[Untuk berita selanjutnya. Hari ini kami dikejutkan dengan datangnya berita yang membawa sosok tidak terduga. Kami sudah mengkonfirmasi bahwa kasus ini tengah berjalan dalam penyelidikan polisi saat kami menurunkan berita]
Pembukaan berita yang membuat Kaito kembali melirik ke arah Hide. Ia tidak mengerti kenapa Hide datang hanya untuk mengajaknya menonton televisi. Tidak mungkin sesederhana itu.
Tapi sudah tidak memperhatikannya. Ia terus menatap televisi sambil tersenyum.
[Tadi pagi, dilaporkan jika pria berinisial K yang baru-baru ini dilantik menjadi seorang menteri pendidikan, telah melakukan tindak kriminal]
Sampai di situ. wajah Kaito pias. Meski orang yang dibahas oleh berita itu hanya memunculkan inisial—belum nama jelas, tapi penyebutan jabatan itu tentu memperjelas identitasnya. Hanya ada sat
“Kaito–kun? Kau ada dimana? Apa kau sudah melihat berita? Kau harus melihatnya!”Seruan panik dari Karin itu membuat Hide sedikit kecewa. Karin tidak mengenali suaranya. Ia terus bicara mengira lawan bicaranya adalah Kaito.“Itu Otou–san bukan? Apa yang terjadi setelah ini? Apa jabatan itu akan hilang?” Karin panik, dan tentu Hide tersenyum.Memang lebih baik begitu. Ia tidak bisa mengenali suaranya, karena tidak menduga keterlibatan dirinya atas segala kemalangan yang terjadi. Hide tadi menjawab karena ingin memberi sedikit gambaran pada Karin tentang apa yang datang padanya setelah ini. Tapi mungkin tidak perlu. Kejutan selalu mendatangkan efek yang lebih memuaskan.“Kaito–kun?!” Karin berseru karena tidak mendapat jawaban apapun.Maka Hide lalu berjongkok samb
Ayu memang menemukan pria yang kemarin bersama dengan Shibata, tapi keadaannya tidak terlalu baik.Kemarin Ayu melihat keadaannya berantakan, tapi kali ini lebih buruk lagi. Ayu bisa melihat wajahnya terdapat lebam, hidungnya terlihat bengkok menghitam, dan pakaian pada area dadanya terlihat kotor—bekas injakan kaki Hide.“Ayumi–chan.”Kaito mencoba mendekat, tapi Hide—yang tentu saja ikut masuk. Mencegahnya. Ia menarik tangan Ayu menjauh darinya, sementara berdiri di antara mereka berdua.“Kau ingin melakukan apa?!” bentak Hide.“Minggir.” Ayu menyahut, sambil mendorong Hide ke samping.“Yumi–chan.” Hide tentu terkejut, karena sudah lama Ayu tidak membantahnya dengan terang-terangan seperti ini.Tapi Ayu sedang tidak ingin diam. Dia ingin mengetahui apa rasa arti dari rasa benar yang hadir dalam hatinya itu.Ayu tidak pernah meragukan cintanya pada Hide adalah benar. Tidak ada kebohongan di sana, tapi Ayu tidak bisa mengerti kenapa kata suami yang disebut oleh pria itu juga terasa be
“Tidak ada gejala yang serius, Sandaime. Keadaan istri Anda cukup kuat, dan kandungannya sudah memasuki akhir trimester ke dua. Sangat kuat. Saya harap tidak akan ada masalah sampai hari kelahiran nanti.”Dokter yang memeriksa Ayu tersenyum saat mengabarkan keadaan Ayu. Hide mendengar semua hanya belum merasa teryakinkan. “Kau yakin? Dia pusing tadi!”“Saya yakin. Pusing bisa terjadi karena lelah jika hanya sekali dua kali. Kalau berulang dan sering, baru hal tersebut bisa dikhawatirkan.” Dokter itu sedikit menegur, tapi tidak berani secara langsung. Ia ingin Hide tidak menjadi panik.“Aku akan mengingat ini. Jangan sampai kau salah.” Hide mengancam tentu. Ia tidak ingin ada kesalahan.“Tentu. Pastikan saja Tanaka–san melakukan pemeriksaan rutin yang biasa.” Dokter itu membungkuk, dan Hide menyuruhnya pergi dengan kibasan tangan.Hide lalu masuk ke dalam kamar dimana Ayu tengah berbaring. Memejamkan mata tapi Hide tahu Ayu tidak tidur. Karena begitu langkah kakinya terdengar, kelopak
Kaito menyumpah dalam hati, saat melihat banyaknya wartawan yang berkumpul di depan pintu rumahnya. Ia tidak berharap akan bertemu mereka, meski tadi sudah mendapat sedikit gambaran dari Karin tentang keadaan rumahnya. Rupanya ada lebih banyak orang, melebihi dari apa dibayangkan olehnya.“Tolong berputar ke arah sana.”Kaito meminta sopir taksi yang dinaikinya untuk tidak berhenti di depan rumahnya. Ia harus memutar mencari jalan masuk yang lain. Lewat pintu belakang yang lebih tidak mencolok. Berharap tidak ada orang yang menunggunya di sana.Tapi kembali kecewa. Setelah sampai di area jalan yang menyambung ke pintu belakang rumahnya, Kaito melihat beberapa orang berdiri di dekat gerbang. Jumlahnya tidak terlalu banyak tapi. Itu masih lebih baik daripada pintu depan.Kaito meminta supir taksi itu untuk berhenti,
“Dasar tolol!"Pria botak yang duduk di belakang meja kerjanya, memaki ke arah televisi yang saat ini menayangkan Kaito Nakamura yang tengah bersujud di hadapan gerbang rumahnya.Ia lalu menoleh pada pria yang ada di belakangnya. “Kenapa Kuryugumi tidak membela mereka? Seharusnya mereka membantu bukan? Mereka yang mengajukan Nakamura.”Pria yang diajak bicara itu membungkuk sekilas, sebagai tanda meminta izin menjawab. “Kemungkinan mereka juga tertipu, Abe–dono*. Tidak tahu keburukan itu dan mengira mereka bersih.”Abe mengernyit, masih menatap bagaimana Kaito yang di matanya tampak malang itu, dengan wajah ragu. Ia sejak tadi juga sudah menduga hal itu, tapi menurutnya tidak tepat.“Tanaka yang ini berbeda dengan Masaki. Dia tidak ceroboh seperti ini. Aku tahu bagaimana kebiasaan mereka saat memilih kandidat untuk diajukan. Sedikit saja hal aneh, mereka akan membatalkan pilihan, mencari yang lain. Cacat Na
Setelah mendengar langkah kaki dan teguran itu, Kyoko tahu apa yang dilakukan Ryu adalah usahanya untuk menutupi keadaan mereka yang bicara. berdua di tempat asing. Tapi tetap cara itu memberinya kejutan.“Kalian bisa mencari tempat lain untuk melakukannya bukan? Jangan memamerkannya di depan umum seperti ini!” Teguran yang keras terdengar.“Maafkan kami.” Ryu memasang senyum menyesal, lalu membungkuk dan meminta maaf.Tapi senyum Ryu yang biasanya mampu untuk melelahkan emosi lawan bicaranya, sedikit kehilangan keampuhan karena penyamaran. Orang yang menegur mereka tidak tampak terbujuk.“Aku bisa melaporkan kalian dan membuat kalian dipecat karena melakukan ini saat jam kerja!” serunya.“Tsukino–san! Jangan begitu. Kami hanya iseng. Tidak perlu sejauh itu. Maafkan ka
“Tapi bagaimana dia tahu tentang Ishida? Mungkin dia hanya membahas memori?” Ryu menenangkan kakaknya.“Tidak. Sebelumnya dia membicarakan Nakamura, lalu tiba-tiba menyebut Ishida.”Yui menghampiri meja, tempat dimana laptop dan peralatannya berada, memilih file, lalu memutar salah satu file yang ada di sana. File rekaman suara Abe dan juga Ueda.Ada beberapa file di sana, dan tugas Yui adalah mendengar dan memilih mana yang penting. Tugas Ryu dan Kyoko adalah memastikan alat penyadap berada di dekat Abe, dan itu sangat sulit.Abe selalu waspada, jadi selalu melakukan penyapuan alat penyadap di ruangannya maupun kamarnya setiap dua atau tiga hari sekali.Agar mereka tidak curiga—karena menemukan penyadap di ruang kerja, Ryu dan Kyoko harus bergantian memasang dan melepas penyadap itu setiap kalinya. Untung mereka sudah bisa membaca kebiasaan Ueda yang sangat teratur. Sejauh ini, mereka tidak mengalami kendala. Tapi pel
Kyoko kurang memperkirakan bagaimana kekuatan Ueda saat mabuk, atau tidak semabuk yang diinginkannya. Ueda masih kuat sekali.Kyoko tentu saja berniat membuat Ueda minum sampai lemas sebelum bisa terjadi pemaksaan seperti sekarang. Ueda saat ini masih bisa bergerak dengan ketepatan yang sangat bagus, sementara Kyoko mulai mengambang di antara sadar dan tidak. Kyoko masih mendorong Ueda untuk melepaskan dirinya, tapi kekuatannya mungkin hanya separuh dari yang biasa.Lebih buruk lagi, Kyoko masih separuh sadar. Jadi masih bisa merasakan ketakutan setiap kali Ueda menyentuhnya. Tidak mampu melawan saat sadar dirinya dalam ambang batas dilecehkan oleh Ueda adalah berkali lipat lebih buruk.“Lepaskan aku, Babi!” Kyoko berteriak sekuat tenaga, saat tak mampu melepaskan kuncian tangan Ueda di samping tubuhnya.“Ken