Share

05. Donor Mata

Arabella tersenyum puas melihat reaksi Sekar. Dia bersorak riang. "Tuh kan, bener tebakan gue! Gak sia-sia dua minggu ini gue merhatiin lo!"

Sekar melongo. Bella terkekeh dan menggeser duduknya lebih dekat. "Awalnya gue heran aja di saat semua murid baru sibuk nyari temen dan bentuk circle masing-masing lo malah narik diri. Padahal ya, lo itu cantik banget, blasteran lagi. Lo tuh gampang banget kalau mau jadi famous meskipun baru kelas sepuluh."

'Bahkan ada foto lo di ponsel kakak gue.' bathin Arabella.

"Lo jangan aneh-aneh deh. Gue gak kenal siapa itu kak Evelyn yang lo maksud." Sekar menggeleng kemudian bangkit.

Arabella langsung menahan lengan Sekar. "Lo gak perlu bohong. Gue liat pas Kak Evelyn narik lo ke gudang belakang kemarin. Meskipun gue gak tau apa yang dia lakuin di sana, tapi itu pasti bukan sesuatu yang baik." Arabella menahan Sekar dan mengajaknya duduk kembali.

Sekar menghela nafasnya. Dia kembali duduk di samping Arabella. "Kalaupun itu benar, gue tetep gak bisa temenan sama lo."

"Tuh liat, lo udah se-care itu sama gue. Lo pasti takut kak Evelyn bully gue, kan? Gue gak mungkin ngelepas sahabat sebaik lo gini, Kar." Mata Arabella berbinar-binar.

Sekar melongo. Dia yakin tadi tidak salah dengar. Arabella menyebutnya sebagai sahabat.

"Bell, gue--"

Bella berjingkrak kesenangan. "Kyaaa... Tuh kan, lo udah manggil gue Bella aja. Itu tuh panggilan cuma buat orang terdekat gue aja. Di sekolah anak-anak biasanya manggil gue Ara doang."

"Ara,"

Bella menggeleng tegas sambil menggerakkan jari telunjuknya, "no no... Lo udah manggil gue Bella, berarti lo udah sah jadi orang terdekat gue. Pokoknya lo cuma boleh manggil gue Bella. Lo manggil Ara gue gak denger!" Bella melipat tangan ke dada tanda tak ingin dibantah.

Sekar memijit pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut. Melihat Bella malah mengingatkannya pada Shaka. Kenapa juga dia malah memikirkan cowok itu. Sekar segera memukul kepalanya.

"Bell, jujur gue seneng banget bisa punya temen kayak-"

"Sahabat!" Bella mengoreksi.

Sekar meneguk ludah kasar. "Iya, maksud gue sahabat. Gue seneng banget bisa punya sahabat kayak lo. Tapi tetep gue gak bisa membahayakan keselamatan lo. Dengan lo temenan sama gue, sama aja lo udah nantang kak Evelyn. Gue gak bisa ngebahayain lo, Bella."

"Dia gak akan berani ganggu gue. Tenang aja." Bella menepuk dadanya dengan bangga.

Sekar menatapnya sendu. Dia lalu menggenggam sebelah tangan Bella. "Lo gak tau segimana mengerikannya Evelyn, Bella."

"Apa karena ini lo selalu ngehindar tiap ada yang ngajak lo temenan? Dia ngancem lo kayak gimana, bilang sama gue. Biar gue bikin perhitungan sama dia!" Bella menyingsingkan lengan seragamnya memperlihatkan lengan atasnya yang kerempeng. Sekar tidak bisa tidak terenyuh karenanya. Dia lalu menggenggam tangan gadis itu.

"Makasih. Tapi lo gak perlu lakuin itu. Jangan libatin diri ke dalam bahaya, Bella."

Bella cemberut. "Dan lo bakal mendorong gue jauh-jauh kayak temen-temen yang lain."

"Lo gak ngerti, Bell."

"Gimana gue bisa ngerti kalo lo bahkan gak ngasih gue kesempatan." Bella menatap dalam Sekar.

"Gue gak mau karena keegoisan gue, gue kehilangan teman sekali lagi. Gue gak mau."

Bella merasakan tangan Sekar yang bergetar dalam genggamannya. Mata gadis itu juga sudah berembun. "Evelyn pernah ngusik temenlo sebelumnya?" Tanya Bella prihatin.

Sekar mengangguk. "Dari dulu Evelyn selalu rebut semua yang gue punya. Termasuk teman-teman gue sampai akhirnya gue cuma punya dua teman cowok. Cuma dua orang itu yang berani temenan sama gue dan mengabaikan larangan Evelyn." Sekar terkekeh begitu terlintas bayangan tiga anak kecil yang selalu bergandengan tangan ke mana saja.

"Sampai orang-orang ngiranya sombong lah. Gak mau main sama orang miskin. Gak main sama pribumi. Gue udah biasa dianggap kayak gitu."

"Padahal sebenarnya lo juga pengen kan temenan sama orang-orang?" tanya Bella. Matanya menatap sendu gadis itu.

Sekar tersenyum dan mengangguk. "Gue gak bohong. Gue kesepian, Bella. Gue juga pengen punya banyak temen."

"Tapi setahun lalu, ada dua anak perempuan yang nekat temenan sama gue. Mereka sering diancam Evelyn, tapi keduanya abai. Sampai kemudian," Sekar menjeda ucapannya. Tangannya menggenggam tangan Bella semakin erat. Rasanya seperti ada sebongkah batu besar yang mengimpit dadanya.

"Jangan diterusin kalau masih sakit." Bella menggeleng. Dia bisa merasakan rasa sedih yang dirasakan Sekar.

Sekar menghirup nafas dalam setelah itu melanjutkan ceritanya. "Suatu hari mereka kecelakaan. Amanda meninggal di tempat, sementara Rosi mengalami kebutaan. Sekarang dia dibawa pindah keluarganya ke Singapura. Bahkan mereka gak ngizinin gue buat ketemu dia untuk terakhir kalinya." Sekar mengusap setetes air matanya yang jatuh.

"Dia gak benci lo, kan?"

Sekar menggeleng tapi kemudian tersenyum kecut. "Oci gak benci gue, tapi seluruh keluarganya yang benci. Gue cuma bisa telponan sama dia diam-diam lewat perawatnya. Sampai sekarang gue nunggu donor mata yang cocok buat Oci."

Bella menepuk tangan Sekar pelan. Matanya juga ikut berair. "Semoga Oci cepat dapat donor mata ya. Sahabat lo, sahabat gue juga."

Sekar tersenyum berterima kasih. "Gue udah kehilangan mereka. Gue gak mau kehilangan sekali lagi, Bell."

"Kar," Bella menggelengkan kepala. "Jangan dorong gue menjauh."

"Gue gak mau sesuatu terjadi juga sama lo. Jangan lagi." Suara Sekar tercekat.

"Kar, percaya sama gue. Kak Evelyn gak akan berani ngusik gue. Gue bisa pastiin itu." Bella tersenyum dan menganggukkan kepala untuk meyakinkan Sekar.

"Lo gak tau semengerikan apa Evelyn, Bell."

Bella tersenyum meyakinkan. "Percaya sama gue. Evelyn gak akan berani nyentuh gue."

Sekar menghela nafasnya. "Janji jangan sampai lo kenapa-napa karena kak Evelyn ya."

Bella tersenyum melihat tangannya yang digenggam Sekar semakin erat. "Jangan manis-manis dong, Kar. Kalau gue sampai belok tanggung jawab lo."

"Bangsat." Sekar buru-buru melepas genggamannya.

Mereka tertawa lepas setelahnya. Perasaan hangat menjalari hati Sekar. Akhirnya dia memiliki teman perempuan lagi. Rasanya sudah begitu lama sejak terakhir kali.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status