ISTRIKU TUA
Bab 2 : Kesal
Segera kukunci pintu kamar, agar Fani tidak bisa masuk dan meratapi dulu kesalahannya. Istri tidak berguna itu sungguh menyebalkan, tak ada lagi yang bisa dibanggakan darinya. Kini dia sudah melarat, pekerjaannya sudah tidak menjamin masa depan lagi. Kenyamananku terancam sirna, aku tidak mau ini terjadi. Aku tidak mau hidup susah.
"Mas, Mas Fahmi, buka pintunya! Adek mau masuk, Mas jangan marah dong!" terdengar suara Fani dari balik pintu kamar.
Aku muak mendengar suaranya, segera ku pasang headset ke telinga dan mendengarkan musik. Memejamkan mata dan merentangkan kedua tangan. Nikmat sekali rasanya tidur di kamar ber-Ac ini, maklum di kampungku cuma ada kipas angin. Itupun rebutan sama saudara-saudaraku.
Tanpa kusadari, aku sudah terlelap dan bermimpi bercumbu dengan gadis-gadis cantik. Kala kubuka mata dan menggeliat manja, suara Fani sudah tidak terdengar lagi, mungkin dia sudah pergi mengajar les privat.
Aku bangkit dan membuka pintu kamar, dan benar saja. Wanita tua yang nyebelin itu sudah tidak ada di rumah.Aku melangkah menuju meja makan dan membuka tudung saji. Ada tempe goreng, sambal telor dan sayur kangkung, aku menarik napas jengah.
"Ah, masa cuma lauk beginian? Gak ada kreatifnya sekali memasak, dasar istri tidak becus!" aku menggerutu sebal.
[Pulang les belikan Mas bakso, Mas bisa sakit perut kalau makan masakan kamu di atas meja itu.] Kukirimkan pesan w******p itu pada Fani.
Tak perlu menunggu waktu lama, pesanku langsung dibalas Fani.
[Iya, sayang. 30 menit lagi Adek pulang.]
Aku tersenyum senang dan kemudian duduk di depan televisi dan main playstation lagi. Kerena hanya inilah kegiatanku setiap hari, selain tidur dan main ponsel.
"Assalammualikum," terdengar suara Fani memberi salam dan kemudian terlihat pintu terbuka.
Aku masih duduk manis di depan tv, menunggu Fani menghampiri.
"Mas, ini Adek bawakan bakso pesanannya. Adek masukan mangkok dulu, ya." Fani melenggang menuju dapur dan tak beberapa lama dia sudah menghampiriku dengan semangkok bakso dan segelas orange juice. "Makan dulu, Mas."
"Iya, Dek. Makasih, ya." Aku langsung melahap habis bakso itu, sedangkan Fani hanya memandangiku saja.
"Mas, Adek mau pergi lagi. Mau ngeles anaknya Bu Danti, yang rumahnya di ujung kompeks ini." Fani mengulurkan tangannya dan salim kepadaku.
"Iya, hati-hati! Sebaiknya cari lebih banyak murid les biar pemasukan kita makin banyak lagi!" ucapku.
"Iya, Mas. Adek berangkat dulu ya! Cup ... " Fani mengecup pipiku.
Sehabis makan, aku melanjutkan tidur lagi. Ehm, inilah kegiatanku setiap hati. Bukan berarti aku 'mbah surip' ya, tapi inilah surgaku. Kenyamanan dalam hidup yang selalu kudambakan, bermalas ria sepanjang hari.
***
Jam 20.30, Fani baru saja pulang ke rumah sehabis mengajar les privat ke rumah-rumah. Wajahnya terlihat letih, ada sedikit rasa kasian juga.
"Udah pulang, Dek? Capek, ya?" aku duduk disampingnya sambil memijit pundak istriku itu.
"Nggak kok, Mas. Biasa saja," jawabnya lembut. "Mas ngapain saja seharian?"
"Yah, seperti yang Adek lihat. Memanjakan tubuh, biar selalu oke kala melayani kamu. Istri Mas tercinta," aku tersenyum manis dan menatap Fani penuh cinta, walaupun sebenarnya gak cinta.
"Ah, Mas bisa saja." Fani mencubit pahaku sambil tersenyum genit.
"Oh ya, Dek. Tabungan kita sudah habis lhoh. Gaji kamu sebagai guru honorer cuma sejuta sebulannya, gaji dari mengeles privat juga gak tentu. Paling banyak cuma sejuta setengah saja. Sedang cicilan kita banyak lhoh, mana cicilan motor belum lunas, barang elektronik juga. Apa kamu gak berniat menjual saja rumah yang di tempati mantan suamimu yang bajingan itu dan ketiga anakmu?"
"Oh, itu. Kasian anak-anak kalau rumah itu di jual, Mas. Nanti mau tinggal di mana mereka?" Fani merenung.
"Rumah itukan harta gonogini, jadi harus dibagi dong!" nada suaraku mulai meninggi. "Kamu juga, kenapa sih mesti berhenti dari PNS? Padahal jabatan kamu di kantor sudah Kabid, uang selalu mengalir dari setiap kegiatan proyek yang terselesaikan. Gak perlu susah payah jadi guru begini, mengajar ke sana ke mari tapi pendapatannya cuma seuprit."
"Mas, Adek itu dilaporkan karena kasus skandal kita. Bukan mau Adek berhenti, tapi dipecat." Raut wajah Fani berubah sedih.
"Memang kurang ajar sekali mantan suamimu itu. Awas saja kalau kita pulang kampung nanti, kusantet dia!" ancamku dengan emosi tinggi kala mengingat yang diperbuat mantan suami istriku kepada kami.
"Sudahlah, Mas. Semua ini sudah terjadi, kita jalani saja. Yang penting sekarang kita bisa selalu bersama dan tidak akan terpisahkan lagi." Fani mencoba memelukku tapi aku segera menghindar dan bangkit dari dudukku.
"Aku sumpahi gak panjang umur dia! Kalau mau cerai ... ya cerai saja. Kenapa juga mesti melaporkan kamu dengan tuduhan 'selingkuh' kepada 'Baperjakat' segala? Aku benar-benar sakit hati atas perlakuannya ini." Aku memukul dinding dengan kesalnya.
"Sudahlah, Mas. Jangan diingat lagi, nanti malah bikin tambah sakit hati. Sebaiknya kita tidur, yuk!" Fani memeluk tubuhku dari belakang.
Aku menarik napas panjang dan menepis tangannya.
"Kamu tidur duluan saja, Mas masih mau nonton bola di tv." Aku membawa bantal dan merebahkan diri di depan tv.
Fani masuk ke kamar dengan tampang kecewa.
"Rasain kamu nenek lampir, malam ini gak kukasih jatah dia. Salah sendiri! Kenapa gak menuruti saranku?" Aku menyeringai sambil menatap pintu kamar yang sengaja tidak ditutup si Fani. Mungkin di Sekarang sedang menangis sambil guling-guling karena tidak mendapatkan belaianku malam ini.
Bersambung ....
Istriku TuaBab 3 : Masa LaluSuara azdan subuh membangunkan tidurku, ternyata sudah tertidur di depan tv. Kulihat ke sebelah kanan, ternyata Fani juga ikutan tidur di luar bersamaku. Entah kapan juga ia berpindah dari kamar ke sini, aku tidak sadar.Aku menatap wajah yang sedikit berkerut itu, matanya dipenuhi lingkaran hitam. Ia tertidur sangat pulas."Dek, bangun, Dek!" Aku menggoyang punggungnya. "Ayo, kita pindah ke kamar."Fani membuka sedikit mata dan kemudian menggeliat. "Sudah pagikah, Mas?""Masih subuh, kamu kok ikutan tidur di sini sih?""Susah senang kita harus selalu bersama, Mas. Kalau Mas tiduran di lantai, maka Adek juga harus ikut," ucapnya sok bijaksana."Ya sudah, buruan kamu pindah ke kamar! Nanti malah sakit dan gak bisa kerja, kan bikin susah saja," ucapku sedikit ketus.Wajah ceria Fani langsung berubah muram, perlahan ia bangkit menuju kamar.***Hari ini hari minggu, Fani akan libur berkerja. Seharian dia akan full di di rumah, dia pasti akan meminta jatah se
ISTRIKU TUABab 4 : BujukanKuraih ponsel yang berada di samping bantal. Tenyata ada beberapa pesan dari Fani, kuabaikan saja. Jam menunjukan pukul 06.00, perutku terasa perih karena tadi malam belum sempat terisi apapun.Ketika membuka pintu kamar, Fani yang tertidur didepannya langsung terbangun lalu memeluk kakiku."Mas, maafkan Adek, Mas. Semenjak kita menikah, Adek sudah bertobat dan tidak pernah melakukan hal yang aneh-aneh lagi. Adek sangat mencintai, Mas. Bimbinglah Adek ke jalan yang lurus, Mas. Hidup Adek yang terdahulu memang penuh dosa, tapi semenjak kita menikah, Adek sudah berubah," ucap Fani dengan sambil menangis dan masih memeluk kakiku.Astaga, kalau bukan karena aku masih ingin hidup enak dengan ongkang-ongkang kaki saja, sudah kutendang dia. Tapi aku berusaha menahan diri dan ada sedikit rasa kasian juga, walau bagaimana pun juga dia adalah istriku. Si pencari nafkah untukku."Sudahlah, Dek! Jangan berlutut seperti ini, Mas sudah memaafkanmu. Ayo, bangun!" Aku meme
ISTRIKU TUABab 5 : Tidak BergunaSeperti hari biasanya, sarapan sudah terhidang di atas meja. Tapi mataku menyipit, cuma ada nasi goreng berwarna pucat dengan setengah potong telor saja. Gelas di samping piring juga hanya terisi air putih, bukan susu seperti biasanya. Dan yang membuat hatiku dongkol, cuma ada tiga batang rokok saja. Mana cukup sehari cuma tiga batang. Jatah rokokku kan dua bungkus sehari, Fani mau korupsi ini.'Prakkk' kupukul keras meja makan, hingga air minum tertumpah ke dalam nasi goreng."Dasar istri tidak berguna, bikin sarapan yang enak saja dia tidak becus," umpatku dengan berang.Segera kukeluarkan ponsel dan mencari namanya."Halo, Assalammualaikum, Mas." Sambut Fani dengan suara sok lembut."Dek, sarapan apa ini yang ada diatas meja? Seperti makanan kucing saja!" ucapku dengan suara tinggi."Maaf, Mas. Susunya habis, bahan makanan yang lain juga habis. Uang gaji Adek ... ""Mas mau sarapan bubur ayam, tiga puluh menit lagi harus sudah diantar ke rumah ya!"
ISTRIKU TUABab 6 : KerjaJam di dinding menunjukan pukul 11.20, aku sudah bersiap untuk berangkat kerja untuk hari perdana ini. Fani juga sudah pulang dari sekolah, dia sengaja pulang awal agar mengantarku kerja."Mau berangkat belum, Mas?" tanya Fani."Ayo!" Aku memasukan ponsel dan rokok ke tas kecil selepangku."Lhoh, kok baju seragamnya belum dipakai?" Fani menatapku."Nanti Mas ganti pakaian di toilet Mall saja, malu kalau dari rumah sudah pakai dinas satpamnya." Aku menunjuk kantong plastik hitam yang kusimpan di atas meja ruang tamu. "Oh ya, Dek. Jangan lupa pakai maskernya!"Fani hanya terlihat menarik napas, kemudian kami berangkat. Memakan waktu 15 menit untuk sampai di Mall tempatku berkerja."Sampai sini saja, Dek. Gak usah ikutan masuk ke dalam." Aku menyipitkan mata melihat Fani yang sudah bersiap meninggalkan motor di parkiran."Oh, ya sudah. Adek pulang dulu kalau gitu, Mas yang semangat ya kerja dihari pertamanya," ujar Fani sembari mencium punggung tanganku.Aku men
Istriku TuaBab 7 : DemamSiangnya, benar sekali dugaanku. Aku terkena demam, sekujur tubuhku panas serasa bagai bara api. Tapi Fani malah belum pulang, menyebalkan sekali. Disaat suami sedang sakit begini, dia malah tidak ada.Beberapa saat kemudian, Fani pun tiba di rumah. Aku pura-pura tertidur, aku ingin Fani itu peka dengan apa yang kurasakan. Tapi dia malah acuh, berganti pakaian kerja dengan pakaian lainnya. Mungkin dia akan pergi mengajar les. Astaga, dia tidak mau menghampiriku. Ya sudah, aku pura-pura menggigil saja."Uuuuuuu, uuuuu, aduh ... sakit," rintihku dengan mata terpejam."Mas, kenapa?" tanya Fani sambil duduk di sampingku.Aku membuka sedikit mata, " Mas gak apa-apa, Adek mau ke mana?"Fani merasa dahiku dan wajahnya langsung tampak khawatir, "Mas demam, ya? Badannya panas banget, kita ke dokter sekarang ya!"Astaga, Dokter! Aku takut dokter, aku benci minum obat yang pahit itu, juga jarum suntiknya."Gak mau," rengekku sambil menaruh tangan Fani di kepalaku. "Piji
ISTRIKU TUABab 8 : Berhenti KerjaSejak kejadian itu, Fani menjadi lebih perhatian lagi padaku. Berarti tamparanku waktu itu sangat berkhasiat sekali. Jadi, wanita itu tidak bisa selalu dilembuti terus, sesekali memang perlu diberi kekerasan untuk mendokrin kepatuhannya pada kita. Itu menurutku, Fahmi Hairil Bin Usman. Putra dari petani miskin, yang sebelum berkenalan dengan Fani sangatlah menderita karena untuk beli indomie saja, harus ngutang di warung.Fani memang segalanya buatku, dia bisa menjadi sosok Ibu yang sangat memanjakanku, juga sosok istri yang sangat patuh dan penyayang, serta seorang Ibu Peri yang selalu bisa mewujudkan semua keinginanku. Aku sangat sayang sekali padanya, dan tidak mau sampai kehilangan dia. Hidupku akan berantakan tanpanya, aku tak bisa membayangkan semua itu. Jadi, aku harus bisa membuatnya tak berpaling dariku. Dengan wanita lain, aku gak yakin bisa hidup senyaman ini. Bayangkan saja, hanya dengan mas kawin sepuluh ribu rupiah, aku bisa mendapatkan
ISTRIKU TUABab 9 : GiselaJam di dinding menunjukan pukul 18.30, setelah sholat magrib, Fani sudah bersiap untuk berangkat mengajar les."Mas, Adek berangkat, ya!" Fani mencium punggung tanganku."Iya, sayang. Hati-hati di jalan! Pulangnya belikan Mas martabak manis ya, rasa keju susu." Aku menatapnya lembut."Iya, Mas." Fani mengangguk dan kemudian berjalan menuju pintu.Taklama berselang, deru suara motornya kian menjauh. Aku tersenyum senang dan membuka ponsel. Mengetik sebuah pesan untuk Gisela.[Dek, pulang kerjanya jam berapa?]Tiga detik kemudian, sudah muncul balasan darinya.[Ini sudah di jalan mau pulang, Bang.]Aku tersenyum lagi, bayangan bibir sexi dan tubuh moleknya membius otakku.[Jam berapa kita video callnya, sayang? Abang udah gak sabar 😊][Satu jam lagi, sayang.]Yes, Gisela memanggilku sayang. Rasanya terbang ke awan, aih ...Tepat pukul 19.30, aku langsung melakukan panggilan video. Hatiku dag-dig-dug menunggu Gisela menjawab panggilanku.Taklama kemudian, pang
ISTRIKU TUABab 10 : RibutSejak pertengkaran malam itu, aku sudah menghapus pertemanan dengan Gisela di facebook di depan Fani dan berjanji untuk tidak menduakannya lagi. Hem, itu hanya janji. Masalah bisa terpenuhi atau tidaknya aku tidak tahu juga. Yang terpenting sekarang, Fani bisa percaya dan luluh lagi hatinya padaku."Sayang, ayo sarapan dulu! Mas sudah bikin nasi goreng untukmu," sambutku pada Fani ketika keluar dari kamar.Fani sudah bersiap mau berangkat kerja. Pagi ini dia masih mengenakan kacamata kala berangkat kerja, karena lebam di mata bekas pukulanku waktu itu masih membekas. Padahal sudah seminggu.Fani terlihat melihat arloji di pergelangan tangannya."Baru jam setengah tujuh, Dek. Ayo!" aku menarik tangan Fani dan menuntunnya duduk di depan meja makan."Ayo, sayang ... dicicipi dong masakan Mas!""Iya, Mas. Makasih, ya." Fani senyum sumringah sambil memakan nasi goreng buatanku.Yes, akhirnya Fani bisa tersenyum lagi dan kembali kepelukanku.Setelah menghabiskan s