Satrio pulang lebih sore pada hari Sabtu. Dia memasuki rumahnya dengan langkah ringan. Tidak ada lelah yang dia rasakan mengingat biasanya dia masih harus bekerja hingga malam. Satrio duduk di sofa dan melepas sepatu beserta kaos kakinya. Setelah itu bangkit dan pergi ke kamar mandi dekat dapur untuk cuci kaki.
Satrio memasuki kamarnya dan menemukan Ocean tidur di ranjang mereka yang tertutup seprai berwarna merah tua dengan motif garis-garis berwarna perak. Gorden yang tidak tertutup sempurna mengantarkan sinar matahari sore menembus kaca dan jatuh tak jauh di atas kepala Ocean. Satrio melangkah ke jendela dan menutup gordennya. Selesai dengan itu, Satrio menoleh ke arah Ocean, istrinya bergerak sedikit lalu kembali nyenyak dengan memeluk guling.
Satrio berpikir mungkin dia keterlaluan menyuruh istrinya memasak dan mengantarkan makan siang. Perempuan ini jadi tidak punya banyak waktu untuk bekerja dan mengurus dirinya. Mungkin dia harus mempekerjakan seorang pengurus rumah untuk memudahkan pekerjaan rumah tangga Ocean. Dia tersenyum dengan ide yang melintas dalam kepalanya lalu mengganti pakaiannya dan berbaring di samping Ocean.
***
Suara telepon membangunkan tidur Satrio. Dia membuka mata dan tersenyum mendapati Ocean memeluknya. Meski dalam keadaan tidur Satrio tetap bahagia karena itu berarti bawah sadar istrinya itu mengatakan Ocean membutuhkannya. Mulut bisa berkata lain, tetapi pikiran bawah sadarnya telah menunjukkan sebaliknya.
Satrio mencoba meraih ponselnya yang terus berbunyi. Badannya sedikit meregang dan Ocean seolah mengikutinya dan memeluknya lebih dekat. Satrio memeluk Ocean dengan sebelah lengannya sementara tangan lainnya memegang ponsel dan menahannya di telinga. Dengan suara pelan Satrio berbicara supaya tidak mengganggu tidur Ocean.
"Sam, kamu udah pulang?" Ocean bertanya dengan suara malas.
Satrio sedikit menunduk dan melihat mata istrinya masih terpejam. Dia mematikan sambungan telepon begitu saja dan mengaktifkan mode getar sebelum meletakkannya di nakas. Hal menarik yang ingin dia lakukan adalah memandangi wajah Ocean yang tampak damai dalam tidurnya.
Jadi istrinya itu tadi hanya mengigau? Satrio tersenyum geli, Ocean pasti akan menyangkalnya mati-matian jika dia menceritakan apa yang sudah terjadi. Terlebih lagi saat dia terus menggodanya maka Ocean akan mengatakan bahwa pernikahan mereka hanya sementara. Satrio berusaha untuk terus membuat Ocean merasa nyaman hingga suatu saat bercerita tentang apa yang telah membuatnya berubah sedrastis itu.
"Sam ...."
Satrio kembali menunduk dan melihat bulu mata Ocean bergerak-gerak yang menandakan bahwa si pemilik mata sedang berusaha untuk membuka matanya. Sebentar kemudian mata itu kembali diam dan mau tak mau Satrio terkekeh. Ocean sedang malas, itu yang akhirnya disimpulkan oleh Satrio.
"Pulang jam berapa?" Ocean kembali bertanya. "Kenapa nggak bangunin aku? Aku tadi ketiduran abis pulang dari minimarket."
Satrio membelai kepala Ocean. "Ngapain bangunin kamu?" Satrio balik bertanya. "Nggak ada yang perlu dikerjakan, lagian aku juga mau tidur."
"Aku kaya ngerasa tidur enak banget tadi," kata Ocean. "Masih males mau bangun."
"Ya udah, nggak usah bangun. Aku mau kasih tau kalau bapak udah dipindahin kembali ke ruang perawatannya. Kondisinya membaik dan nggak ada indikasi yang membahayakan kesehatannya."
"Apa?" Ocean berusaha bangun, tetapi pelukan Satrio yang tidak mengendur membuatnya kembali berbaring pada posisi semula. "Aku boleh nemenin ibu?"
Satrio tertawa mendengar antusias Ocean. "Ke sana dan melihat bapak boleh. Kalau menemani ibu nggak boleh. Aku sudah mempekerjakan perawat khusus untuk bapak, ibu juga tidak mengerjakan apa-apa di sana. Biar saja tenaga ahli yang merawat bapak."
"Bapak nggak protes?"
"Nggak. Biasa saja. Beliau malah senang karena ibu ada waktu buat istirahat."
Tidak ada bantahan dari Ocean membuat Satrio senang. Itu berarti istrinya paham dengan apa yang dia maksud. Bukannya dia membuat Ocean menjadi anak yang tidak berbakti, hanya saja menjaga kondisi tubuh sendiri supaya sehat itu lebih penting saat memiliki keluarga yang sudah berada dalam perawatan.
"Cean ...."
"Hmm."
"Ceritain ke aku, apa yang kamu lakukan setelah meninggalkanku hampir enam tahun yang lalu," pinta Satrio. "Aku ingin tau setiap hal tentang kamu sejak saat itu."
Ocean menarik selimut untuk menutupi kaki mereka, lalu menyamankan tubuhnya dalam pelukan Satrio. "Nggak ngelakuin apa-apa, cuman nyelesaikan kuliah."
"Ceritakan saja."
"Ya nggak ada, Sam. Aku cuman nyelesaikan kuliah, lalu kuliah lagi. Setelah lulus aku mencoba-coba bikin minimarket dengan temanku. Sudah, begitu saja."
Satrio langsung paham kalau Ocean masih belum percaya kepadanya. Dia tidak mengerti apa yang membuat Ocean berubah seperti itu. Ocean yang biasa pasti akan bercerita tanpa diminta. Kalaupun di minta, Ocean pasti akan bercerita dengan detail setiap hal yang dilakukannya. Bukan pertanda bagus jika dia mendengar jawaban Ocean barusan.
***
Satrio berjalan menuju ruang perawatan mertuanya setelah menyelesaikan pekerjaan. Tadi pagi sebelum berangkat bekerja, dia berpesan pada Ocean supaya membawakan baju gantinya agar dia tidak perlu pulang ke rumah terlebih dahulu sebelum praktik sore. Semoga saja Ocean tidak lupa karena dia malas pulang jika Ocean tidak ada di rumah.
Satrio punya rencana lain dengan Ocean jika dia tidak pulang terlebih dahulu. Dia bermaksud untuk makan malam bersama istrinya di sebuah kafe yang baru dibuka dan kebetulan si pemilik adalah temannya. Mungkin ada menu yang bisa disukai oleh Ocean mengingat temannya memang ahli mengolah bahan makanan menjadi masakan yang lezat.
Memasuki ruang perawatan mertuanya, tatapannya langsung tertuju pada istrinya yang tengah tertawa di depan seorang pria yang terus terang saja membuat Satrio merasa jengkel. Ocean belum pernah tertawa selebar itu di hadapannya dan bagaimana bisa istrinya bisa sebebas itu dan tertawa santai tanpa dirinya.
Hal itu tidak bisa dibenarkan. Satrio tidak suka ada orang yang berhasil membuat Ocean bahagia ketika dia sendiri tidak bisa melakukannya. Pasti ada suatu kesalahan hingga hal itu terjadi.
"Halo," sapa Satrio langsung duduk merapat di sebelah Ocean sembari mencium kepala istrinya.
"Sam, sudah datang," sambut Ocean, tangannya mengambil gelas dan menuangkan air putih dari botol kemasan. Setelah itu memberikannya pada Satrio, "Minum dulu, Sam. Uhm ... kenalin, itu Delta."
Satrio meletakkan gelas di meja dan menyambut uluran tangan Delta yang telah terulur padanya. Jabat tangan yang cukup kuat dan Satrio tahu itu menandakan suatu karakter yang lebih menonjol dari kebanyakan orang dan jelas menunjukkan keinginan untuk berkompetisi. Tidak perlu berpikir dua kali bagi satrio untuk memberikan penilaian bahwa pria itu tidak baik untuk Ocean.
"Kerja di mana, Mas Satrio?" tanya Delta ingin tahu.
Nah ... pikiran Satrio tidak salah. Belum apa-apa sudah menanyakan di mana tempatnya bekerja, sudah jelas bagi Satrio bahwa pria ini sedang ingin menunjukkan sesuatu. Dengan senang hati Satrio akan sedikit bermain-main.
"Saya hanya karyawan biasa dan Anda sendiri bekerja di mana?"
Delta menegakkan duduknya. "Saya memegang 50 persen kepemilikan minimarket yang dikelola oleh Ocean."
Satrio ingin tertawa mendengar cara Delta berbicara. Pemilik setengah minimarket saja bangga, bagaimana jika memiliki seluruhnya. Bisa-bisa bicara sambil berdiri dan memejamkan sebelah matanya. Satrio tersenyum sendiri dengan pemikirannya.
"Waah, luar biasa sekali, ya ... tapi ngomong-ngomong jam besuk sudah selesai. Silakan meninggalkan ruangan karena pasien harus istirahat," kata Satrio tiba-tiba membelokkan pembicaraan.
Satrio tahu kalau Ocean merasa tidak enak karena perubahan wajah Delta yang seketika paham kalau sedang diusir. Satrio melangkah ke pintu terlebih dulu dan membukanya lalu menutupnya kembali setelah Delta melewatinya. Tidak dihiraukannya tatapan protes Ocean yang mengarah padanya. Dia lebih memilih masuk ke kamar mandi dan mengatakan pada Ocean untuk menyiapkan pakaian gantinya.
Sudah berminggu-minggu sejak pengusiran Delta dari rumah sakit. Hubungan Ocean dan Satrio memburuk karena hal itu. Ocean menuduh Satrio semena-mena sementara Satrio tidak mau mengalah dan tetap bersikeras bahwa Delta adalah tamu yang tidak dia inginkan dan tak seharusnya datang beberapa kali untuk menengok bapak Ocean.Ocean yang tidak sependapat dengan Satrio secara otomatis mengemukaan pendapat bahwa Delta datang hanya sebagai teman dan tidak pantas jika Satrio mengusirnya. Namun, Satrio tetaplah Satrio yang tidak akan mendengarkan orang lain jika sudah berpendapat. Semua ucapan Ocean dianggap angin lalu hingga segala sesuatunya memburuk untuk mereka berdua.Ocean yang awalnya mendiamkan tingkah suaminya menjadi makin serba salah ketika suaminya itu tidak merespon keterdiamannya. Semua seolah menjadi bumerang untuknya. Satrio bersikap masa bodoh dan tidak mau tahu dengan semua alasan yang diucapkan Ocean dan berujung yang perang dingin di
Satrio mengikuti kegiatan bakti sosial ke daerah terpencil. Sedikit banyak dia merasa terhibur dan melupakan rumah tangganya yang sedang tidak baik-baik saja. Kesibukan luar biasa yang dilakukannya bersama dengan rekan-rekan kerjanya terbukti ampuh untuk melalui hari dengan bahagia.Perubahan musim dengan cuaca yang cukup ekstrim membuat pengobatan gratis disambut warga setempat dengan antusias. Rata-rata dari mereka sakit flu, kulit, dan diare. Kedatangan para dokter ini dinilai cukup membantu warga masyarakat yang menganggap bahwa flu akan sembuh dengan sendirinya.Masyarakat juga antusias pada penyuluhan tentang keluarga berencana dan pentingnya mengatur jarak kelahiran demi kesehatan ibu dan anak. Imunisasi gratis juga diberikan kepada balita yang membuat para ibu senang. Ada juga yang mengkonsultasikan beberapa anak pilek dan tidak kunjung sembuh setelah beberapa minggu."Sat, ayo pulang," ajak Raphael yang tampaknya sudah selesai dengan pekerjaannya.Sa
Ocean sedang duduk sendirian di taman belakang rumah. Biasanya hari Sabtu dia masuk kerja hanya setengah hari. Kebiasaannya saat akhir pekan setelah menikah adalah mengunjungi rumah orang tuanya, tetapi hari ini adalah pengecualian. Ocean memilih untuk berada di rumah, berniat menunggu Satrio pulang kerja.Semalam Satrio pulang larut dan tampak sedang marah. Ocean tidak mengerti apa yang diributkan oleh Satrio hingga berkata tajam seperti itu. Untuk pertama kali dalam pernikahannya, Ocean merasa sangat terasing. Meskipun suka menyindir, biasanya Satrio masih ramah dan berusaha membuatnya nyaman dan itu tidak terjadi akhir-akhir ini.Ocean menyandarkan punggungnya di kursi taman yang terbuat dari rotan. Bentuk bundar kursi yang sedang dia duduki membuat Ocean merasa nyaman menikmati angin sepoi-sepoi yang menyapanya. Di sampingnya ada es tebu yang semalam dibawakan oleh Satrio serta bolu kukus dengan taburan keju dan diletakan di atas meja.
Satrio mematikan AC di ruang kerjanya. Dia membuka jendela lalu menyulut sebatang rokok. Embusan asap rokoknya langsung meliuk keluar dari jendela. Beberapa hari ini perasaannya sedang gundah memikirkan rumah tangganya yang bisa dibilang bermasalah. Entah serius atau tidak yang jelas keterdiaman Ocean membuatnya merasa sedikit tidak nyaman.Suatu sore Satrio pulang ke rumah orang tuanya tanpa memberitahu Ocean. Dipikirannya hanya ada reaksi orang tuanya saat mengetahui kalau dia sudah menikah. Sepanjang perjalanan Satrio memikirkan bagaimana memulai percakapan dengan mamanya yang memang selalu cerewet.Apa yang terjadi di rumah mamanya tidak seburuk yang dia kira karena ternyata orang tuanya tahu terlebih dulu dari desas-desus ketika mereka berdua datang ke rumah sakit. Mereka sengaja tidak bertanya kepada Satrio dan menunggu hingga dia siap bercerita."Kamu nikah aja, mama sudah seneng. Terserah kamu mau nikah sama siapa, ma
Ocean berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat karena merasa sangat lapar. Entah sudah waktunya makan siang atau belum karena dia tidak sempat mengecek waktu jika sudah asyik bekerja. Dia berniat turun ke area minimarket dan memeriksa kehadiran SPG guna membantu perhitungan stok tersisa untuk menentukan jumlah permintaan pada distributor.Begitu turun ke lantai dasar, beberapa SPG dari produk berbeda langsung mendatangi Ocean dan memberikan kertas berisi persetujuan order. Satu per satu Ocean memeriksa edaran dari para SPG itu dan mendatangi rak display produk mereka. Ocean menandatangani setelah mencoret atau menambahkan jumlah permintaan lalu mengembalikan kertas yang disambut senyum perempuan-perempuan yang menjadi ujung tombak perusahaan mereka."Bu Ocean, produk saya ordernya ditambahin, dong," pinta salah seorang SPG.Ocean menoleh dan menarik kertas yang disodorkan padanya. "Stok yang ada sekarang itu
Satrio mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang menyusuri jalanan yang sore itu lengang. Hatinya sedang merasa senang karena berhasil usil pada pria yang dia anggap kurang ajar dan melampaui batas. Satrio merasa puas melihat wajah bodoh Delta saat dia melontarkan tuduhan yang bisa jadi memang membuatnya ingin tertawa jika sedang berhadapan dengan teman-temannya.Hari sudah hampir gelap saat Satrio menyalakan lampu sein ke kanan dan begitu berhasil menyeberang, mobilnya berhenti tepat di sebelah warung tenda. Satrio turun terlebih dulu dan memutar ke pintu Ocean saat istrinya itu tidak beranjak dari tempat duduknya. Satrio tidak mengatakan apa pun untuk membuat Ocean keluar dari mobil. Tatapan matanya saja sudah cukup dimengerti Ocean hingga perempuan cantik itu turun dengan sukarela.Satrio menggandeng tangan Ocean memasuki warung tenda. Suasana cukup ramai meski belum waktunya makan malam. Satrio membawa Ocean duduk di meja paling ujung s
Satrio membimbing Ocean masuk ke sebuah apotek yang cukup besar. Begitu memasuki gedung bercat putih itu, Ocean langsung bisa melihat sebuah papan bertulisan beli obat bebas diberi tanda ke sebelah kiri dan bagian kanan khusus yang menggunakan resep. Satrio mengajaknya berjalan lurus dan menaiki tangga menuju lantai 3. Setelah itu berbelok ke kiri hingga ujung lorong sampai menemukan ruangan terakhir. Ocean hanya melihat Satrio membuka pintu kayu berwarna hitam.Ocean memerhatikan keseluruhan ruangan yang baru saja dimasukinya. Belok kiri dari arah pintu ada satu set sofa hitam lengkap dengan meja kaca yang juga berwarna hitam. Kemudian ada meja kerja besar lengkap dengan komputernya serta sebuah kursi tunggal tepat di dekat jendela. Persis di bawah jendela ada sebuah meja yang dipenuhi berbagai jenis anthurium yang ditanam dengan sistem hidroponik dan sudah berbunga.Hanya sekali melihat saja Ocean sudah langsung menyukai ruangan itu. Dia m
Satrio bersiul senang saat melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju ruang kerja Athena. Sesampainya di lantai 3 dia langsung belok kanan tanpa peduli pada suster yang kebetulan berpapasan dengannya. Satrio langsung membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dulu dan duduk santai setelah mengambil sebotol air mineral dari dalam kulkas."Kalau masuk nggak bisa ketuk pintu dulu?" Athena menegur keras."Nggak usah sok sopan sama kamu, Bayi. Udah kebiasaan juga masih sewot aja," balas Satrio sekenanya. "Lagian kalian nggak sedang bercinta, kan?" lanjutnya sambil melirik pada Raphael yang serius mengerjakan sesuatu di komputer Athena."Kelakuan jelek tetep aja nggak diubah," ketus Athena. "Bini bisa jantungan lama-lama sama kelakuanmu, Mas Sat.""Nggak usah bawa-bawa bini. Dia seneng-seneng aja sama kelakuanku. Tadi aja sampe nambah gitu. Aduh!" keluh Satrio. Sebuah donat masih dalam bungkusnya melayang dan mendarat te