Share

Bab 3 : Ancaman

Saat Mayang lagi asik, membereskan area dapur, serta mencuci peralatan sehabis memasak tadi. Tidak lupa juga, Mayang mempel lantai di area dapur tersebut. Agar tidak kotor dan licin. Dan, pekerjaannya hari ini cepat selesai. Karena, Mayang merasa tubuhnya sudah sangat lengket oleh keringat. Yang tadi, harus tergesa-gesa untuk membersihkan rumah dan memasak untuk adik dan suaminya itu.

Karena Dinda sang adik, hanya memberikan waktu dalam waktu satu jam saja, dan semua harus selesai tepat waktu. Kalau tidak, entah apa yang terjadi. Mungkin, Mayang akan menerima kembali, amukan dari adiknya itu.

Dan, sekarang, Mayang merasa tubuh dan hatinya hari ini, benar-benar sangat lelah dan juga sangat capek. Mungkin, dengan cara mandi dan menuntaskan kewajibannya kepada sang pencipta, akan mengurangi rasa lelah dan kekecewaan yang dia rasakan kepada sang adik, akan berkurang.

Ya, Mayang hanya akan mengadukan gundah gulananya selama ini, hanya kepada sang pencipta. Dan tidak lupa pula, Mayang selalu mendoakan sang adik, agar kembali seperti dulu. Di mana, saat mereka sama-sama masih remaja dulu. Mereka selalu kompak, saling sayang dan saling mengasihi. Yang selalu tolong menolong, saat salah satu dari mereka mengalami kesusahan.

Masih jelas diingatan Mayang, saat dulu dirinya mengalami kecelakaan saat pulang bekerja, karena mengendarai motor. Saat itu, Mayang ditabrak oleh kendaraan lain, yang mengakibatkan kakinya terluka, dan salah satu jari kakinya patah.

Dan, saat itu juga, Mayang dilarikan ke rumah sakit terdekat. Dan beruntung sekali, orang yang menabrak Mayang itu mau bertanggung jawab.

Saat Dinda mendapat kabar, kalau sang kakak berada di rumah sakit, dan harus segera dioperasi. Dinda, sang adik menjadi panik dan menangis. Dengan diantar temannya, yang saat itu masih berada di kampus. Merekapun langsung menuju ke rumah sakit tersebut.

Dan sesampainya di sana. Dinda langsung memeluk Mayang dan menangis sejadi-jadinya, karena melihat kondisi sang kakak yang sudah terluka.

Dan dari mulai operasi, sampai Mayang sudah diperbolehkan pulang pun. Dinda selalu membantu dan menolong sang kakak dalam segala hal. Sekali pun, sang kakak ke kamar mandi. Dinda tidak pernah lupa dan selalu siaga menjaga sang kakak sampai dia, benar-benar sembuh.

Mengingat kejadian itu, tiba-tiba saja air mata Mayang berlinang. Dalam diam, dia menangis. Mengingat, betapa perhatiannya sang adik kepada dirinya dahulu.

Tetapi sekarang, sang adik sangat berbeda jauh. Entah apa yang terjadi, sehingga Dinda, jadi berubah sangat jahat dan sangat tidak perduli kepada dirinya dan juga anaknya, Fikry.

Saat Mayang yang sedang asik melamun memikirkan perubahan pada diri, Dinda. Tiba-tiba saja, terdengar suara sang adik, yang memanggil dirinya. Sehingga, Mayang tersadar dari lamunannya.

"Kak Mayangggggg!" Teriak Dinda.

"Ya Din! Kakak lagi di dapur. Sedang mempel lantai," jawab Mayang.

"Sini bentar, donk kak!" Teriak Dinda lagi.

"Ya, Din. Tunggu, sebentar," jawab Mayang.

Dan, Mayang pun, mau tak mau harus menuruti ucapan sang adik. Karena, dia tidak mau memperpanjang, atau pun mencari masalah. Karena tidak ada gunanya.

Dipikirannya sekarang adalah, segera menyelesaikan semua pekerjaan. Agar secepatnya, bisa mandi dan beristirahat sebelum sang anak bangun dari tidurnya.

"Ya, Din. Ada apa?" Tanya Mayang, yang saat ini, telah sampai di ruang makan. Dan dia melihat, di sana juga ada suaminya Dinda, Arman. Dan ternyata, mereka sudah selesai makan.

"Lama amat! Lelet amat sih, kak! Dari tadi dipanggilin, baru nongol," umpat Dinda sinis, setelah kedatangan kakaknya itu.

"Tu, beresin semuanya. Karena, kami sudah selesai makan. Dan juga, ada tu ayam goreng yang disisa'in sama bang Arman untuk, Fikry. Kata suami aku, kasihan lihat badan Fikry yang kurus! Kayak kurang gizi gitu," sinis Dinda dengan tersenyum mengejek.

"Baikkan suami aku," sentak Dinda yang membanggakan suaminya kepada Mayang.

Mendengar pujian dari sang istri, membuat suami dari Dinda tersebut, tersenyum sambil berkata, "Apaan sih sayang, Fikry kan juga keluarga kita. Anak dari kakak kamu." Ucap Arman tersenyum.

"Iya, sih, sayang. Tapi keluarga ke re," jawab Dinda, yang menimpali ucapan suaminya itu, dengan tetap mengejek Mayang.

Mendengar ucapan, Dinda. Mata Mayang reflek melihat ke arah, Arman. Tetapi tanpa disadari oleh Dinda. Arman malah membalas tatapan Mayang dengan memberikan kedipan di sebelah matanya, dan tersenyum manis ke arah Mayang. Yang membuat gigi Mayang menggeletup, menahan jengkel melihat tingkah suami dari adiknya itu.

☘️☘️☘️

Setelah selesai mandi, dan menyelesaikan kewajibannya kepada sang pencipta. Mayang segera mengambilkan nasi serta ayam goreng yang disisakan oleh Arman tadi untuk anaknya, Fikry. Fikry sudah dari tadi bangun dan juga sudah selesai mandi.

"Sekarang, Fikry makan, ya. Lihat ibu ada ayam goreng kesukaan Fikry," ucap Mayang tersenyum, sambil menyuapi makanan itu, ke mulut anaknya.

Meskipun, didalam hati Mayang sendiri, sedih melihat kondisi daging ayam, yang sudah ditinggalkan oleh adik iparnya itu. Yang mana, dagingnya hanya disisakan separoh saja dan satu leher ayam.

"Ye ye, makan ayam goyeng, ayam goyeng," sorak Fikry, dengan tertawa senang.

"Enak?" Tanya Mayang pada anaknya.

"Ennyak bu, laji-laji bu," ucap Fikry sambil membuka mulutnya untuk disuapi lagi.

Fikry sangat senang dan bahagia, makan hari ini. Mungkin sudah lama tidak merasakan enaknya daging ayam, sehingga sekarang, Fikry menjadi lahap makannya.

Melihat kesenangan putranya itu, membuat hati Mayang senang dan terharu. Dalam hati, Mayang berucap,

"Maafkan ibu, nak. Tidak bisa memberimu makanan yang sedikit layak dan bergizi. Ibu belum mampu membelikan kamu, ataupun menukar-nukar menu makanmu setiap hari, sayang. Seandainya, ayah kamu masih hidup, mungkin hidup kita tidak akan seperti ini. Ayah kamu tidak akan tega melihatmu hidup seperti ini, " Mayang membatin, sambil meneteskan air mata. Mengingat sang suami yang lebih dulu pergi meninggalkan mereka berdua.

"Bu, becok macak ayam lagi ya, Picky cuka ayam goyeng. Picky bocan makan ikan teli cama tempe, acinnnnn racanya," celetuk Fikry, dengan menaikkan kedua bahunya sambil memperlihatkan gigi ompongnya.

Melihat dan mendengar ucapan putranya, Mayang pun menjadi sangat sedih dan sedikit lucu melihat tingkah dan polah anak semata wayangnya tersebut.

"Doain ibu ya, sayang. Agar ibu ada rezeki. Biar ibu bisa membelikanmu ayam goreng," tutur Mayang dengan tersenyum.

"Yang bancak ya, bu, ayam goyengnya," timpal putranya lagi, yang langsung di iyakan oleh, Mayang. Dan Mayang terus menyuapi Fikry, sampai makannya habis tak bersisa.

☘️☘️☘️

"Maafkan ibu, yang belum mampu untuk keluar dari rumah ini. Meskipun, ibu ingin sekali untuk pergi dari sini. Tapi ibu tidak mau melihat kamu, akan terlunta-lunta di luaran sana, kalau kita tetap pergi dari sini."

"Lagian, ibu juga belum tahu, harus pergi kemana. Ibu juga takut, kalau terjadi apa-apa dengan dirimu, sayang. Dan, ibu juga belum ada uang untuk mengganti biaya operasimu itu, nak. Kalau ibu, tetap ingin keluar dari rumah ini. Maka orang itu, akan meminta uang itu kembali," gerutu Mayang sendirian sambil menatap wajah anaknya itu.

"Dan, ibu juga takut, kalau kita pergi. Ancaman orang itu, benar-benar akan dia lakukan untuk menyiksa dan menghancurkan tantemu, Dinda!"

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status