BYUR!Iveryne merasa tubuhnya menjadi sangat ringan dan air menyerbu masuk dalam telinganya. Dia terjatuh dari ketinggian bermeter-meter setelah kaki laba-laba mengaisnya, menghantamkannya ke pohon, lalu terjatuh di antara tumpukan rerumputan, yang ternyata, sebuah lubang.Tunggu, bukankah tadi Reiger memeluknya?Namun Iveryne tidak sempat berpikir, dia tidak bisa berenang! Jadi mulutnya terbatuk-batuk, kakinya bergerak acak di dalam air, dan tangannya memukul-mukul elemen cair itu, tapi ransenya, berada di area punggung, dan tubuhnya perlahan masuk lebih dalam.Perjalanan baru dimulai, dan dia sudah akan mati?“Iveryne!” UHUKK!Dia baru saja memuntahkan air. Dalam sekejap, tubuhnya sudah berada di daratan ketika dia membuka mata, dan Reiger membantunya duduk dan dia bisa merasakan air jatuh dari rambutnya.Hangat. Iveryne membuka mata setelah mengerjap beberapa kali, dan hal pertama yang dilihatnya adalah Reiger, lagi, dengan rambut basah, menatapnya khawatir. Pria itu sekarang sud
Gelap, dingin, dan basah.Tidak ada yang namanya ketenangan! Iveryne terbangun karena suara gedebuk beberapa kali di sekitar. Hal pertama yang ia lihat saat membuka mata adalah cairan kental dan potongan sebesar Archer, berwarna kuning pucat, dan menggeliat.Sinocallipus! Iveryne ingat, dia sempat membicarakan binatang ini tadi pada Reiger, sebelum tidur. Tapi dia tidak sungguh-sungguh ingin bertemu mereka dalam waktu dekat. Terlebih panjangnya sampai satu meter lebih! Kuning pucat dan antena coklat panjang.Puluhan sinocallipus merayap di langit-langit. Reiger di sisi lain membunuh dua sampai tiga dalam satu layangan pedang. Sabetannya tidak perlu diragukan, dan cairan kental memercik hebat.Sabetan semerah api melayang di udara. Hellfire tidak main-main, dan beberapa waktu ini, pedang itu selalu bercahaya.Yang membuatnya hampir memekik adalah, pakaiannya, kaos itu juga terkena lendir menjijikkan! Atau mungkin, darah. Darah berjenis lendir milik sinocallipus. Iveryne menarik Aelt
Keduanya melanjutkan perjalanan. Tidak ada salah satu pun yang sedia mengalah untuk sekedar beristirahat. Setelah merasa tubuh dan isi ransel kering, lalu menyempatkan diri mengisi perut dengan makan makanan kalengan, mereka langsung menghilangkan jejak.Tidak ada perbedaan antara siang dan malam. “Yakin tidak ingin istirahat?” Onyx kelabu di depannya mengarah tidak yakin pada kaki kanan yang di balut kain. Namun Iveryne salah mengartikan kalau pria itu tengah mengejeknya.“Jika aku tidak bisa menahan luka sekecil ini, aku akan menyerah sejak awal,” balasnya sinis. Mereka menuju sisi lain, mengikuti sulur hitam yang menjalar memanjang pada dinding Gua.Reiger memegang kayu yang dijadikannya obor, ransel hitamnya tergantung di bahu kanannya. Dia mengerti kalau Iveryne sempat merindukan Archer. Dia sering menangkap basah gadis itu diam-diam tengah memandangi kaleng biji-bijian makanan Archer.“Calix mungkin ceroboh, tapi tentang bertahan hidup, tidak perlu dikhawatirkan. Valdez dan Cam
Entah undakan yang keberapa kali mereka naiki. Sejauh ini, tidak ada yang salah, keseluruhan lorong Gua yang mereka lalui terbilang aman, setelah keduanya sepakat untuk mengikuti jalan yang memiliki taburan kristal bulan pada celah-celah sepanjang dinding.“Entah hari keberapa ini.” Kesekian kalinya, helaan nafas lelah Iveryne mengudara. “Apakah kamu yakin ini jalan yang benar?”“Kamu meragukannya, eh?” “Kita terus berjalan maju, bagaimana kamu tahu ini arah yang benar? Bagaimana kalau kita hanya berputar-putar di tempat yang sama?” Dia bertanya, pasalnya, jalan yang mereka lalui terlihat sama, ada penanda taburan cahaya seindah bintang langit malam.Tanpa menjawab, Reiger menarik tali yang melingkar di lehernya. Iveryne membeliakkan mata tak percaya setelahnya. “Kamu yang memberikannya.” Alis Reiger berkerut tipis, bukan pertanda heran maupun penasaran, tapi sebuah ledekan!Kompas dan arloji berada dalam satu tali yang sama. Iveryne ingat ini, bagaimana dia bisa lupa! Dirinya sendi
Bayang-bayang mimpi berputar jelas dalam kepalanya. Mimpi yang terasa nyata, seakan-akan dia ikut andil di dalamnya. Mimpi yang masih segar dalam otaknya seolah dia baru bangun dari tidurnya setelah mimpi itu. Tapi nyatanya, itu kemarin.Iveryne mendadak jadi pribadi yang pendiam. Reiger kerap kali memergokinya tengah melamun. Bahkan ketika mereka sudah mulai memakai obor, karena kristal bulan di dinding makin memudar seiring bertambahnya langkah perjalanan yang mereka berdua ambil.Gadis itu nampaknya lebih memikirkan tentang mimpi daripada keselamatan mereka dalam Gua, seperti hari-hari lalu. “Katakan padaku jika sesuatu mengganggumu.” Iveryne mendongak setelah memasang telinganya kembali, pria ini baru saja mengajaknya bicara kembali? Pada akhirnya?“Tidak ada. Fokus saja pada jalan kita,” tambahnya.“Kamu yang tidak fokus.” Obor di tangan Reiger adalah satu-satunya penambah penerangan. Tidak ada lagi kristal bulan, tapi sisi anehnya adalah, Iveryne nampak tidak terlalu memperdu
Sesak dan ketat. Iveryne bergerak gelisah, matanya hanya terbuka sebelah. Di manapun dia sekarang, ini adalah tempat terburuk. Dia merasa terbungkus erat. Matanya terasa berat saat mengerjap beberapa kali. Ribuan benang-benang sutra tipis menutupi seluruh tubuhnya dari ujung kuku sampai ujung rambut. Saat dia menggoyangkan kaki, seluruh tubuhnya ikut bergerak ke sana kemari, menandakan bahwa posisinya sedang tergantung. Reiger ada di sisi lain. Lucu sekali rasanya Iveryne bisa mengenali pria itu lewat topeng setengah wajahnya. Iveryne menghela nafas susah payah dari sela-sela benang yang membungkusnya, lalu menggoyangkan tubuhnya. Mengerahkan tenaga banyak tetap tidak cukup untuk menyenggol bungkusan tubuh Reiger. Iveryne mengayukan tubuhnya sejauh yang dia bisa, tapi Reiger masih belum bangun, bahkan ketika senggolan Iveryne seperti akan membuatnya jatuh dalam waktu dekat. "Reiger!" serunya, setengah berbisik. Puluhan kantung-kantung yang melekat pada gabungan benang-benang t
“Jangan lakukan ini, jangan lakukan itu. Baiklah, lain kali aku akan menonton aksimu sambil mengisi perut.” Hentakan kecil kakinya bergerak tidak sabar, gadis itu melirik tidak senang. Sementara Reiger berperang dengan batas kesabarannya.Gadis ini bukan tidak paham maksudnya, tapi memilih untuk tidak memahami. Dia ingin bertarung, dan membuktikan dirinya pantas untuk menjadi Ksatria Aregorn, tapi ini bukan waktu yang tepat.Tapi tidakkah dia pernah belajar bahwa perjalanan mereka ini bukan bagian dari latihan! Terpeleset sedikit saja, mungkin mereka berdua akan muncul di sisi lain dunia. Bernafas salah tempat pun bisa memindahkan jiwa mereka. Permukaan Hutan dipenuhi ilusi dan sihir hitam. Dan tempat mereka berpijak sekarang dikerumuni lusinan lebih spesies monster terinfeksi. Jelas sekali jika dia menjadikan Gua itu sebagai tempat latihan, yang tersisa darinya hanya nama. Dan Reiger, sialnya terjebak dalam tanggung jawab ini. “Berjalan perlahan atau kamu ingin menjadi kudapan?”
“Bagaimana bisa … Aelther? Apa yang terjadi?” Sebetulnya Iveryne ingin berteriak di depan wajahnya.‘Kenapa kamu menciumku!’ Tapi mengingat dia baru saja memakai Aelther, dia mengurungkan niat. Darah Reiger berdampak besar pada pedang perak itu, dan sekarang, dia tengah mengobati telapak tangan Reiger, membasuhnya, kemudian membalutnya dengan kain yang tersisa.“Kamu ingin bertanya tentang ciuman itu, bukan?” Reiger memainkan alisnya sembari memandang wajah Iveryne, namun gadis itu menggeleng singkat dengan wajah biasa. “Itu hanya satu ciuman, tidak ada artinya.” Reiger memberi pertanyaan lewat pancaran onyx kelabu. “Satu ciuman bisa tidak disengaja, ciuman kedua mungkin kebetulan. Dan ciuman ketiga … ” Ada jeda panjang, dan dia memilih tidak melanjutkan. “Dan … ciuman ketiga? Apa?” Iveryne benar-benar malu membahasnya, tidakkah pria ini mengerti bahwa dia sedang mencoba melupakannya! Hidungnya memerah tanpa sadar. Iveryne pura-pura bersin, meski itu tidak sepenuhnya berhasil, ka