“MINGGIR!”
Hide berseru pada satu orang yang nekat menghadang—satu-satunya anak buah Abe yang tersisa, menghalanginya keluar dari bangunan terbengkalai itu. Tapi pria itu nekat, maka Hide memberi apa yang diinginkannya.
Sekali ayunan, Hide menangkis serangan pria itu, kedua kali Hide menebas, luka besar melintang dari bagian bahu kiri, terus sampai ke perut. Darah menyembur dan ia langsung terkapar.
Bukan halangan besar, tapi Hide menjadi lebih lambat. Ryu melewatinya dan berlari lebih dulu keluar. Target pengejaran mereka, kini sudah hampir mencapai mobil.
“Jangan kabur!” Ryu berseru panik, karena terlihat Abe sudah memasuki mobilnya. Tapi Abe tidak langsung mencoba untuk kabur. Begitu duduk di belakang kemudi, ia tampak mengambil sesuatu lalu menjulurkan tangannya.
Mata Ryu melebar sa
Ayu awalnya tidak ingin menyusul keluar karena malas bergerak, tapi setelah beberapa menit menunggu tanpa hasil, ia akhirnya berdiri dan berjalan keluar.Terdengar percakapan ribut dari arah luar. Tapi Ayu hanya melihat Kyoko dan Shibata yang berdiri menatap ke arah mobil yang baru datang.Ayu mengenali mobil itu, dan senyum cerah merekah. Ayu bergerak maju dan melihat Hide berdiri di samping mobil.Ayu ingin memanggil, tap urung saat melihat wajahnya terlihat canggung dan jelas tengah memaksakan diri untuk tersenyum. Ayu langsung tersenyum geli, karena langsung tahu siapa yang ada di hadapannya. Miura, sedang bicara padanya.Masih sambil menahan tawa, Ayu menghampiri, karena tahu kemungkinan besar Hide memerlukan bantuan untuk menghadapi Miura yang mengomel.Selama dua bulan ini, Hide beberapa kali datang ke rumah
“Ishida? Siapa Ishida? Siapa Abe?”Ayu mengernyit mendengar beberapa nama asing yang keluar dari mulut Hide.“Ishida… Sebentar.” Keraguan kembali menerpa Hide. Terutama saat ingatan bagaimana Ayu begitu kesakitan setiap kali membicarakan tentang orang tuanya.“Bagaimana?” Ayu yang tidak sabar berusaha duduk, tapi Hide menahan bahunya dengan pelukan dan mengelus kepalanya.“Terus begini saja. Aku memerlukan kau berada dekat denganku,” kata Hide. Ia sedang ingin berpikir sejernih mungkin.“Kau itu ingin bicara tentang apa? Menceritakan apa?” Ayu tidak jadi bergerak, tapi tetap penasaran dengan nama-nama asing itu.“Semua nama itu adalah bagian dari janjiku. Aku telah berjanji untuk menceritakan padamu apa yang terjadi sebenarnya—
“Karin ini. berarti bibiku bukan? Keluarga dari ibuku?” Ayu sampai mengulang, karena sulit membayangkan saudara dari ibunya akan membenci seperti yang dikatakan oleh Hide.“Ya. Dia adik dari ibumu.”“Tapi kenapa dia membenciku?”“Aku tidak tahu. Aku tidak pernah bertanya. Yang jelas dia jahat, kau tidak perlu lagi menemuinya maupun mencarinya.”Setelah ini, sudah pasti Hide akan mengurusnya memastikan Ayu tidak akan menemukannya. Hide berencana mengirimnya ke tempat yang jauh, lebih jauh dari Abe.“Jahat kenapa? Dia bibiku. Kami keluarga.”Menurut bayangan Ayu, keluarga harus saling menyayangi. Ia tidak mau memikirkan kemungkinan dimana akan ada keluarga yang saling membenci. Terutama saat mereka tidak punya lagi anggota keluarga yang lain—
Ishikawa tampak memandang dengan tatapan tajam. Padahal biasanya ia yang paling tenang. Diantara ichizoku lain, Ishikawa terkenal tidak banyak menuntut. Tapi tentu Hide tidak peduli. Ia membungkuk seperti biasa, menghormati yang lebih tua.Hide juga membungkuk kepada orang asing yang baru kali ini ditemuinya secara langsung.Orang yang lebih tua dari Ishikawa itu, mungkin menatap Hide dengan teliti—menimbang, tapi Hide tidak perlu membalas dengan ketelitian yang sama, karena ia sudah tahu siapa pria itu .Pria berkacamata yang memiliki kerutan lebih banyak dari Abe itu adalah Kawamoto. Salah satu keluarga anggota Tensei. Bukan keluarga utama seperti Abe, tapi termasuk yang paling berpengaruh.Hide sudah tahu siapa dirinya, karena memang sudah membuat tebakan—dan mengumpulkan data tentang keluarga dari Tensei yang m
Ayu perlahan merapikan selimut yang menutupi tubuh Natsu. Ia tadinya ingin Natsu terkena sedikit sinar matahari, tapi matahari musim semi pagi itu tidak terlalu cerah. Udara menjadi terlalu dingin. Maka Ayu memutuskan untuk kembali menutup merapatkan selimutnya lagi.Natsu menggeliat memprotes, karena merasa tubuhnya kembali terkurung. Tapi ia tidak menangis. Anak itu sangat tenang.Yui mengatakan masih ada waktu beberapa minggu lagi sebelum Natsu benar-benar berubah menjadi pengganggu masa tidurnya yang tenang. Yui menyarankan agar Ayu memuaskan diri beristirahat sebelum hal itu terjadi.Ayu tersenyum melihat Natsu yang membuka mulutnya untuk menguap. Bibir kemerahan itu tampak mengerucut dengan lucu.“Kau tampan sekali,” kata Ayu, sambil memainkan jarinya disekitar bibir Natsu untuk melihat apakah ia lapar atau t
Hide tentu saja panik. Waktu perkiraan melahirkan Ayu masih dua minggu lagi. Karena itu ia kemarin masih ingin bersantai di Utoro. Karena masih ada waktu.Tapi mendengar kabar dari Yui yang mengatakan Ayu siap untuk melahirkan, jelas saja kepanikan menyergapnya. Ia meminta Shibata melanggar semua rambu lalu lintas—tidak dituruti oleh Shibata, agar bisa segera sampai di rumah sakit. Masalahnya pertemuan bersama ichizoku yang lain tadi diadakan di luar kota Osaka. Butuh sekitar dua jam sebelum Hide sampai di rumah sakit.Hide berlari sesuai petunjuk Inoue—karena pikirannya kosong, sampai menemukan kamar yang dijaga oleh Kojima dan Takeda di depan pintu.Hide membuka pintu, dan terlihat olehnya Ayu yang tengah berbaring–tapi dengan senyum yang sangat lebar.Senyum itu mencabut sebagian besar kekhawatiran Hide. Ayu bisa tersenyum berarti keadaannya baik-baik saja.“Kau… Bukankah seharusnya masih dua minggu lagi? K… kenapa sekarang? Apa…”“Tidak ada kalender di dalam kandungan. Jangan mema
Hide berdiri di samping Ayu, memandang Karin yang perlahan menutup mulut. Matanya memandang Hide dari atas sampai bawah. “Ya, ini aku. Kita bertemu lagi. Akhirnya,” kata Hide. Setelah memikirkannya, Hide mendadak menyadari jika pertemuan terakhirnya dengan Karin sudah amat lama. Semenjak Karin meminta bercerai darinya. Mereka sudah lama tidak bertemu, tapi karena begitu banyak hal yang dilakukan oleh Karin membuat Hide merasa ia tidak pernah pergi. “Kau… Kuryugumi…” Karin bergumam dengan nada tidak percaya. “Ya, benar.” Hide menjawab singkat lalu memberi isyarat dengan tangannya kepada Shibata, yang segera mendekatkan kursi roda pada Ayu. Natsu sudah lebih tenang begitu tidak ada lagi teriakan—Kenzo juga sama. “Kau ke dalam saja,” kata Hide—kepada Ayu dengan tenang, tapi Ayu menolak. “Tidak.” Ayu masih ingin bertanya sesuatu kepada Karin, dan sama sekali tidak memutuskan pandangannya. “Jangan. Kau tidak perlu mendengar apapun darinya.” Hide mengelus kepala Ayu untuk membujuk. I
Karin sebenarnya ingin membalas bantahan Hide, tapi kalimatnya tertahan di lidah saat melihat gerakan tangan Ayu menenangkan Hide.Gerakan permintaan itu tidaklah mencolok, tapi mata Karin mengikuti dengan detail bagaimana Hide menutup mulut karena sentuhan kecil itu. Nyatanya, gerakan kecil itu lebih menyakitkan dibanding kata-kata Hide, karena membuatnya semakin menyadari kalau sejak awal tidak ada kesempatan untuknya untuk memiliki Hide.Karin menerima pernikahan itu, dengan keyakinan Hide akan berpaling padanya, dan membuatnya bersikap seperti istri yang sempurna di awal pernikahan.Hide tidak pernah berkata kasar atau membentak apalagi menghinanya secara kasar, dan Karin merasa sikap itu adalah awal positif, tapi Karin sekarang sadar kalau Hide saat itu bukan sedang bersikap baik. Hide saat itu hanya tidak menganggapnya cukup pentin