Gavin sudah memarkirkan mobilnya dengan rapi di pelataran rumah sakit. Gara-gara hujan deras sepanjang sore tadi membuat dia sedikit terlambat menjemput Yeni. Gavin berjalan bergegas masuk ke rumah sakit. Ia segera ke bagian administrasi untuk mengurus keperluan istrinya yang hendak pulang.
Tak berapa lama dia sudah berjalan beriringan dengan Yeni dan bibinya Yeni.
“Bibi menginap saja malam ini di rumah. Kebetulan ada ibu juga,” ucap Gavin kepada bibinya Yeni.
Bibi Yeni sepertinya menyetujui permintaan Gavin. Mereka tidak banyak bicara di dalam mobil. Mungkin karena lelah dan tidak ada yang perlu dibicarakan. Hanya lima belas menit jarak rumah sakit ke rumah Gavin, biasanya Gavin bisa menempuhnya dalam jarak sepuluh menit. Mungkin karena hujan baru reda sehingga menimbulkan banyak genangan air di jalan sehingga perjalanan mereka sedikit tersendat.
Begitu sampai rumah, Gavin bergegas turun lebih dulu membawa barang-barang masuk kemudian membant
Sudah hampir tiga bulan usia Putri dan dalam waktu sesingkat itu bayi kecil nan mungil tersebut bolak balik keluar masuk rumah sakit. Memang kondisi Putri yang membedakan dengan bayi lain membuat dia harus diperhatikan ekstra. Gavin memang memberinya banyak kasih sayang, bahkan dia sering mengalah untuk mengambil cuti jika Putri masuk rumah sakit.Sikap Yeni tetap sama seperti yang dulu. Dia tidak berubah dan kadang tidak peduli dengan keadaan Putri. Seperti hari ini, Putri baru saja pulang dari rumah sakit dan Gavin berniat seusai menjemput Putri, dia akan masuk kerja. Gavin merasa tak enak kalau harus sering izin.Gavin sudah masuk ke kamar usai menurunkan semua barang kemudian dia terkejut saat melihat Yeni yang tampak rapi seakan hendak pergi.“Kamu mau ke mana, Sayang?” tanya Gavin penasaran.Yeni tersenyum sambil menatap Gavin yang tampak berantakan. Memang semalaman Gavin tidak tidur karena menjaga Putri. Yeni sama sekali tidak mau dimi
Mata Gavin masih terbelalak kaget menatap wajah manis adik angkat di depannya ini. Sudah begitu lama waktu berlalu, ternyata keinginan Alya tentang yang satu itu tidak pernah berubah. Andai sikap Yeni se-konsisten Alya, pasti Gavin akan senang sekali.Kemudian tak lama Gavin sudah tersenyum dan mengacak rambut Alya dengan gemas. Tentu saja si pemilik rambut kesal dengan ulah Gavin ini.“Jangan bercanda pagi-pagi, Al. Tapi jujur saja candaanmu menghiburku,” cetus Gavin kemudian sambil berlalu.Alya langsung manyun mendengar ucapan kakaknya ini. Padahal sedikit pun tidak terlintas gurauan dalam ucapannya tadi. Apa belum cukup sikapnya selama ini untuk memperlihatkan rasa cinta ke Gavin?“Aku tidak bercanda, kok. Kenapa Mas Gavin tidak pernah menghiraukan ucapanku, sih,” protes Alya.Gavin urung melangkah dan berhenti sambil menatap Alya. Kemudian ia tersenyum sambil menarik dagu Alya ke atas.“Aku tahu kamu tidak
Gavin melirik ke arah Alya yang duduk terdiam di sampingnya dan tampak serba salah. Mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti di area parkir kantor dan mereka bersiap turun. Namun, gara-gara kejadian spontan yang baru saja terjadi di area parkir mall membuat keduanya jadi canggung. Alya terus menundukkan kepala sambil pura-pura sibuk melepas seat belt-nya. Gavin melihat sikap Alya yang tiba-tiba canggung usai ciuman mereka tadi. Sedikit banyak, Gavin juga bersalah dalam hal ini.Tiba-tiba tangan Gavin menyentuh tangan Alya yang sibuk melepas seat belt-nya. Alya terkejut dan mengangkat kepala sambil melihat ke arah Gavin. Keempat netra mereka sudah bertemu kini dan hanya membisu tak bicara satu sama lain.“Aku minta maaf, Al,” cicit Gavin kemudian.Alya menarik napas sambil menganggukkan kepala. Tepat dugaannya, ulah Gavin saat di area parkir tadi pasti karena amarah yang sedang melanda di dadanya. Dia marah melihat istrinya berjalan dengan pria lain
Bab 59 Gavin menghela napas panjang sambil menatap berkas yang menumpuk di depannya. Ia memang sudah berada di kantornya pagi ini. Usai tadi malam, Gavin semakin malas berinteraksi dengan Yeni. Apalagi Yeni semakin asyik dengan dunianya sendiri. Memang Yeni bangun pagi kemudian sibuk membersihkan mobil dan keperluannya bekerja tanpa sedikit pun mengurus Gavin serta Putri, buah hati mereka. Gavin melihat tumpukan berkas yang belum terjamah oleh tangannya. Kemudian dia mengambil selembar dan membacanya sekilas. Tak lama tangannya sudah sibuk menari di atas laptop tanpa sadar kalau semua aktivitasnya itu diamati oleh sosok manis yang baru datang sedang berdiri di depan pintu. “He-em,” sebuah deheman membuat Gavin mengangkat kepalanya. Ia mengarahkan pandangannya ke depan pintu dan melihat Alya sudah berdiri di sana dengan secangkir kopi. “Tumben Mas Gavin sepagi ini sudah di kantor,” ucap Alya kemudian. Gavin hanya tersenyum kemudian menyuruh Alya masuk dengan tangannya. “Aku ingin
Untung saja Alya dan Gavin menuruti nasehat Rendy untuk segera berangkat menghadiri undangan tersebut. Ternyata mereka datang tepat waktu dan banyak pula yang hadir dalam acara tersebut, terlebih perusahaan yang bergerak di pengembangan dan pembangunan rumah serta infrastruktur sama seperti perusahaan yang Alya pimpin. Alya bersyukur Gavin mau menemaninya tadi sehingga dia tidak ketinggalan info yang ada.Alya tersenyum lebar begitu acara tersebut usai. Cukup lama kali ini mereka menghadiri suatu acara pertemuan. Dari jam sepuluh pagi dan baru berakhir jam empat sore. Alya menguap lebar sambil merentangkan tangan mencoba menghalau lelahnya. Gavin yang berjalan di sampingnya hanya tersenyum melihat ulah adik angkatnya ini.“Mau langsung pulang, Al?” tawar Gavin.Alya diam kemudian tersenyum.“Kita jalan-jalan dulu yuk, Mas! Kebetulan kota ini terkenal dengan keindahan pantainya. Aku yakin mereka bakal indah kalau dinikmati di senja sepert
Pukul sebelas malam saat mobil Gavin tiba di garasi rumahnya. Usai mengantar Alya menghadiri pertemuan di luar kota dan menikmati sunset, Gavin langsung pulang ke rumah. Dia sudah memarkir mobilnya dengan rapi namun, Gavin sedikit terkejut karena mobil Yeni belum ada di sebelahnya.“Yeni ke mana? Apa dia belum pulang?” gumam Gavin sambil bergegas turun dari mobil.Di ruang tamu, bibi asisten rumah tangga Gavin menyambut dan langsung menanyakan hendak disiapkan makan malam atau tidak. Gavin menggeleng dengan enggan dan bergegas masuk ke kamar. Dia semakin terkejut saat sampai di kamar, kasurnya masih rapi. Dia juga tidak mendapati Yeni di dalam sana. Gavin beranjak keluar lagi.“Bi, Ibu mana? Belum datang?” tanya Gavin ke bibi ART.“Iya, Pak. Ibu belum datang, tadi sudah telepon ke rumah katanya ada tugas luar kota,” jawab bibi ART.Gavin menghela napas panjang. Ia langsung merogoh ponselnya dan memang ponselnya d
Alya mendecak kesal sambil berulang mengetuk-ketukkan jarinya ke atas meja. Dia sangat kesal hari ini, gara-gara semalam Bu Aminah membicarakan tentang Reno dan niatnya untuk menjodohkan Alya. Lalu barusan Alya menerima telepon dari Bu Aminah kalau Reno mengajaknya ketemuan di kafe dekat kantor Alya. Tentu saja Bu Aminah menyambut kabar itu dengan gembira hingga akhirnya membuat Alya menekuk wajahnya kesal.“Huff!!” Alya meniup keras udara di depan wajahnya membuat rambutnya terangkat.Dia bingung harus bagaimana menolak Reno nanti. Kalau tidak datang pasti Bu Aminah akan marah besar kepadanya dan tentu saja ujung-ujungnya Alya akan dimusuhi ibunya berhari-hari. Selain itu masih banyak lagi yang harus Alya terima jika tidak menuruti keinginan ibunya itu.Helaan napas panjang dan terasa berat keluar dari mulut Alya. Ia sudah duduk menyandarkan punggungnya sambil terus mengetuk-ketuk jari di atas meja. Saat ini Alya seperti orang yang sedang putus asa
Alya dan Gavin sontak terdiam, entah mengapa tiba-tiba Alya merasa takut. Bagaimana kalau Reno mengenali Gavin sebagai kakak angkatnya dan mengatakan hal tersebut ke ibunya.“Aku Mahendra, kamu boleh memanggilku Hendra,” sahut Gavin membuyarkan ketegangan mereka.Gavin sudah mengulurkan tangan dan disambut dengan hangat oleh Reno.“Eng ... aku pikir namamu bukan itu, ternyata hanya mirip. Aku juga punya teman seperti kamu namanya Toni. Aku pikir pacarmu itu temanku, Al,” jelas Reno.Alya hanya tersenyum seraya memperlihatkan gigi putihnya. Beruntung tadi Gavin memperkenalkan dirinya dengan menyebut nama belakangnya saja.“Kalian sudah makan? Bagaimana kalau hari ini aku traktir?” pinta Reno kemudian.“Enggak usah, Ren. Kami langsung balik saja,” tolak Alya bersiap bangkit.“Jangan gitu dong, Al. Sayang banget aku sudah jauh-jauh hari reservasi di sini,” ucap Reno kemudian.