Hide lega. Mimpi buruk yang terburuk dalam pikirannya tidak terjadi. Hide tidak tahu apakah dia mampu untuk menerima jika ternyata orang tuanya ternyata tewas di tangan Masaki.
Ia langsung merasa tidak mampu seandainya harus menanggung kenyataan jika orang yang selama ini membesarkannya adalah pembunuh kedua orang tuanya. Hide tidak mungkin bisa menerima kenyataan jika tangan Masaki yang membebaskannya dari jasad ibunya yang telah dingin adalah tangan yang juga mencabut nyawa dari tubuh itu.
Hide telah melewati banyak hal, tapi kenyataan itu mungkin akan menghancurkan sedikit sisa manusiawi dalam dirinya.
“Kenapa kau terlihat lega?!” Shibata menegur Hide, sekaligus Ryu yang rupanya kembali memiliki perasaan yang sama. Ryu bahkan sampai menghela napas yang menunjukkan kelegaan amat sangat.
“Kau tidak mendengar
“Apa—tentu tidak! Aku marah pada Masaki, bukan Hayato! Aku ingin menjadikanmu Sandaime karena Hayato meninggal, bukan sebelumnya. Sebelum itu terjadi, aku harus memuaskan diri melihatmu bisa bertahan hidup sampai besar tanpa terancam lagi.”Hide memandang wajah Shibata yang mengetuk meja dengan telunjuk, menandaskan jawabannya. Memperlihatkan kesungguhannya.“Kau salah. Aku tidak hidup aman tanpa ancaman. Orang yang membunuh Hayato–aniki, mereka mengincarku bukan?” tanya Hide.“Itu karena Masaki bodoh!” Shibata mendesis.“Maksudmu?”“Saat laporan kejadian orang tuamu dibuat, aku tidak lagi boleh ikut campur menangani kasusnya. Aku terlalu dekat dengan Kenji dan Haruka. Aku tidak boleh melakukan apapun kecuali memakamkan orang tuamu. Karena itu, aku ti
Ayu menggeser pintu sampai membuka dengan sangat perlahan. Berhati-hati agar tidak menimbulkan suara.Menurut pelayan yang tadi bicara padanya—saat mengantarkan nampan sarapan yang saat ini ada di tangannya—Hide ada di ruangan itu, dan sedang tertidur.Ayu tadi kaget karena tidak menemukan Hide di kamarnya. Kamar yang ditempatinya adalah kamar Hide.Ryu yang yang menunjukkannya tadi malam, sekaligus mengatakan Hide akan menyusul setelah urusannya selesai. Tapi ternyata sampai pagi ia tidak juga datang.Ayu tidak marah, tapi tak ayal juga khawatir. Dan kini Ayu lega melihat Hide paling tidak beristirahat, meski posisinya tidak nyaman. Ia bahkan masih memakai jas lengkap yang kemarin.Ayu meletakkan nampan sarapan, dengan masih berusaha tanpa mengeluarkan suara. Ayu lalu berjinjit menghampiri Hide yang ber
Hide bersujud untuk yang ketiga kalinya di hadapan altar lalu mundur. Kelompok orang yang ada di belakangnya, melakukan hal yang sama, mengikuti. Mereka semua berdiri di hadapan altar yang telah tertata dengan guci berwarna hijau itu sebagai pusatnya.Guci itu akan berada di atas altar kuil sampai lima puluh hari ke depan, sebelum dibawa ke pemakaman untuk dikuburkan. Itu adalah ritual terakhir dari rangkaian seluruh upacara pemakaman. Selama masa tunggu itu, siapapun bebas untuk mengunjungi dan memberi penghormatan terakhir.Hide menyelesaikan penghormatannya lalu berbalik, dan beberapa orang langsung menghampirinya. Tidak banyak orang yang ikut dalam acara yang ini, hanya pilihan saja. Selain Yui dan Ryu, kepala keluarga dari anggota Kuryugumi, terlihat juga ketua ichizoku yang lain.Tiga yang lain langsung berpamitan, sementara Abe da
“Akan ada acara makan malam resmi malam nanti, apa kau tidak keberatan untuk ikut?” tanya Hide, sambil mencolek pipi Ayu yang tengah menatap pemandangan di luar mobil. Mereka berjalan pulang setelah acara penghormatan di kuil itu.“Makan malam bersama siapa? Apa harus aku ikut?” tanya Ayu, jelas saja sedikit segan.Ia kemarin sedikit merasa kecewa saat Hide tidak memperkenalkannya pada orang-orang yang mereka temui secara jelas, tapi setelah mendengar keterangan dari Kyoko tentang lingkungan hidup Hide, Ayu merasa baik-baik saja tanpa diperkenalkan pada siapapun, tapi sepertinya tidak mungkin dihindari.“Maaf, tapi ini harus. Akan menjadi pertanyaan kalau kau tetap tinggal bersamaku tanpa orang tahu kau siapa.” Hide mengeratkan genggaman tangannya, untuk meyakinkan Ayu.“Tenang saja ak
“Oh, ya. Benar. Aku lupa. Terima kasih.”Ayu yang tidak bisa mengatakan hal lain, tersenyum gugup pada Shibata yang kembali berdiri di tempatnya. Ayu tidak mungkin menjelaskan jika semua itu adalah kebohongan di hadapan begitu banyak orang yang kemungkinan akan menganggapnya kurang ajar.“Aku juga LUPA. Aku seharusnya tidak menuangkan sake itu untukmu.” Hide menekankan kata lupa sambil memandang Ayu dengan mata membesar. Hide menormalkan keadaan, meski juga kebingungan.“Ha.. ya.” Senyum gugup Ayu semakin jelas terlihat, tapi apalagi yang bisa di katakannya?“Aku mungkin membuat kalian semua terkejut, tapi aku rasa ini saatnya aku memperkenalkan Ayumi pada kalian. Ini Ayumi Tanaka, dia istriku.”Paling tidak kata-kata Hide itu menimbulkan reaksi—terkejut dan hera
“Aku … tidak tahu. Aku tidak terlalu mengingat … mmm… siklus bulananku dengan cermat, jadi aku tidak tahu.”Ayu menggeleng tidak yakin. Ia tidak pernah merasa perlu mengingat semua itu, karena tidak perlu merasa berhati-hati untuk tidak hamil. Ayu tidak ingat kapan terakhir ia mengalami siklus bulanan.“Apa kau merasa mual atau pusing?” Hide ingat bagaimana Ayu mengalami mual dan pusing parah.“Tidak ada. Aku baik-baik saja.” Ayu menggeleng dengan yakin. Ia tidak mengalami mual apapun selama ini. Tidak ada yang berubah.“Kau yakin?” Hide bertanya sekali lagi, karena tentu ingin jawaban lain. Tapi Ayu hanya bisa menggeleng.“Apa… maksudku …. Aku tidak tahu kau begitu menginginkan aku hamil.” Ayu terbata karena heran. Ia dud
Ayu bersama Kyoko, mengikuti Yui menyusuri lorong rumah itu yang tentu asing. Bahkan juga asing untuk Kyoko meski ia berada di rumah itu lebih lama dari Ayu. Sampai kemudian Yui membawa mereka ke lantai dua.Tangga kayu besar berwarna coklat tua itu terlihat masih kokoh, meski kemungkinan juga berumur sangat tua.“Aku membawa kalian ke atas, agar mempunyai pandangan lebih baik tentang tempat ini, dan apa yang kau punyai.” Yui khusus menunjuk Ayu untuk hal ini.“Ya.” Ayu mengangguk. Tentu ia paham yang dimaksud Yui adalah kepemilikan karena sekarang ia adalah istri dari Hide.“Kita sampai.” Yui menebar tangan, bersandar pada pagar kayu yang ada di balkon lantai dua itu.Tentu saja Ayu berseru kagum. Dari balkon itu, mereka bisa memandang seluruh area sekitar rumah besar.
Hide mengetukkan jarinya ke atas meja, menatap Murakami yang bersujud di depannya dengan sangat tidak puas.“Hanya itu yang bisa kau katakan padaku? Jangan membuatku menyesal karena telah membiarkanmu hidup! Aku ingin informasi, bukan omong kosong soal kau tidak tahu!” Hide mendesis sambil berdiri, dan Murakami seketika tersentak mundur ketakutan.“Saya benar-benar tidak punya informasi tentang ichizoku lain yang ikut bagian dalam bisnis itu. Semuanya ditangani oleh Nidaime sendiri. Saya mengetahui ada klan lain yang terlibat juga karena tidak sengaja. Nidaime mengatakannya tidak dengan sengaja.”Murakami menjelaskan, sementara melirik kaki Hide yang kini ada persis di dekat wajahnya. Murakami kembali bersujud dengan tubuh gemetar, membayangkan kaki itu melayang ke arah kepalanya.Tapi keadaan