lucu banget, cantik pula. Jadi mau satu kaya gini." Ujar Nayla seraya menatap gemes.Siti, ibu muda si penjual angkringan itu tidak tahu jika Nayla sakit hingga dari mulutnya keluar kalimat yang membuat Nayla mengingat kenyataan. Jika dirinya tidak bisa mengandung, atau mungkin bisa cuma tidak tahu kapan waktu itu tiba."Makanya Kak cepat nyusul. Siti tahu orang kaya seperti ibu itu kebanyakan nunda dulu kehamilan, padahal menurut Siti lebih baik punya anak satu dulu setelah itu baru pakai ..... "Siti menggantung ceritanya saat tak sengaja penglihatannya melihat perubahan ekspresi pada wajah Nayla. Seketika Siti merasa bersalah. Apa mungkin
Fery sudah hampir 3 jam menunggu Nayla. Namun, orang yang ia tunggu tidak kunjung pulang. Fery gelisah apalagi dihubungi beberapa kali handphone-nya tidak kunjung aktif. Padahal Fery yakin tadi saat dirinya memutuskan untuk pulang terlebih dahulu Nayla seperti hendak pergi dari sana, tempat Nayla membeli makanan favoritnya.Santi dan Siska si duo racun itu terus menatap Fery. Ada tatapan penuh benci dari sorot mata keduanya. Bukan benci pada Fery melainkan benci terhadap sikap Fery yang begitu perhatian pada Nayla. Siska terus saja menggerutu serta memaksa pada Santi agar secepatnya mengambil hati Fery. Bagaimana pun caranya Siska ingin sekali menyingkirkan Nayla dari hidup Fery. "San, cepatlah ambil hati Fery. Ibu sudah muak dengan drama yang selalu diperlihatkan anak ibu sama istri kesayangannya itu." Ujar Siska dengan nada bicara yang benar-benar muak."Butuh proses, Bu. Setidaknya Nayla punya waktu tiga tahun hidup bersama mas Fery. Sedangkan aku? Baru beberapa hari, mmm tiga ha
Nayla bahagia karena sikap Fery kembali seperti dulu lagi. Perhatian bahkan tidur kembali di kamarnya meski terkadang ia meminta Fery untuk tetap berbuat adil. Karena sekarang istrinya bukanlah dirinya saja melainkan ada Santi juga.Semenjak hubungannya dengan Fery membaik. Kebencian Siska dan Santi semakin besar saja. Bahkan keduanya sering menunjukkan secara terang-terangan. Saat tidak ada Fery mereka kasar, baik sikap maupun kata-katanya. Nayla mencoba untuk bersabar. Dalam menghadapi Santi dan Siska. Meskipun berulang kali tersakiti tidak pernah sekalipun Nayla dendam. Karena menurutnya ini masih dibatas wajar. Namun saat mereka bertindak jauh dan merugikan dirinya jangan harap dia diam saja. Dia akan memberontak karena ia bukanlah perempuan lemah.Oke, sekarang dia diam. Diam bukan berarti kalah apalagi menyerah. Dia hanya mencari waktu dan memberi kesempatan pada keduanya kalau-kalau mereka berubah. Namun jika tidak, maka langkah selanjutnya yang akan ia ambil. Melawan.Nayla s
Santi langsung saja mendekat ke arah Ferry, ia langsung bergelayut manja di lengan Fery. Sementara itu, Ferry terus saja celingukan mencari sesuatu dan sudah dipastikan ia telah mencari perempuan yang ia cinta.Bahkan ocehan Santi tidak ia hiraukan, karena fokus perhatiannya terus mencari sosok wanita yang ia cinta.Hingga saat Santi merasa capek dengan ocehannya, tiba-tiba saja Fery berkata menanyakan keberadaan Nayla hingga membuat mood Santi seketika hancur. ia merasa tidak dihargai oleh Fery."Nayla ke mana? Kenapa aku tidak melihatnya? Biasanya juga dia yang selalu menyambut aku pulang," tanya Fery dan sungguh ini membuat Santi tidak suka.Santi yang tadinya bergelayut manja di lengan Fery seketika itu juga langsung melepaskan. Ia membuang napas kasar lalu menatap sang suami dengan tatapan tidak suka. "Kenapa Mas malah menanyakan Nayla? Kan ada aku. Ada atau tidak ada Nayla sama saja. Mas lupa aku juga istri kamu?""Yang bilang lupa siapa? Enggak ada kan? Lagian Mas hanya menanya
Nayla sudah tidak sadarkan diri, hal itu membuat Nayla tidak lagi merespons panggilan dari BI Sri yang sedari tadi memanggil namanya.Bi Sri dan Neti terus saja berpikir mencari cara untuk membuka pintu kamar mandi tersebut. Ingin mendobrak mereka tidak memiliki tenaga ekstra untuk bisa mendobraknya. Alhasil mereka memberanikan diri untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi dengan Nayla."Kita gak bisa diam saja, Bi. Nyonya kita ada di dalam dan membutuhkan bantuan kita." ujar Neti protes pada Bi Sri karena mereka hanya bisa diam tanpa bisa melakukan apa pun."Bibi juga tahu. Tapi kan masalahnya kita udah diancam sama Nyonya Santi.""Kita gak boleh takut sama dia, Bi. Dia hanyalah orang baru.. Sedangkan Nyonya Nayla, kita sudah mengenalnya lama.""Terus kita harus gimana?""Lapor sama Tuan Fery." ucap spontans dari Neti.Bi Sri langsung melotot terkejut dengan ide dari Neti. Namun sebelum Bi Sri hendak protes Neti keburu menyelanya dan menjelaskan maksud dari perkataannya."Dengar
Santi dan Siska kembali ke dapur. Mereka berdua ingin melihat keadaan Nayla. Bukan ingin berempati atau bersimpati tapi melainkan ingin mengejek keadaan Nayla. Ingin menertawakannya juga. Sepertinya bagi kedua wanita ini penderita Nayla adalah kebahagiaan mereka.Sementara itu Fery masih berusaha untuk mendobrak pintu kamar mandi, yang entah kenapa mendadak sulit didobrak. Saking kesal dan marahnya, Fery pun mengerahkan tenaganya hingga akhirnya pintu tersebut bisa terbuka. Maka dengan terbukanya pintu, Fery bisa melihat dengan jelas jika sang istri terkulai di lantai kamar mandi. Fery langsung menghampiri dan meraih tubuh lemah Nayla."Astaghfirullah, Nayla!" pekik Fery.Fery berusaha untuk membangunkan Nayla dengan menepuk-nepuk pipinya. Lalu menggoyang-goyangkan bahunya namun tidak ada respons apa pun. Tidak ingin terjadi sesuatu pada istrinya, Fery langsung menggendong Nayla dan langsung membawanya ke kamar mereka. Saking khawatirnya Siska yang mendadak so peduli dan mencemaskan
Dengan terburu-buru, Fery melangkah lebar saat menuruni anak tangga. Ia sudah tidak sabar ingin menemui Sri dan Neti. Ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.Saat tiba di lantai satu, Fery berteriak memanggil nama Sri dan Neti. Merasa namanya terpanggil membuat Sri dan Neti segera mungkin menghampiri sang majikan."Bi Sri!, Neti! Kemarilah, cepat!" teriak Fery.Sri dan Neti kini sudah ada di hadapan Fery dengan kepala yang tertunduk."Iya Tuan, ada apa panggil kami berdua?" tanya Sri seraya kepalanya semakin tertunduk.Dengan tatapan penuh intimidasi, Fery menatap keduanya. "Kalian masih nanya ada apa? Aku yakin kalian tahu alasan kenapa memanggil kalian berdua ke sini."Sri dan Neti semakin menundukkan kepala. Mereka bingung kebohongan apa lagi yang harus mereka ciptakan. Sebab tidak mungkin jika mereka mengatakan yang sebenarnya. Jika Nayla sebenarnya bukan terkunci tapi sengaja dikunci. Tentunya dalang di balik ini semua adalah Santi sang madu."Aku tanya sebenarnya apa yang terjadi
Nayla menitikan air mata, selepas kepergian Siska. Entah harus dengan cara apa lagi agar bisa meluluhkan hati mertuanya. Ia bingung sendiri dibuatnya karena Siska tidak pernah sekalipun memberi tahu apa salah dan Kuranya ia selama ini. Tak lama Fery datang, ia senang saat mendapati istrinya sudah tersadar. Ia langsung menghampiri dan memeluk sang istri. "Alhamdulillah, kamu sudah sadar, sayang." ujar Fery. Lalu ia pun mulai menyadari sesuatu, jika istrinya menangis. Buru-buru Nayla menyeka air matanya."Kamu kenapa? Apa ada yang sakit? Mana? coba beri tahu mas bagian mana yang sakit." Fery terus saja menelisik seluruh tubuh Nayla, takut-takut ada bagian yang sakit. Nayla menghentikan Fery yang menelisik seluruh tubuhnya."Sudah, Mas. Tidak ada yang sakit, kok. Mas tenang saja." ujar Nayla dengan memaksakan tersenyum. Fery menatap Nayla dengan perasaan khawatir sekaligus lega karena sang istri tidak kenapa-kenapa. Sungguh, Fery teramat takut untuk kehilangan Nayla. Ia belum siap.