Share

9. MAKE A WISH

Malam itu Rindu tidak bisa tidur.

Waktu sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam namun sang suami tak kunjung pulang.

Bahkan setelah percakapan anehnya di telepon dengan seorang wanita yang memakai nomor ponsel suaminya, selepas maghrib tadi, membuat hati Rindu semakin dibuat gelisah.

Bagaimana tidak, jika ponsel suami kita tiba-tiba saja dipegang oleh seorang wanita tak dikenal, istri manapun pasti langsung curiga, tak terkecuali Rindu.

Setelah puas mundar-mandir seperti setrikaan di teras kontrakan menunggu kepulangan Albani, Rindu pun memutuskan untuk masuk ke dalam rumah dan membenamkan tubuhnya di balik selimut di ruang tamu.

Padahal di luar tidak hujan, tapi entah kenapa Rindu merasa tubuhnya menggigil.

Beberapa menit berlalu, kelopak mata Rindu sudah terpejam, namun suara deritan pintu yang terbuka membuat Rindu kembali terjaga.

Saat Rindu membuka mata, didapatinya keadaan kontrakan begitu gelap.

Apa iya mati lampu?

Pikir Rindu membatin seraya menyalakan cahaya ponselnya.

Seberkas sinar dari arah ruang tamu tampak setelahnya diiringi dengan suara nyanyian seorang lelaki.

Seorang lelaki yang masuk ke dalam kamar dengan membawa chocolate cake di tangannya.

Laki-laki itu mengenakan topi badut dengan wajah yang memakai topeng seperti badut.

Cahaya lilin menyinari kamar gelap kontrakan itu, menyala dari atas kue coklat yang dibawa si lelaki bertopi badut tadi.

"Happy birthday Rindu, Happy birthday Rindu, Happy birthday-Happy birthday, Happy birthday Rindu..." nyanyian itu terus terdengar dari mulut si lelaki.

Rindu yang masih dalam keadaan setengah sadar tentu terkejut bukan main mendapat surprise kecil-kecilan dari sang Suami di hari kelahirannya.

Bahkan Rindu sendiri tidak ingat kalau ini adalah hari ulang tahunnya.

"Mas?" gumam Rindu masih dengan tatapan tidak percaya.

Albani berlutut dan mendekati kue ulang tahun di tangannya ke arah wajah Rindu yang saat itu masih dalam posisi duduk di atas kasur lantai di dalam kamar mereka.

"Selamat ulang tahun istriku tersayang, semoga panjang umur, sehat selalu, murah rejekinya dan tambah sayang sama aku," doa Albani tersenyum sumringah.

Rindu langsung mengamini semua doa-doa suaminya.

"Ayo make a wish dulu, baru tiup lilinnya," perintah Albani kemudian.

Rindu pun memejamkan mata dan berharap sesuatu dalam hati hingga setelahnya dia meniup semua lilin-lilin di atas kue ulang tahunnya.

Rindu tersenyum penuh haru dan langsung meraih Albani ke dalam pelukan.

"Makasih ya Mas, aku pikir kamu kemana tadi, sampai tengah malem begini belum pulang, ternyata..." oceh Rindu setengah merajuk.

Albani membalas pelukan sang istri sambil tertawa, hingga tiba-tiba Rindu melepas cepat pelukan mereka dan menatap instens ke dalam mata Albani dalam remangnya kamar mereka saat itu.

"Kamu dapat uang darimana bisa beli kue ulang tahun begini?" tanya Rindu cepat karena setahu dia, Albani tidak memiliki uang saat dirinya hendak pergi ke kantor tadi.

Sejauh ini segala bentuk keuangan rumah tangga semuanya Rindu yang memegang. Albani akan meminta uang pada sang istri jika dia memang kepepet saja. Selebihnya Albani tak pernah mau menerima pemberian Rindu bahkan hanya untuk sekedar pegangan makan. Albani akan makan seadanya, apa makanan yang tersedia di kontrakan yang telah di masak oleh Rindu untuknya.

"Aku jual Hpku, tukar dengan Hp jadul," jelas Albani kemudian.

"Ya ampun, Mas. Kenapa sih harus memaksakan diri kalau memang nggak ada. Terus cewek yang tadi angkat telepon aku itu siapa? Orang yang beli Hp kamu?" tanya Rindu lagi masih penasaran.

Albani pun mengangguk.

Rindu mendesah lega. Ternyata kecurigaannya tidak terbukti.

"Aku mau minta maaf atas keegoisanku tadi pagi. Aku sadar kalau aku salah," kata Albani lagi setelah dia menaruh kue ditangannya ke lantai.

Saat itu Albani tampak mengeluarkan sesuatu dari balik saku hoodienya.

Sebuah kalung perak.

Lelaki itu beranjak sesaat dari sisi Rindu untuk menyalakan lampu dan memperlihatkan kalung ditangannya pada sang istri.

"Maaf cuma bisa belikan kamu perhiasaan abal-abal, nanti kalau aku sudah bekerja, aku akan belikan yang betulan," ucap Albani terdengar putus asa.

Rindu meraih tangan Albani dan menggenggamnya. "Aku nggak butuh perhiasan mewah untuk bisa bahagia. Dengan adanya kamu di samping aku dalam keadaan sehat walafiat aja, itu udah lebih dari cukup buat aku, Mas..." balas Rindu dengan penuh kejujuran.

Albani mengenakan kalung perak itu di leher Rindu yang menyambutnya dengan penuh antusias.

"Makasih ya Mas, kalungnya bagus, aku suka," kata Rindu lagi.

Mereka kembali berpelukan sejenak.

"Gimana tadi di kantor? Kamu kena marah nggak sama bos kamu?" tanya Albani mendadak kepo saat mereka kini sudah sama-sama merebahkan diri di atas kasur.

Rindu menggeleng cepat. "Nggak dong," jawabnya bangga.

Albani mengerutkan kening. "Serius?" tanyanya tak yakin.

"Iya, bener. Ternyata bosku itu orangnya baik banget, Mas. Malah tadi itu gara-gara aku telat sarapan terus perut aku rada mual gitukan ya, eh pas di dalam ruangan Pak Bos, aku malah muntah, mana kena jas kerjanya, coba itu? Kalau sama bos lain mungkin aku udah di pecat kali, eh sama dia aku malah di suruh istirahat," cerita Rindu panjang lebar.

"Jadi kamu sakit?" potong Albani cepat. Ekspresinya tampak khawatir, bahkan dia langsung mengecek suhu badan Rindu dengan punggung tangannya saat itu.

"Aku udah baikan kok sekarang," jawab Rindu berusaha menutupi padahal sebenarnya dia masih merasa kurang sehat. Rindu hanya tak ingin Albani merasa lebih cemas. Bisa-bisa besok dia tidak diizinkan bekerja.

"Syukurlah kalau bos kamu baik. Aku jadi tenang di rumah," ucap Albani kemudian. "Btw, tadi kamu berdoa apa pas make a wish?"

Rindu terdiam sejenak, lalu mendekatkan wajahnya ke Albani seraya berbisik, "aku bilang ke Tuhan kalau aku sayang banget sama kamu Mas. Aku berterima kasih sama Tuhan yang sudah mempertemukan kita dan menjadikan kita sepasang suami istri. Aku berterima kasih sama Tuhan karena sudah menciptakan kamu ke dunia, terus..." Rindu menggantung kalimatnya dan menatap dalam ke mata Albani.

"Terus apa?" tanya Albani tidak sabar. Keduanya saling menatap satu sama lain. Saling mengekspresikan kasih sayang dari pancaran mata mereka masing-masing.

"Terus, aku berharap Tuhan kasih kesempatan untuk kita hidup sama-sama sampai kita tua. Sampai anak-anak kita dewasa. Sampai rambut kita memutih sama-sama. Aku nggak mau kehilangan kamu, Mas..." mata bening Rindu mendadak berlinang air mata.

Albani langsung mendekap tubuh Rindu erat disertai kata amin berkali-kali yang keluar dari mulutnya.

Dia terharu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status