Akhirnya aku pasrah dan duduk manis ku kursi depan, bersebelahan dengan Juragan Dingkul yang penampilannya sudah om-om berkumis baplang dan berkepala botak. Pokoknya serem sekali.
Seiring lajunya mobil dengan kecepatan yang menurutku amat pelan. Pandangan Juragan Dingku terus saja melirik padaku, memang aku merasa tak nyaman dan gelisah. Ada rasa takut dan keringat pun bercucuran membasahi dahi."Pak Juragan, bisa gak kalau itu mata liatnya kesonoh. Bukan Lian ke saya terus, nanti kalau nabrak tronton 'kan berabe juga. Mana mobil juragan rusak dan aku bisa mati mendadak, aku tidak mau pokoknya aku gak mau mati sekarang, masih muda ini. Masih banyak cowok-cowok yang menungguku di luar sana," umpatku di sela rasa takutku."Neng Dian tenang saja, jangan takut begitu karena mati, 'kan di sebelah Neng Dian ada Abang.""Ih ogah situ lebih mirip malaikat pencabut nyawa, aye takut banget.""Masa iya si Neng, Abang mirip malaikat pencabut nyawa, kayaknya lebih mirip Raffi Ahmad deh.""Busyet Raffi Ahmad dari Hongkong, yang ada mirip Raffi panci bolong," ledekku sambil bergidik geli.Gak kebayang deh, nanti gimana reaksi warga serta tetangga gue sekampung jika liat gue di dianterin ini juragan botak. Nanti bisa-bisa viral."Juragan sampai sini saja nganterinnya ya. Aku ada urusan dulu soalnya mau main kerumah temen aku," alasanku agar juragan Dingkul menurunkanku dari mobilnya.Aku benar-benar tak nyaman duduk disini rasanya gerah sekali, mana pemandangan di sebelah kaya gunung salak gak ada adem-ademnya yang ada menakutkan.Yang mau digaet anaknya, lah yang ganjen bapaknya segala, mana udah tua Bangka lagi. Bukannya insyap malah doyan daun muda. Nasib oh nasib mengapa begini, baru saja ditinggal mati sama suami kini aku harus dihadapkan dengan gentong alias juragan Dingkul."Ah Neng mah, 'kan Abang mau nganterinnya sampai rumah. Biar sekalian silaturahmi sama Emak. Udah lama kagak ketemu, kalau gak salah ketemu pas lebaran monyet. Eh kok monyet, lebaran tahun kemarin maksudnya."Aku menghela nafasku yang sudah terasa hampir sesak, di dalam mobil dada tak ini tak hentinya berdebar lantaran takut dengan Juragan Dingkul.Saat wajahku mulai melihat ke tepi sebelah kiri, tak sengaja ku lihat mobil merah dengan plat nomor yang sama saat mobil itu menabrak suamiku.Aku tercengang bukan kepalang, apakah aku hanya mimpi, namun ini memang benar adanya."Mobil itu! Juragan saya mohon berhenti, disana ada mobil merah," kataku dengan penuh permohonan agar Juragan Dingkul mau berhenti.Akan tetapi setelah aku bermohon juragan Dingkul tak menggubris keinginanku sama sekali, ia ngeyel dan tetap melakukan mobilnya."Gue bilang berhenti!" teriakku mengejutkan Juragan Dingkul.Akhirnya ia mau memberhentikan ku, dan akupun mulai turun dari mobilnya untuk segera menghampiri mobil merah yang tadi kulihat telah terparkir di tepi jalan.Namun, karena Juragan Dingkul telat, akhirnya aku terkesiap, pria dan wanita itu masuk mobil dan mobil pun melaju kencang.Kakiku berlari sekencang mungkin dengan harapan aku bisa mengejar mobil merah itu.Iya mobil merah dan plat no yang sama, mataku melihat jelas semuanya. Tapi ada sedikit heran, wanita yang tadi masuk kedalam mobil merah itu kenapa mirip Alina sahabatku.Ah dia benar-benar lolos dari kejaran ku, mereka telah jauh dan tidak menggubris sama sekali teriakanku.Aku berhenti lari mengejar mobil itu, sesaat terlintas dalam pikiran ini membayangkan musibah tragis 3 tahun silam lalu yang menimpa suamiku, dadaku kini terasa lebih sesak, emosiku hampir saja meledak.Kalau saja aku tau laki-laki yang mengemudinya tadi, pasti aku akan meminta pertanggung jawaban yang sudah diperbuat. Aku akan dimasukan ke dalam jeruji besi."Ah sial! Semuanya gara-gara Juragan Dingkul!" gerutuku ketika aku telah kehilangan arah mobil merah itu."Ngejar apa sih Neng?" tanya juragan Dingkul."Mobil merah yang tadi adalah mobil yang menabrak suami saya dulu juragan," jelaskan dengan dendam membara pada mobil merah itu."Kenapa malah diam disini, ayo kita kejar pake mobil saya," celotehnya.Mengapa tidak terpikirkan olehku, kalau hanya di kejar mengandalkan kaki mana mungkin bisa ke kejar.Tak berselang lama lagi aku kembali masuk dalam mobil juragan Dingkul. Mau gimana lagi terpaksa aku harus mengejar mobil itu, kalau saja mobil itu tertangkap, aku yakin manusia yang sudah sengaja menabrak suamiku pasti terungkap.Akhirnya aku dan Juragan Dingkul mengejar mobil merah tadi, walaupun kami sudah ketinggalan jauh semoga saja masih bisa ketemu."Itu mobilnya juragan," jariku menunjuk ke arah mobil yang ternyata memang benar."Baik, Kania berpegangan saja biar saya akan lebih kencang mengemudi mobilnya."Saat hampir saja mobil merah sudah terkesiap, tiba-tiba lampu lalu lintas berwarna merah, terpaksa aku harus berhenti.Ah, ada-ada saja, mobil itu sudah melewati lampu, jadi ia bisa lolos dengan leluasa dari kejaran ku."Gimana dong, Neng. Mobil itu sudah tidak ada?" ucap Juragan Dingkul."Pak Juragan kita lebih baik pulang saja," celotehku pasrah, kekecewaanku kini menggebu, dan dendam tidak akan pernah bisa terabaikan pada pengendara mobil merah itu.Aku mengepal tanganku begitu erat disisi dengan emosi yang sudah memuncak, "Walaupun kamu kali ini lolos, aku berjanji suatu saat kamu pasti akan ku dapatkan," gumamku.Juragan Dingkul memutar balikan arah mobil untuk kembali ke rumahku. Seribu alasan dan semua permohan sudah ku lontarkan agar juragan Dingkul menurunkanku di jalan, tapi apalah daya dia tetap ingin mengantarkan aku sampai rumah.Saat sudah memasuki kampung ku ku lihat banyak manusia-manusia yang memperhatikan mobil ini, semua pandangan tertuju pada mobil yang sedang berjalan menuju rumahku, siap-siap aku akan jadi bahan gunjingan.Bahkan ada orang yang mengikuti arah mobil mewah ini, maklum di kampung ku masih kumuh, jadi kalau ada yang bawa mobil mereka sering melihatnya seperti mau nonton konser saja."Lololo, kok ada mobil mewah yang datang ke rumah Emak Jamilah. Kira-kira siapa ya?" tanya Bu Saodah pada temannya yang masih melongo tak terkendalikan. Mata mereka tak berkedip sama sekali, bahkan ada juga yang berpose dengan mobil mewah ini, padahal yang punya mobil belum juga turun.Kini para tetangga silih berdatangan, katanya mau melihat mobil mewah ini, membuat Juragan Dingkul merasa puas, selain ingin pamer dia juga akan dipuji-puji dengan kekayaan yang ia miliki.Lah terus gimana nasib gue, yang maju kena, mundur kena. Mau turun bagaimana para ibu-ibu tak terkejut melihat gue di dalam mobil, tapi kalau tidak turun nanti bisa-bisa dibawa jalan lagi sama Juragan. Gimana ini.Emak Jamilah yang sedang menyapu teras depan rumah pun tak kalah melongo dari Ceu Odah.Ia menghampiri lebih mendekat lagi pada mobil ini.Juragan ingin segera turun, akan tetapi aku masih menahannya, sebab mentalku belum siap kalau aku 1 mobil sama juragan Dingkul."Yakin kamu Nang Dian, mau disini saja bersama saya berduaan. Belum saya apa-apakan saja sudah mau dua-duan sama saya," celetuk Juragan Dingkul, aki-aki peot yang percaya dirinya selangit.Aku hanya nyengir kuda sambil mikir harus bagaimana.Mata Emak semakin mendekat sambil mengintip kaca mobil yang berwarna Hitam ini.Ah Emak apa-apaan sih."Emak mobil siapa itu? Mungkin anak Emak sudah pulang dari kota pake mobil mewah," ungkap Ceu Saodah."Saya juga tidak tau Dah."Akhirnya juragan Dingkul membuka pintu mobil untuk keluar."Oh juragan Dingkul kesini, ini juragan terkaya di kampung kita," ucap salah satu warga mengunggulkan juragan Dingkul.Duh, bagaimana nasib saya nanti, pasti semuanya kan rame dan terkejut. Pati Emak juga akan marah-marah. Ah kacau."Juragan semakin hari semakin tampan dan juga kaya saja, memang dia juragan yang palih sempurna di kampung kita, tidak hanya baik dan juga gagah tapi juga ramah suka bagi-bagi uang," celoteh tetanggaku Pak Umar.Hampir saja kumis baplang juragan Dingkul beralih ke pada Ceu Saodah.Aku bingung harus melakukan apa, tubuhku masih terkurung di dalam mobil Juragan Dingkul, sedangkan Juragan Dingkul sudah keluar untuk menemui keramayan tetanggaku sama sekalian mau bagi-bagi uang, lantaran banyak sekali yang memujinya."Dasar orang aneh, di puji-puji saja langsung di bagi uang, giliran ngutak ke warung gak di perbolehkan. Manusia apa yang seperti itu," gumamku lirih masih berdiam diri di dalam mobil.Ketika semua tetangga sedang berkumpul karena akan di bagi uang oleh Juragan Dingkul, akhirnya aku punya peluang untuk bisa keluar dari perangkap mobil ini.Ku buka pintu mobil ini secara perlahan di barengi dengan sehati-hati mungkin, semoga saja mereka tidak ada yang melihatku bahkah tidak ada
"Misi!" seru seorang pria paruh baya bertubuh kekar dan berwajah seram serius, pokoknya kaya Kang Komar di preman pensiun deh."Iya Pak, ada apa? Atau mau beli cilok?"sahutku ramah terhadapnya."Mau beli cilok gimana! Ini tempat saya, kamu gak lihat saya pedagang juga, saya bawa gerobak juga ini!" ketusnya.Aku menelan saliva dengan susah payah, kala mendengar sentakannya, ku pikir bapak yang barusan akan membeli cilok."Ini lapak saya, biasanya saya dagang disini! Sana kamu pergi dan cari lapak lain saja," tegasnya sambil mengusirku.Aku mengusap dada yang terasa sesak ini. Lagi-lagi aku dapat semburan dari orang, kalau di rasa-rasa hari pertama berdagang kok apes banget sih, pagi kena semprot ibu-ibu, sekarang malah di semprot sama Bapak-bapak. Nanti sore apa lagi.Begini amat jadi pedagang kecil udah jam 10 siang tapi cilok ini belum laku satupun.Ada rasa mengeluh dengan semua ini, tapi mau gimana lagi aku harus menjadi wanita kuat, sama seperti Emak, walaupun Emak udah tua tapi wa
"Semuanya gara-gara Lo, gue yang jadi korban," lirih pria itu.Ku ulurkan tanganku untuk membantunya berdiri, "Nanti gue obati, sekarang Lo ikut gue dulu."Dia hanya menuruti keinginanku. Tak ada kata-kata lagi yang terucap diantara kami, akhirnya aku memapah pria yang tak ku kenal sama sekali untuk kembali ke gerobak cilok ku."Lo tunggu disini, nanti gue ambilkan obat merah sama kapas sama sekalian lebam lo gue lapin ya biar gak biru dan membengkak," kataku sambil mengambil barang untung disiapkan.Tak berselang lama, aku mengelap beberapa luka lebam di dahi dan juga bagian tubuh lain, gak parah juga sih, tapi kayaknya sakit.Tak terasa mata kami saling berpandangan, hampir saja jantungku terbang akan copot dari tempatnya."Nih lap sendiri, Lo pake acara Mandang gue segala lagi. Gue jadi teplek nih," ku lemparkan lap basah itu pada wajahnya."Gila Lo, cewe galaknya minta ampun. Kaya ibu tiri gaya Lo.""Suka-suka gue,lain Lo pake acara mandangin, emang sih gue ini cantik tapi Lo liha
"Haris apa yang kamu lakukan dengan wanita itu?!" Suara hentakan itu tiba-tiba menyembur dari dalam mobil seseorang.Emang sih kalau di pikir-pikir di tempat umum pake acara peluk-pelukan, emang dasar kamu kelewatan rindu jadinya di tepi jalan aja serasa di hotel bintang lima."Siapa itu?" lirihku bertanya pada Haris."Itu tanteku dia akan marah kalau melihat aku dengan wanita. Kamu pergi ya, nanti dia suka marah. Cepat pergi ya disini." Haris berbisik di telingaku.Aku bahkan melongo terheran saat mendengar paparan Haris. Kok bisa sih seorang Tante marah ketika keponakannya yang sudah dewasa berada di pelukan wanita. Apa karena kami sedang berada di tepi jalan?"Baiklah." Aku mendorong rodaku dengan cepat sambil segera berlari menjauhi kediaman Haris.Ketika sudah sampai di rumah dadaku naik turun dengan nafas yang masih ngos-ngosan.Mata Emak melotot ketika melihatku."Kenapa kamu ngos-ngosak gitu kaya orang yang sekarat aja Dian? Kamu di kejar badak atau di kejar setan sih? Narik n
"Makannya Dian kamu harus segera punya calon suami yang baik dan benar dari sekarang, terus punya anak, kalau kamu sudah punya anak baru Emak tenang," ungkapnya Mak Jamilah."Entah lah Mak, aku belum kepikiran itu, yang jelas saat ini di pikiran Dian, Dian hanya ingin membahagiakan Emak dulu. Urusan pria itu belakangan, kalau sudah sukses kalah Dian kagak kawin juga gak papa, Dian tinggal sewa pembantu untuk mengurus Dian dan Emak," ujar Dian."Gak boleh gitu Nak, pamali. Menikah itu ibadah."***Hari ini jualanku lumayan laku beberapa biji, padahal masih pagi sekali, ada rasa haru dan juga bahagia, kini aku bisa merasakan hasil usaha dari keringatku sendiri. Dulu saat ada suamiku, minta apapun selalu maksa kalau ada kemauan. Tapi kini aku sadar kalau cari uang itu tidak gampang.Maafkan aku Emak dan Mas Rendi, dosaku terlalu banyak pada kalian, aku adalah beban terberat untuk kalian. Walaupun aku belum sempat berbakti pada suamiku."Woy besti kenapa Lo melow banget sih hari ini, pera
"Diandra! Apa yang kamu lakukan?! Kamu sudah kelewatan batas ya, kenapa kamu berbuat kasar pada Jali!" gerutu Alina ketika aku berbuat kasar pada pacarnya itu.Menurutku ada hal lebih pantas lagi untuk pria yang tak cukup satu wanita, Jadi tak lain seorang playboy dan pria bajingan. Alangkah aku membenci pria yang seperti itu."Asal kamu tau Lin, kalau jadi punya wanita lain, dan bukan pacaran dengan kamu saja," ungkapku menegaskan perihal siapa Jali yang sebenarnya.Namun Alina masih kelihatan bimbang dan tak percaya dengan ucapanmu barusan.Jadi menelan salivanya dengan susah payah kala aku membongkar semua rahasia terbesarnya pada Alina. Dada pria itu terlihat naik turun dengan nafas yang emosi."Memangnya kamu tau dari mana?!" tanya Alina serius."Waktu itu dia bersama wanita yang bernama Rindu. Dan wanita itu memanggil Jali dengan sebutan sayang. Berarti sudah pasti kalau wanita itu adalah pacarnya Jali. Kalau kamu tidak percaya kamu bisa tanyakan pada pacarmu yang menurutmu pang
Wanita bertubuh gempal dan sudah hampir dimakan usia. Kedua bola matanya begitu membulat memandang ke arah aku dan Jali disertai sorot yang begitu tajam.Kalau di perhatikan dari penampilannya sih seperti orang ningrat, bajunya juga dibandrol seharga 6 juta, tas pun berharga 12 juta. Aku mengetahui semua itu lantaran bandrol yang masih menggantung pada baju dan tasnya tidak dibuang. Mungkin alasannya yakni ialah supaya orang tau dan sembari pamer juga."Apa yang kalian lakukan disini? tidak malu apa kalian berbuat mesum di tempat rame gini! di pinggir jalan, gak kebeli apa hoteng Bintang lima," cerca wanita bertubuh gempal itu.Mendengar cercaan itu membuat dahiku seketika mengerucut, "Kok mesum sih," sahutku terheran sambil menggaruk kepala yang amat gatal sekali."Kalau tidak mesum apa lagi? Awalnya iya coum-coumnya akhirnya apa?! Sudah yakin lagi jawabannya pasti celup-celupan 'kan. Dasar anak muda jaman sekarang tidak bermodal sekali, mau enaknya tapi tidak anaknya."Wanita bertub
"Ini semua gara-gara Lo, andai Lo gak gangguin gue, mungkin gue gak akan difitnah begini!" rasa ungkapan yang amat kesal ku tujukan untuk Jali."Diandra Nak, gak boleh begitu sama bos Anom, bagaimanapun dia anak dari majikan Emak. Maka kamu harus sopan terhadapnya juga," tegur Emak."Tapi Mak, memang pria ini biang keladinya, kalau saja dia tak menyergap aku di jalan mungkin tidak ada masalah sama sekali," kataku terkekeh sambil mencibirkan bibir.Bu Janita yang melihat reaksi yang memarahi anaknya malah nyengir kuda. Sedangkan Mak Jamilah malah merasa bersalah."Kalau aja Lo gak bikin masalah sama gue, mungkin gue juga gak akan menyergap Lo cewek Tengil!" hardik Jali tak mau kalah."Emak sini deh," kata Bu Janita menyenggol tangan Emak, sambil mengajak Emak menjauh dari kediaman aku dan Jali yang masih saling serang adu mulut."Ada apa Nyonya Janita?"Awalnya Emak merasa bersalah dan takut karena kelakuanku yang amat sangat kesal dan tidak akur terhadap Jali. Pikir Emak Nyonya Janita