Sean penasaran dengan suara dibalik telepon tadi, dadanya terus berdegup kencang. Setelah makan siang, ia mencoba turun ke lantai staff, berjalan menuju ruangan PR yang bertuliskan nama Sally. Seperti orang linglung memikirkan Sally, ia sampai lupa kalau sekarang sedang jam istirahat. Saat tiba di sana, ruang kerja itu tertutup dan tidak ada orang.
Bodohnya lagi, pria itu sampai naik turun beberapa kali menghampiri ruangan yang masih nampak sepi itu. Sean berdiri cukup lama di depan ruangan tersebut. Untung saja ruangan PR hanya beda satu lantai dan terpisah dari kubikel staf lainnya jadi kelakuan Sean tidak sampai menarik perhatian karyawan lainnya.“Hais, gua ngapain juga sih. Bego banget!” Rutuknya pelan kemudian berbalik menuju lift untuk kembali ke ruangannya.Namun langkahnya terhenti mematung ketika melihat seseorang keluar dari lift sambil berjalan tanpa menyadari kehadirannya sampai Sean membiarkan orang itu menabrak dirinya.."Aduh!!"Sejak bertemu Sean dan tahu pria itu adalah CEO di kantornya bekerja, Sally lebih banyak diam dan tidak banyak bicara.“Gua mau mandi trus tiduran bentar, Cer. Kepala gua rasa pusing.” Ucap Sally ketika mereka baru sampai di apartemen.“Yah sudah. Gua pesenin makan malam yah, jadi nanti loe tinggal makan.”Sally hanya mengangguk sambil berjalan gontai masuk ke dalam kamar kemudian menutup pintu.Menyalakan pancuran di kamar mandi dengan membiarkan dirinya basah masih berpakaian lengkap, Sally melanjutkan tangisannya. Rasa sakit sepuluh tahun lalu hadir kembali, ia sendiri merutuki dirinya kenapa masih saja merasakan getaran dan debaran yang sama ketika menatap mata itu.Saat makan malam, Sally hanya mengorek-ngorek makanan di piringnya sedangkan Ceri tidak berusaha menghibur sahabatnya itu karena akan sia-sia saja kalau Sally sudah dalam mode seperti ini."Cer, sepertinya gua mau mengundurkan diri besok. Gua ngak bisa kerja di kantor itu kalau Sean yang jadi atasan langsung kita. Dia
Dari pembahasan cocoklogi curhatan Sean dan Sally, keduanya menyimpulkan bahwa ada kesalahpahaman yang mengakibatkan Sean marah besar dan meninggalkan Sally. Hanya saja baik Ceri maupun Mark masih belum bisa memastikan analisa mereka tentang kesalahpahaman ini."Sayang, kamu yakin tetap meminta bantuan Sean dan Sally untuk menjadi pendamping di pernikahan kita? Kamu yakin Sean tetap mau kalau tahu pasangan dia Sally?" Ceri mulai meragu dengan situasi sekarang. Pernikahan mereka tidak lama lagi dan tidak mungkin mencari penggantinya karena kebetulan sahabat mereka berdua adalah mantan pacar dulunya jadi baik Ceri maupun mark tetap menginginkan Sally dan Sean sebagai pendamping pengantin di acara besar mereka."Kita berdua sahabat mereka Sayang. Anggap saja sekarang kita membantu mereka bersatu melalui nikahan kita. Yah walaupun aku harus kena ocehan Sean mulai dari sekarang tapi ngakpapa demi dia juga. Kamu kasih semangat yah ke aku." Goda Mark diakhir ucapannya.
Mendengar cerita Mark tentang penderitaan Sally menimbulkan rasa bersalah dalam hati Sean. Dulu dia pernah berjanji pada Sally untuk selalu bisa bersandar kepadanya jika gadis itu sedang bersedih. Nyatanya cobaan demi cobaan yang Sally lalui selama ini tidak satupun Sean ada di sana.‘Apa pantas aku melindungimu, Sal. Kalau John memang pernah mengganggumu lantas kenapa dulu kamu bilang aku ini hanya mainanmu saja.’Jauh dalam hati, Sean tahu rasa cintanya pada Sally masih ada bahkan menyala semakin besar ketika menatap dua netra saat bertemu tadi.Sebenarnya Sean pernah membuka hatinya pada perempuan lain namun perasaannya seperti mati rasa dan akhirnya ia pun mengakhiri hubungannya itu.Sifat Sean yang sangat tertutup, dingin sekaligus mandiri itu memang selalu menutupi kehidupan pribadinya meskipun pada orang tuanya sendiri. Bagi Sean, Samuel menginginkan kelahirannya hanya sebagai penerus keluarga namun tidak memikirkan beban mental yang dibawanya sejak ia kecil berhadapan dengan d
Aku menatap topeng wajah Ben yang kupakai ketika bertemu dengan Sally. Ada rasa bahagia sekaligus kecewa dengan pertunanganku dengan Sally. Di satu sisi, mulai sekarang aku bahagia bisa mendekati Sally tanpa merasa canggung namun hati ini berdenyut sakit karena dia menerimaku sebagai Ben bukan diriku yang sebenarnya.Katakanlah aku tengah bersikap egois dengan menjebak Sally melalui perjodohan ini meskipun aku membencinya karena fakta yang kuketahui sepuluh tahun lalu. Setidaknya aku bisa membalaskan dendamku pada Sally dengan pernikahan ini, menjebaknya dengan cara menikahi pria berwajah buruk rupa.Di kantor aku bersikap senormal mungkin memposisikan diri sebagai atasan dan Sally adalah salah satu anak buah yang membantuku mengembangkan perusahaan. Seperti kata Mark, kinerja Sally memang harus kuakui. Caranya melobi partner dan bernegosiasi sangat cerdik bahkan dengan mudah proyek yang sudah dikembangkan disetujui oleh pemerintah.Sejak pertemuan itu, aku dan Sally
“Hai, Sal. Mau kemana? Ayo masuk, kuantar.”Bola mataku jengah mendengar suara pria arogan sekaligus egois ini. Dia Viko, bisa dikatakan mantan pacar yang terpaksa kuakui dulu demi menghindari laki-laki lain mendekatiku.“Mau pulang. Aku bisa sendiri.” Sengaja menjawab ketus dan meninggalkan Viko.Nyatanya aku lupa kalau Viko pantang ditolak. Dia sengaja menepikan mobilnya melintang di tengah jalanan sibuk yang otomatis menimbulkan kemacetan dan langsung terdengar klason mobil di belakang membuat keadaanku terdesak.“Kalau kamu ngak mau, aku bakalan diam disini. Biar saja jadi macet.”Sambil menghentak kaki, terpaksa aku membuka pintu penumpang dan masuk ke dalam mobil Viko.Sepanjang perjalanan pulang ke rumah papa Raka, Sally sengaja mendiamkan Viko hanya sesekali menjawab singkat pertanyaan pria itu sampai mereka tiba di rumah.“Loh pulangnya sama Viko.” Sahut Carol terkejut juga sedi
“Hem, aku pernah menyukai seseorang dan sampai sekarang mungkin perasaan itu masih ada.”Aku menatap wajah Sally yang mengaku masih memiliki perasaan dengan pria lain. Jantungku berdebar seakan tahu siapa yang dimaksud Sally. Bahkan caranya mengakui dengan menaikkan kepalanya menatap cahaya bulan di atas sana sudah menjawab langsung perasaan Sally kepadaku masih sama.Tapi, belum tentu dia itu aku. Bisa saja pria yang masih hadir di hati Sally adalah John kan.Tidak lama kemudian wajah Sally terhenyak menyadari telah mengungkapkan kejujuran yang mungkin harusnya ditutupi dariku, lalu Sally menetralkan wajahnya dan menatapku serius.“Maaf. Tapi aku tidak mau menutupi apapun dari kamu, Ben.”“Apa kamu masih berhubungan sama dia?”Sally menunduk kemudian menggelengkan kepalanya. “Kami sudah berpisah lama sekali. Cinta masa kecil, mungkin karena cinta pertama jadi masih meninggalkan kesan. Itu saja kok.&
Sejak Ben menawarkan untuk mengantar Sally ke kantor, pria itu melakukannya setiap kali Sally pulang ke kediaman Raka. Tadinya Ben meminta untuk mengantar Sally dari apartemen namun dilarang dengan alasan ia berangkat dengan teman sekamarnya itu, akhirnya Ben mengalah. Keduanya semakin dekat bahkan Sally merasa nyaman ketika bersentuhkan kulit dengan Ben, entah mengapa ada rasa nyaman dalam diri Sally setiap kali dekat dengan Ben.Hubungan Sally dengan Sean di kantor masih terlihat datar dan canggung namun ,ereka tetap bekerja secara profesional dan tidak terbawa oleh suasana masalah pribadi yang sampai kini masih belum jelas penyelesaiannya karena keduanya masih bertahan dengan ego masing-masing menunggu salah satu untuk mulai membahasnya lebih dulu.Meeting proyek dengan pemerintah akhirnya tiba, Sally yang menjelaskan presentasi profil perusahaan sampai rencana kerjasama dengan pemerintah untuk kontrak lima tahun kedepan sudah dijabarkan. Perusahaan Sean sedang meng
"Malam, Sally. Saya ucapkan selamat atas kerja keras tim kamu. Proyek ini berjalan dengan sempurna berkat kecerdasan dan kepiawaian anda, saya senang kali karena divisi PR diisi oleh orang secerdas anda.""Terima kasih, Pak Lukas. Ini semua berkat kerja sama tim semua bukan usaha saya, Pak." Sally menjawab sambil tersenyum berusaha untuk ramah meskipun ia risih dengan tatapan dan senyumnya.Pak Lukas adalah seorang duda berusia 35 tahun, ia terkenal playboy di kantor. Wajahnya lumayan tampan dan manis, dia sering bergonta ganti pasangan dengan beberapa staff wanita di kantor. Melihat kecantikan Sally, tentu saja membuat jiwa buaya dalam darahnya bangkit dan berusaha untuk mendekatinya.Ceri sendiri sedang menghampiri Mark ketika Sally masih bercakap-cakap dengan tim lain tanpa menyadari kehadiran Pak Lukas."Boleh saya panggil kamu dengan nama saja, biar lebih akrab lagian kita juga sedang tidak di kantor kan. Boleh yah Sally." Tangan Pak Lukas mulai berj