Hari ini, Mayang sangat berbahagia. Karena Mayang melihat Dinda sang adik sudah resmi menjadi mahasiswi disalah satu kampus favorit di daerah tempat tinggal mereka yang baru. Sudah hampir 5 bulan lamanya, Dinda menyandang status mahasiswi. Membuat Mayang benar-benar bahagia, mengingat cita-cita dan keinginan keluarganya akan tercapai, yaitu melihat anak mereka menjadi seorang sarjana. Meskipun, Mayang sampai kapanpun, dia tidak akan pernah merasakan itu pada dirinya sendiri. Tetapi melihat sang adik yang berbahagia sekarang, Mayang menjadi sangat bangga.Dan semenjak mereka pindah beberapa bulan yang lalu, dan Mayang juga mendapatkan pekerjaan yang baru. Berkat dari teman sahabatnya itu, Nurma. Akhirnya, cita-cita Mayang untuk pendidikan Dinda yang lebih tinggi lagi, akhirnya tercapai juga.Dinda memilih jurusan Manajemen Bisnis, agar kelak dia menjadi pembisnis yang handal dan sukses. Sedangkan Mayang sendiri, sekarang bekerja disalah satu pabrik makanan yang berada di kota besar ters
"Assalamu'alaikum, kak. Kak Mayang," ucap Dinda dengan mengetuk pintu kontrakan dari luar."Waalaikumsalam. Baru pulang, Din?" tanya Mayang saat membuka pintu. "Itu mobil dosen kamu bukan? Kok ada di depan? Apa Pak Devandi datang ke sini?" tanya Mayang dengan sedikit risih. Tetapi ia juga merasa senang, karena laki-laki itu datang lagi. Risih karena Mayang masih mengingat atas ucapan ibunya, yang tidak mengizinkan laki-laki datang ke rumah. Kecuali calon suami sendiri, dan senang karena pria itu tiba-tiba saja datang ke rumah. Karena, entah mengapa perasaan Mayang menjadi tenang dan nyaman bersama dosen adiknya itu. Ya, Devandi pernah datang beberapa kali ke rumah mereka, dikarenakan rasa bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa kakak dari mahasiswinya itu.Rasa yang awalnya biasa saja, sekarang malah berubah menjadi rasa yang membuat jantung mereka berdua berdegup kencang."Iya, kak. Tadi tidak sengaja bertemu di gerbang. Dan dia menawarkan untuk mengantar aku," terang Dinda
"Kok saya jadi penasaran ya, Laki-laki seperti bapak yang biasanya cuek, dingin dan juga sombong, tiba-tiba jadi sok akrab dan sok perhatian begitu sama kakak saya!" tanya Dinda yang tiba-tiba ketus dan tersenyum remeh kepada dosennya itu. Tetapi, tanpa mereka berdua sadari perubahan juga terlihat dari wajah Dinda yang tiba-tiba memerah serta tangan yang sudah menggenggam erat di bawah meja menahan emosi. Ada rasa cemburu dan marah, karena tidak menyukai Devandi yang tiba-tiba perhatian dengan kakaknya sendiri."Dinda! Kamu bicara apa sih dengan dosen kamu sendiri! Gak sopan tahu. Ayo minta maaf!" keluh Mayang yang tiba-tiba memukul bahu Dinda serta berbisik pelan."Bodo!" sentak Dinda cuek."Ternyata kamu lucu juga ya anak ayam, kalau lagi cemburu seperti begitu," ucap Devandi yang tetap tenang dengan tersenyum tipis ke arah Mayang."Hah! Cemburu?!" teriak kakak beradik itu serempak karena terkejut mendengar ucapan laki-laki di hadapan mereka."Si--siapa yang cemburu?! Saya tidak ce
"Assalamu'alaikum, Mayang. Apa kamu mau berangkat kerja sekarang?" tanya seseorang yang berada di belakang Mayang."Waalaikumsalam," ucap Mayang menjawab salam orang tersebut. Karena terkejut, Mayangpun membalikkan tubuhnya, dan ternyata orang itu adalah,"Kamu!""Eh, maaf. Bang Devandi, sedang apa pagi-pagi ke sini?" tanya Mayang bingung melihat dosen dari adiknya itu, sudah berdiri di depan rumah mereka."Tidak, ada. Sengaja datang ke sini, untuk mengantar kamu. Bukankah kemarin saya sudah mengatakan, kalau saya yang akan mengantar kamu masuk kerja hari ini. Apa kamu lupa?" tanya Devandi, yang tersenyum ke arah gadis tersebut."Ouh, maaf. Saya tidak lupa. Saya kira kemarin, bang Devandi hanya bercanda dan basa basi saja mengatakan itu kepada saya," terang Mayang dengan ramah."Tidak, May. Saya memang ada keinginan untuk mengantarkan kamu. Apa kamu sudah siap? Oh, ya, Dinda mana? Apa dia sudah berangkat ke kampus?" tanya Devandi yang melirik ke dalam rumah, mencari keberadaan muri
Tepat pukul 19.00 wib, seseorang datang bertamu ke rumah Mayang,"Assalamu'alaikum.""Waalaikumsalam," jawab Mayang dan Dinda dari dalam."Lihat, Dek, siapa yang datang. Kakak mau pake jilbab dulu," ucap Mayang kepada adiknya, Dinda."Ok!" Ucap Dinda bersemangat, dan segera beranjak pergi.Setelah kepergian Dinda, Mayangpun menghembuskan nafas dengan sedikit kasar, karena merasa deg-deg'an."Huhf! Sudah datang rupanya. Kenapa, aku jadi deg-deg'an gini, ya," ucap Mayang yang bercermin sekali lagi. Sementara itu, Dinda yang sedang membukakan pintu, tiba-tiba sangat terkejut melihat siapa tamu yang datang."Pak Devandi?! Kenapa malam-malam, anda datang kesini?!" tanya Dinda yang bengong melihat sang dosen, yang sudah berdiri dengan sangat manis, di hadapannya. Dan tanpa sengaja, dia terkesima, melihat penampilan laki-laki tersebut. Bagaimana tidak, malam ini, Devandi berpakaian sangat santai, tetapi, masih terlihat cool dan sangat elegant. Apalagi sebuah senyuman yang menghiasi bibir t
"Dinda Maharani! izinkan saya, untuk melamar kakak kamu, Mayang Permata Sari, untuk menjadi istri saya!" ucap Devandi dengan sangat tegas. "Hah!" reaksi Dinda yang makin terkejut mendengar lamaran dari mantan dosennya itu. Yang ternyata, bukan untuk dirinya. Melainkan, lamaran untuk sang kakaknya, Mayang. Hingga tanpa sadar, tangan Dinda reflek, menggenggam erat pahanya sendiri, agar tidak tumbang.Dan, dengan cepat, Dinda melihat ke arah sang kakak untuk meminta penjelasan."A-pa maksudnya ini, kak?" tanya Dinda dengan terbata-bata. Karena, merasa tak percaya atas pendengarannya kali ini. Dilihatnya sang kakak dan dosennya itu, secara bergantian. Dengan menahan sesak di dada, agar tangis dan air matanya tidak tumpah keluar. Dindapun, berucap kembali... "Ap-a-pa kalian sedang mengerjain, aku? Kalia-n hanya bercanda, kan?" tanya Dinda lagi, yang hanya ingin menyakinkan dirinya sendiri. Kalau ini hanyalah sebuah lelucon, yang dibuat oleh kakak dan mantan dosennya itu, untuk mengerja
Hingga puncaknya, saat kehamilan Mayang, memasuki umur 9 bulan. Hal yang tidak pernah terpikirkan oleh Mayang, akhirnya terjadi. Yang menyebabkan kehidupan Mayang porak-poranda, dan hancur berantakan. Sehingga, hanya tinggal kesedihan dan air mata.💦Hari itu, saat Devandi meminta izin untuk keluar kota, karena ada pekerjaan yang harus dia kerjakan. Soalnya, semenjak menikah, selain menjadi seorang dosen, Devandi juga membuka usaha untuk menambah pemasukan mereka. Apalagi, sekarang, Mayang juga hamil. Dan telah, memasuki umur kandungan 9 bulan. "Yang, besok, abang harus berangkat pagi-pagi ke Medan. Karena di sana, abang akan bertemu dengan seseorang," ucap Devandi kepada Mayang, saat mereka lagi asik duduk-duduk di ruang tamu sehabis makan malam.Mendengar ucapan Devandi, yang meminta izin kepada dirinya, Mayang pun, langsung menoleh ke arah sang suami. "Abang mau bertemu siapa, di sana?" tanya Mayang sedikit manja, sambil merebahkan kepalanya ke bahu Devandi.Semenjak Mayang hami
Mendapatkan kabar berita itu, membuat Mayang terkejut dan sangat syok. "Apa! Itu tidak benar. Kalian bohong! Ya Allah, Bang Devandiiiiii! Tidakkkk!" ucap Mayang yang berteriak secara histeris memanggil suaminya tersebut,Dan, tanpa sengaja, HP yang ada di tangannya itu pun terjatuh ke lantai. Dengan berurai air mata, Mayang mendudukkan tubuhnya di lantai, meski harus tertatih, mengingat kandungannya yang sudah 9 bulan. Karena, dia harus menjaga anak yang ada di dalam perutnya itu, agar tidak terjadi apa-apa."Bang Devandi, huhuhu. Kenapa jadi begini, sih bang. Kenapa, abang tega meninggalkan kami, dengan cara seperti ini. Apa abang lupa janji abang, untuk pulang. Tapi, kenapa, abang malah pergi, dan tidak akan kembali. Kenapa abang tega! Hiks hiks," isak Mayang yang menangis sesegukan, dengan menutupi mukanya dengan kedua telapak tanganya. Setelah mendengar kabar kematian suaminya itu.Ya, Mayang menerima telepon dari pihak kepolisian tentang kecelakaan yang menimpa suaminya itu, den