Sebenarnya bukan satu dua kali Ethan menyadari gelagat aneh pamannya. Bahkan sudah terlalu sering Ethan melihat pria paruh baya itu bertindak berlawanan dengan apa yang seharusnya dia lakukan. Ethan masih mengingat jelas ketika kedua orang tuanya dulu masih hidup, Pamannya adalah sosok yang sangat tegas dan adil. Dia mampu membantu ayahnya memimpin Redrock dan menjaga perdamaian di dalamnya. Namun, sejak ayahnya meninggal Ethan sikap Pamannya berubah 180 derajat. Ethan kadang merasa sangat asing dengan pamannya itu.
“Ethan!”
Sebuah suara yang akrab di pendengaran Ethan terdengar memanggil namanya. Ethan berbalik dan melihat Lucian Dorgon berjalan mendekatinya bersama Lucinda.
“Bagaimana lukamu?” tanya Lucian.
“Sudah l
Rachel menatap gugusan pegunungan yang ada di depannya dengan wajah takjub. Sepanjang matanya memandang hanya ada warna hijau yang menyegarkan mata. Tidak hanya itu, harum aroma bunga liar juga tercium di udara kastil Araceli, hal itu membuat Rachel semakin menyukai tempat itu. Sehari setelah dia kembali sadar, dia mendapati dirinya berada di East Land, sebuah tempat yang belum pernah dia dengar sama sekali sebelumnya, tai juga tempat yang terasa sangat familiar dalam benaknya. “Rae, bisakah kau menemaniku disini?” pertanyaan itu keluar dari mulut Aryan lagi. Bocah itu sudah mengatakan pertanyaan yang sama berkali-kali sejak beberapa hari yang lalu. Rachel menoleh pada Aryan yang tengah menatapnya dengan tatapan berharap,
Setelah menceritakan sedikit kisah tentang Keluarga Chevalier dari East Land, Lord Zathriel memberikan sebuah buku lain yang mencatat seluruh sejarah east Land. Sehingga di sinilah gadis itu kini berada. Duduk diam sembari membaca berbagai tulisan aneh yang bahkan tidak pernah Rachel lihat sebelumnya, namun dengan ajaibnya mampu Rachel pahami isinya. Nerwin yang juga melihat buku itu bahkan menggeleng ketika melihat bahasa elf kuno yang tertulis di atasnya. Rachel ingin merasa heran, tapi tidak ada lagi yang harus dia pikirkan. Dia enggan untuk menelaah seluruh hal aneh yang ada di hidupnya atau pada dirinya. Kini, Rachel hanya bermaksud untuk fokus memecahkan masalah ramalan sang Emerald dan membersihkan namanya. “Sudah berapa lama kau duduk disini?” tanya Lord Zathriel melihat Rachel duduk diam di satu sudut perpustakaan Araceli. “Hampir seharian,” jawab Rachel santai. Lord Zathriel mengangguk. Pria itu mengambil sebuah buku yang berada di rak tak jauh dari
Pertarungan itu tidak berlangsung lama karena Nethras dengan mudah mengalahkan Rachel dan merebut snowdrop dari tangan gadis itu. Rachel hanya memasang wajah kesal karena pemuda itu enggan mengalah padanya. “Tidak ada kata mengalah dalam sebuah pertarungan,” gumam Nethras seakan menjawab keluhan di dalam pikiran Rachel. Seperti kau bisa mendengarkan pikiranku saja, batin Rachel. “Aku memang bisa.” Sebuah suara terdengar di kepala Rachel membuat gadis itu melebarkan matanya dan menatap sekitar mencari asal suara. “Tidak perlu menatap sekeliling, aku ada di depanmu,” seru suara itu lagi.
Daratan luas itu tampak memukau dengan hamparan salju putih yang menutupi seluruh permukaannya. Sepanjang mata memandang hanya ada ribuan pohon tinggi yang di hias Kristal berkilau layaknya permata memanjakan mata. Dingin yang menusuk seakan teralihkan melihat keajaiban yang tak mampu ditolak oleh siapapun.“Selvence, permata rahasia di pegunungan utara,” gumam pria itu.Mata hitamnya menatap sepanjang gugusan pegunungan di depannya. Sebuah seringai terlihat dari bibir tipisnya ketika dia melirik pasukan yang berbaris rapi di belakangnya.“Siapkan mantra kalian! Malam ini, kita akan menyalakan api di pegunungan utara,” teriak pria itu yang segera dibalas dengan teriakan keras pasukan di belakangnya.Sorakan itu terdengar menggema di bukit-bukit pegunungan utara. Suara hentakan kaki kuda dan teriakan-teriakan mereka terdengar dari kejauhan layaknya gemuruh yang mendekat sebelum badai. Memecah kesunyian malam yang tenang sebelum terj
Kota itu terlihat kosong tanpa seorangpun berada di sana. Hanya rumah-rumah dengan perapian yang mengepulkan asap namun tak berpenghuni sama sekali. Lucian telah memerintahkan seluruh pasukannya memeriksa setiap pintu rumah yang ada, tapi gak ada siapapun di sana. “Sepertinya mereka telah melarikan diri, Tuan,” lapor salah satu bawahan Lucian. Lucian mengangguk menyetujui gagasan tersebut, tapi sekali lagi pria itu tersenyum. Dia memandang setiap rumah di depannya dengan wajah takjub. Sebuah kota kecil di pegunungan terpencil tapi terlihat sangat megah dan jauh lebih layak daripada rumah penduduknya di tanah Redrock. “Tidak masalah, jika penghuninya tidak ada, maka kita hanya tinggal mencari orang lain untuk menggantikan mereka. Lalu, kita hancurkan tempat ini,” seru Lucian sembari tertawa ringan tanpa beban.
“Ada apa? Apa yang terjadi?”Suara Ervin masih terdengar terengah-engah setelah Rachel berhasil bangun. Rachel yang masih sedikit bingung berusaha duduk di atas ranjangnya dan menatap kedua pemuda itu dan beberapa pelayan yang menemaninya.“Aku melihat sesuatu,” gumam Rachel mulai berbicara. “Awalnya hanya teriakan-teriakan samar, tapi lama-kelamaan mimpi itu semakin jelas. Kobaran api yang membesar. Asap yang membumbung. Tubuh-tubuh tergeletak tak bernyawa. Semua itu terlihat sangat nyata di dalam mimpiku,” lanjut Rachel dengan mata menerawang mengingat mimpinya barusan.Nerwin menatap Ervin dan mengangguk pad pemuda itu. Ervin memahami maksud Nerwin dan segera meninggalkan ruangan Rachel.“Nerwin, aku me
“Tuan Alaric, ada pesan terbaru dari kota Ridelve, mereka mengatakan terlihat asap tebal dari wilayah Selvence.” Kenneth bangkit dari duduknya dan segera merebut kertas surat yang dibawa oleh salah satu pasukan Vinetree. Asap tebal sudah terlihat selama dua hari. Tidak ada satu orangpun dari kota Selvence yang datang ke Ridelve beberapa hari terakhir. Kenneth menatap Robin yang tengah berdiri di depannya dengan wajah kaku. Tampaknya pemuda itu juga memiliki kabar buruk lain dalam benaknya. “Ada apa?” tanya Kenneth. “Mata-mata melihat pasukan Redrock berada di wilayah pegunungan utara hari ini,” ucap Robin. Kenneth mengepalkan tangan dan memukul keras meja kayu jati
Rachel tidak habis pikir mengapa Kenneth memintanya menunggu di tempat itu. Sebenarnya Rachel merasa aneh ketika Kenneth tiba-tiba mengajaknya memasuki hutan setelah menyadari bahwa Robin dan Samantha menghilang. Lalu saat itulah dia melihat sosok itu berada di sana. Sosok yang telah memberikannya duka terdalam yang pernah dia rasakan. Juga sosok yang hampir membuat keluarga terakhirnya musnah.“Sejak kapan kalian mengenal Ethan?” tanya Rachel tak sabaran.Dia merasa sudah cukup tenang dengan bersikap patuh dan menuruti semua perkataan Kenneth sejak mereka meninggalkan Irdawn.“Mereka saling mengenal sejak kecil,” jawab Samantha. “Sebenarnya bisa di bilang mereka tumbuh bersama,” lanjutnya.Satu alis Rachel terangkat naik mendengar jaw