Gavin baru saja tiba di kantor, dia sudah keluar lift dan hendak menuju ruangannya. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti dan berbalik arah menuju ruangan Alya. Ada Rini, sekretaris Alya yang tersenyum ramah menyambut Gavin.
“Alya sudah datang, Rin?” tanya Gavin mengawali.
“Belum, Pak. Tadi sudah telepon, katanya akan datang terlambat,” jawab Rini.
Gavin mengernyitkan alisnya sambil kembali bertanya,”Terlambat? Dia bilang mau ke mana?”
Rini menggeleng kemudian sudah bersuara kembali.
“Bu Alya bilang mau mengantar ibunya ke rumah bude. Ada acara keluarga di sana. Apa Bu Alya tidak memberitahu Pak Gavin juga?”
Gavin diam, mata sipitnya sudah melirik sinis ke arah Rini. Dia sedang kesal saat ini dan secara tidak langsung Rini menyinggung kedudukannya di keluarga Alya.
“Ya sudah, aku telepon Alya langsung saja,” pungkas Gavin. Ia sudah membalikkan badan dan berjalan kembali ke rua
Hari ini hari yang melelahkan bagi Alya. Padahal tadi pagi, ibunya hanya meminta dia antar ke rumah bude setelah itu Alya pulang dan ngantor. Namun, kenyataannya Alya terpaksa harus mengikuti acara prosesi pernikahan kerabat bude yang kebetulan juga Bu Aminah kenal.Alya mengumpat kesal, memaki harinya karena kelelahan. Dia sudah perjalanan pulang kali ini sendiri tanpa bersama Bu Aminah. Bu Aminah sengaja menginap di rumah bude. Berulang kali Alya menguap karena lelah. Ia mengantuk sekaligus capek. Rasanya untuk melanjutkan sampai ke rumah tidak memungkinkan.Alya memutuskan pulang ke apartemennya yang letaknya lebih dekat dari rumah bude. Ia memilih tidur di sana saja dan berangkat kerja dari sana esok pagi. Alya sudah memarkir mobilnya dengan rapi dan dia tidak melihat kalau ada mobil Gavin yang terparkir tak jauh dari tempatnya.Dengan lesu, Alya berjalan menuju lift, masuk dan menekan lantai paling atas. Dalam sekejap lift sudah mengantarkan dirinya tiba di
Alya membuka matanya perlahan saat sinar mentari sudah mulai masuk menerobos tirai kamarnya. Ia mengulum senyum bahagia sambil melirik pria yang sedang terlelap di sebelahnya. Semalam Gavin tidak pulang ke rumah dan memutuskan menginap di sini. Memang semalam Gavin menggoda untuk pemanasan malam pertama, tetapi mereka tidak benar-benar melakukannya. Otak Alya masih bisa berpikir sehat dan tidak mementingkan hawa napsunya.Alya menggeser tubuhnya mendekat ke arah Gavin kemudian sudah menjatuhkan beberapa kecupan di bibirnya. Gavin refleks tersenyum meski matanya masih terpejam.“Gak ngantor, Mas?” cicit Alya pelan.“Hmm ... nanti saja. Aku datang agak siang, kamu bisa izinkan ke bosku, ‘kan?” gumam Gavin masih dengan mata terpejam. Alya hanya terkekeh mendengar ucapan Gavin. Bagaimana mengizinkannya kalau Alya sendiri yang jadi bosnya.“Kata bosmu, kamu boleh izin satu hari ini menemani aku kok, Mas,” jawab Alya. P
Mobil Gavin sudah berhenti di sebuah rumah yang bersebelahan dengan mushola kecil. Dari apartemen Alya tadi, mereka sengaja tidak berangkat ke kantor tetapi menuju puncak hingga akhirnya berhenti di tempat ini. Alya terdiam dan menoleh ke arahnya, seakan bertanya.“Ini rumah siapa, Mas?” tanya Alya.“Ini rumah penghulunya dan kita akan menikah di sini, Babe. Mereka bahkan mencetak bukti hitam di atas putih kalau kita pernah melakukan pernikahan di sini,” jelas Gavin.Alya terdiam berulang menelan salivanya sambil terus menatap Gavin. Gavin balas memandangnya dan sudah tersungging senyuman dari bibir tipis Gavin.“Kenapa? Kamu takut. Kamu pikir aku tidak sungguh-sungguh dengan ucapanku,” ucap Gavin. Alya menggelengkan kepala dengan cepat kemudian tersenyum sambil menatapnya.“Bukan begitu, Mas. Hanya saja aku takut yang kita lakukan ini tidak benar. Aku takut kita menyalahi segalanya,” cicit Alya penuh
Alya terbangun sangat pagi kali ini, usai sholat subuh dia sudah bersiap. Memang dia sengaja membawa baju lebih banyak hari ini. Kemarin Gavin sudah mengingatkan kalau kemungkinan mereka akan bermalam beberapa hari.Alya menghela napas panjang saat melihat kebaya putih yang semalam sudah disiapkannya. Hari ini dia akan menikah dengan orang yang dicintai, seharusnya hari ini hari terindah baginya. Tetapi entah mengapa Alya merasa sedih apalagi kalau tahu kenyataan yang sebenarnya, ia harus merahasiakan pernikahannya ini.Alya memejamkan mata, bayangan wajah ayah dan ibunya berkelebatan di pelupuk matanya. Sungguh dia tidak ingin menjadi anak durhaka. Andai saja ayah dan ibunya tidak bersikap kolot dan mau menerima Gavin sebagai menantunya bukan hanya anak angkatnya pasti Alya tidak akan memilih jalan ini.Sebuah travel bag sudah siap dijinjing Alya keluar kamar. Alya yakin ibunya pasti akan bertanya-tanya jika dia membawa tas sebesar ini. Oleh sebab itu sengaja ia bawa keluar lebih dul
“Saya terima nikah dan kawinnya Alya Prameswari binti Baskoro Ahmadi dengan mas kawin tersebut dibayar tunai,” ucap Gavin dengan lantang melafalkan akad nikah mereka pagi ini.“Sah, sah, sah.” Kemudian tak lama terdengar celetukkan dari beberapa orang yang datang menandakan kalau pernikahan mereka telah sah hari ini. Lantunan doa segera dikumandangkan, tak lama Alya dihadirkan dan untuk pertama kali Gavin bertemu Alya sebagai suami istri.Gavin terdiam, terpukau saat melihat Alya keluar dalam balutan kebaya putih, jarit dan riasan yang sangat cantik. Baru kali ini Gavin melihat Alya dalam tampilan yang berbeda. Apa karena Alya sudah sah menjadi istrinya sehingga gadis manis itu terlihat sempurna di mata Gavin.Prosesi dilanjutkan dengan saling menyematkan cincin. Karena Gavin kemarin sudah melamar Alya maka dia tinggal memindah cincin di tangan Alya. Sementara Gavin sendiri sudah melepas cincin nikahnya dengan Yeni. Dia sengaja memesan ci
Usai makan siang tadi, Alya terlelap pulas dan baru menjelang sore terbangun. Gavin tidak ditemuinya saat dia terbangun dari tidur, oleh sebab itu Alya memutuskan langsung mandi saja.Alya sudah keluar dari kamar mandi dengan hanya mengenakan bathrobe. Dia memang lupa tidak membawa baju ganti saat masuk ke dalam tadi. Alya bergegas mengambil bajunya yang masih tertata rapi di travel bag. Dia memang belum sempat mengeluarkan bajunya.Tangan Alya masih sibuk mencari baju di travel bag saat Gavin masuk ke dalam kamar. Dia mengulum senyum saat melihat Alya duduk bersimpuh di lantai sibuk mengambil bajunya. Sebuah deheman Gavin menginterupsi kesibukan Alya.Gadis manis itu langsung menoleh dan menengadahkan kepala melihat suaminya sedang tersenyum sambil bersedekap di belakangnya.“Perlu dibantu, Babe?” tawar Gavin. Alya tertawa dan menggelengkan kepala. Entah mengapa dia merasa canggung dengan tawaran Gavin tadi.Gavin berjalan mendekat dan
Suara desir ombak dan sepoi angin laut pagi ini sudah membuat Alya terjaga. Dia menoleh ke samping dan melihat Gavin sudah tidak ada di tempatnya. Alya mengerjapkan mata sambil menatap jendela kaca di depan kasurnya. Jendela itu terbuka dan Alya melihat ada bayangan yang sedang berdiri di sana.Perlahan Alya menyibak selimut kemudian memakai jubah tidurnya dan dengan tertatih berjalan keluar. Alya langsung tersenyum saat melihat Gavin sedang berdiri di balkon, bertelanjang dada sambil menatap laut.Alya berjalan menghampiri dan langsung memeluk Gavin dari belakang. Gavin sedikit terkejut saat ada tangan mungil yang melingkar di tubuhnya.“Sudah bangun, Babe?” sapa Gavin sambil mengelus lembut tangan Alya.Alya mengangguk sambil mengecup punggung Gavin berulang. Gavin tersenyum dan ikut mendekap tangan Alya. Kemudian dia sudah memutar tubuhnya hingga berhadapan dengan Alya. Disapunya wajah manis yang tampak kusut di depannya ini. Gavin mengulum
Sekali lagi suara desahan sudah memenuhi seluruh kamar Gavin. Entah kali keberapa mereka melakukan penyatuan yang pasti Gavin dan Alya seakan tidak pernah bosan melakukannya. Berbagai macam posisi juga sudah mereka lakukan.Alya mendesah dengan peluh yang menetes memenuhi tubuh dan wajahnya. Rambut panjangnya berantakan dan tak beraturan namun, meski demikian tak menghilangkan kesan seksi padanya. Gavin sudah membalik tubuh Alya merubah posisinya di atas.Gadis itu tersenyum menggoda dan langsung duduk dengan manis di atas suaminya. Ia sudah menggerakkan pinggulnya naik turun menyesuaikan dengan ritme ciuman mereka. Baru beberapa hari melayani suaminya, Alya sudah sangat pandai kini dan membuat Gavin kesenangan. Mungkin karena adanya perbedaan saat awal nikah dengan Yeni dulu membuat Gavin ketagihan dan tidak mau sedetik saja lepas dari Alya.“Aahh ... ,” Gavin mendesah keenakan. Dia langsung menyambar dua gundukan lemak milik istrinya yang terus ber