Jangan lupa tinggalkan komentar dan lovenya ya. Aku sambung lagi upnya nanti siang. Makasih sudah baca ceritaku.
Di kamarnya, Ardi mengerjapkan mata, mencoba menggerakkan badan yang terasa lemah lunglai. Dia ternyata hanya mimpi tengah menemukan istrinya.Sejenak air mata pun tumpah dari sumbernya."Ya Rabb, setelah Engkau berikan aku kesempatan untuk memperbaiki diri. Izinkan aku berkumpul kembali dengan keluarga kecil hamba."Melihat ke nakas, ternyata sudah ada makan siang dan air mineral yang disiapkan."Alhamdulillah, setidaknya ada Revan dan Melia yang menyiapkan semuanya." Ardi sempat mendengar suara Revan dan Melia tadi pagi. Ardi menikmati makan siang dengan hambar. Mengingat kebahagiaan semu yang hadir dalam mimpinya. Dia tidak ingin berharap banyak istrinya mau kembali bersamanya. Namun doa tetap tak henti-hentinya dipanjatkan pada Allah. Selesai mengisi energi, Ardi mengambil tayamum dan menunaikan salat. Tak lupa berdoa untuk kesembuhan dirinya sehingga bisa segera beraktivitas kembali di perusahaan.Ardi kembali beristirahat
Bab 47A Bersamamu Ardi sedari tadi tidak berhenti tersenyum memandang Gita yang mukanya ditekuk. Pasalnya, tempe dan ayam goreng untuk pelengkap makan malam dengan capcay kuah telah menjadi arang. Semua gara-gara mereka berdua hanyut dalam melebur kerinduan."Ayolah, Ras, jangan cemberut lagi nanti cantiknya hilang, lho!""Ishh, Mas Bintang gimana, kita mau makan apa? Aku kan sudah menyiapkan menu spesial buat, Mas."Gita menggerutu dengan suara manja seperti anak kecil yang merengek minta es krim. Tawa Ardi pun meledak melihat istrinya baru kali ini manja di depannya."Kita pesan makanan online saja. Tunggu, ya!"Mereka berdua duduk di ranjang king size kamar Ardi. Sesaat hening tak ada yang bersuara. Ardi menatap dalam dan menyusuri manik mata Gita hingga sang empunya menjadi salah tingkah. "Ras, kamu mau kan tinggal di sini bersamaku? Kamu tidak akan mencari ayah lain untuk anak kita, kan?" Ardi berucap memelas seraya menyentuh perut Gita yang mulai membesar. Tangan Gita mengikut
Bab 47B Bersamamu "Sudah, jangan menggombal terus, Mas. Setiap Mas Bintang bilang kangen begitu perutku langsung terasa asa yang menendang." "Hah, serius? Maksudnya apa?" "Ini, ada gerakan menendang di dalam perut." Gita menghentikan makannya sejenak, lalu mengusap lembut perutnya. "Oh, itu tandanya dia kangen sama papanya. Gita hanya bisa menahan tawanya saat suaminya masih saja merayu. "Aku jadi kangen Lintang dan Hana, Mas. Aku kangen juga anak-anak di sana." "Padahal baru kemarin pisahnya, kan?" Gita mengangguk pelan. "Kapan-kapan kita main ke sana, Mas!" "Boleh. Kamu senang ya di sana? Bukan karena kangen pada Pak Dosen, kan?" ungkap Ardi penuh selidik. Ada setitik rasa cemburu saat mengingat dosennya Gita hingga dia tak mau menyebutkan namanya. "Apaan, sih. Hana menyukainya, Mas. Aku pikir mereka berdua harus tahu perasaan masing-masing sebelum terlambat. Ardi mengulum senyumnya, ternyata yang ada di pikirannya berbeda dengan Gita. "Kita doakan saja mereka!" "Ya, Mas
Bab 48A SyukuranMentari menelisik jendela kamar yang berkorden. Menyapa sepasang anak manusia yang masih terlelap karena saking nyamannya. Ardi merasa tidurnya paling nyaman kali ini."Mas, Mas Bintang bangun! Sudah siang, Mas. Aku belum masak buat sarapan." Gita mencoba memindahkan lengan berotot suaminya yang melingkar di pinggangnya. Selepas salat Subuh, keduanya berniat rebahan sambil menunggu fajar menyingsing merambat naik. Namun yang terjadi, justru Ardi tak henti-hentinya melepas kerinduan pada istrinya. Kini yang dibangunkan Gita hanya meliukkan tubuhnya ke kanan kiri sambil merentangkan kedua tangan di atas kepala."Jam berapa, Sayang?""Sudah siang, Mas. Katanya Mas mau diantar ke RS untuk memeriksakan kakinya. Mas Bintang sudah janji mau melanjutkan terapi lagi, kan?"Gita sedikit memasang muka garang supaya suaminya mau patuh menjalani terapi kakinya yang kena musibah kecelakaan."Iy
"Alhamdulillah, kami mulai saling memahami dan membutuhkan satu sama lain. Bahkan sudah ada cucu yang akan hadir di tengah-tengah keluarga besar.""Apa? Yang benar, Nak Bintang, Gita?" Kedua orang tua Ardi maupun Gita saling melempar pandang, kaget. Ternyata mereka berdua ingin memberi kejutan pada kedua pasang orang tua itu.Gita mengangguk seraya tersipu malu. Senyum pun merekah di bibir orang tua maupun mertuanya. Semalam Gita dan Ardi sudah sepakat untuk merahasiakan kisah pertemuan mereka. Biarlah keluarga besar mereka mengetahui hal bahagia saja tanpa merasakan kepahitan yang menimpanya. Mereka sebentar lagi juga mempersiapkan diri sebagai orang tua. Sama halnya yang dirasakan kedua orang tua mereka, pastilah ingin anak-anaknya bahagia.Acara pengajian berlangsung khidmat setelah salat Isya. Pakde Arham memberikan tausiyah pentingnya istiqomah dalam berhijrah. Ardi merasa tersentil hatinya. Selama ini dia melupakan Tuhannya, hidup dalam kesenangan dunia, b
"Tapi nggak gitu juga kali, Ras. Kalau mendadak pas aku nggak bisa menemani trus kamu kerasa mau melahirkan gimana?" "Mas suka berprasangka buruk, sih." "Bukan prasangka, Ras. Mas lebih ke jadi suami siaga aja," ujar Ardi dengan senyum tersungging di bibirnya. Ucapannya seakan berbangga diri siap menjadi suami siaga. "Ough. Mas Bintang, perutku..." "Kenapa, Ras?" "Perutku mulas, Mas." Gita meringis seraya memegangi perutnya. Dia mencoba mengusap lembut untuk mengurangi kontraksi yang tiba-tiba datang tak menentu. "Kamu salah makan apa tadi sarapan?" tanya Ardi penuh selidik. "Astaga, ini mulas mau melahirkan kayaknya, Mas. Bukan salah makan." Ardi tergelak dengan ucapan konyolnya barusan. Katanya mau jadi suami siaga, eh tak tahunya istri kontraksi dikira mulas salah makan. Menyadari dirinya masih awam menjadi suami siaga, Ardi segera membawa Gita menuju RS ibu dan anak. Sesampainya di lobby RS, beberapa pasang mata memberikan perhatian pada keduanya. Ada yang berbisik salut, a
Bab 49A Bahagia Dua tahun berlalu, seiring perkembangan putranya, Ardi dan Gita belajar dari orang tua mereka dalam mendidik Sakha. Tak lupa ilmu parenting pun dipelajari berdua. Meskipun tak jarang keduanya justru berdebat dengan apa yang dipelajari dibanding realita yang terjadi di lapangan. Sakha bagai objek kelinci percobaan mereka berdua. Namun, Ardi dan Gita sangat bersyukur bekal ilmu agama dan ilmu pengetahuan dari sekolahnya dulu masih terekam di memori. "Bi, tolong jagain Sakha dulu! Umi mau nyiapin buat ujian Skripsi, besok." "Siap, Mi!" Gita tak sungkan meminta bantuan suaminya menjaga sang putra, karena di akhir kuliahnya dia harus ujian skripsi untuk mendapatkan gelar sarjananya. Dia tertinggal satu semester dari waktu yang ditargetkan karena harus cuti melahirkan. "Ayo, Sakha, main sama Abi!" Sakha tak mengindahkan ucapan Ardi. Dia sibuk bermain dengan kertas dan pensil yang biasa digunakan Ardi untuk membuat sketsa. Ardi berpikir putranya mungkin memiliki hobi seper
BAB 49B ***** Tidak sampai satu bulan revisi skripsi Gita selesai. Dia dibantu suaminya, mengingat Gita sudah sibuk mengurus Sakha dan rumah tangga. Ardi masih bisa membantu mengetik dan mencetak berkas. Hari ini hari bahagia Gita di wisuda. Orang tua, adiknya, dan mertua pun datang menghadiri. "Om, ponakannya kok satunya lucu dan kakaknya cantik banget. Boleh dikenalin ke saya, nggak?" Ardi melongo tak percaya. Bisa-bisanya laki-laki sepantaran Gita entah mahasiswa atau kerabat yang datang wisuda mengucapkan kalimat yang menyesakkan. Dia anggap Ardi Omnya Sakha dan Gita, padahal wajahnya menurutnya masih tampan malah kelihatan menawan pikirnya. "Kamu kenapa mukanya ditekuk sih, Mas?" seru Gita tak terima suaminya nggak merelakan senyum saat mau foto keluarga memakai toganya. "Masak temanmu atau siapa itu tadi, mengira Sakha dan kamu ponakanku. Dia pikir aku sudah setua om om." Gita tak hentinya menahan tawa. Ingin terbahak takut dosa mentertawakan suami sendiri. Usia suami meman