Duh kira-kira gimana kelanjutannya? Ditunggu update berikutnya, ya!
Anggala sangat geram dengan perlakuan Elvan barusan! Dia benar-benar merasa sangat terhina!“Dasar kurang ajar sekali dia!” geramnya sambil mengepalkan tangan dengan keras!Setelah itu, Anggala melihat ke pergelangan tangannya masih tersisa satu setengah jam menuju pukul sepuluh malam. Dia kembali berpikir tentang sesuatu, lalu bergumam, “Menunggu rencana Marissa? Yang benar saja! Sejak kapan aku bisa dikendalikan! Dia pikir siapa dia bisa mengatur-aturku?” Merenung sesaat, lalu Anggala menghubungi seseorang melalui ponsel lain yang dia keluarkan dari laci mejanya.“Aku ada pekerjaan untukmu, lakukan dengan baik dan pastikan tidak ada yang bisa melacak keberadaanmu!” perintahnya.“Apa?” tanya suara yang ada diseberang sana.Anggala menceritakan tujuannya pada orang tersebut dengan detail, setelah itu dia mematikan sambungan teleponnya.“Elvan, kita lihat saja, sejauh apa kamu bisa melindungi orang-orang itu. Aku selalu ada cara untuk bertahan! Kalian mungkin lupa sejauh apa aku selama
Setelahnya Anggala masuk ke mobil dan melajukan kendaraannya dengan cukup kencang, membuang ponsel yang dia pakai untuk menghubungi orang suruhannya itu ke jalan, lalu mengambil benda pipih lainnya untuk menghubungi Fredy. “Fredy, apa tugasmu sudah dilaksakan?” tanya Anggala saat panggilan tersebut terhubung. “Sudah selesai, semua sedang bekerja melakukannya. Ehm … Ang, apa kamu yakin El tidak akan–” “Aku sudah membereskan si sombong itu! Kamu tenang saja dan lakukan saja sesuai perintahku!” Anggala berkata dengan penuh penekanan dan mengangkat ujung bibirnya sebelah. “Baiklah, mungkin diatas jam 10 malam berita ini akan mulai mencuat dan dipastikan besok pagi akan menjadi berita viral.” Fredy berkata dengan suara yang cukup berat. Setelah mendengarkan hal tersebut Anggala mematikan sambungan teleponnya lalu berkata, “Setelah ini kita saksikan pertunjukan berikutnya!” *** Di kamarnya, Diva yang merasa sangat bahagia ini tidak bisa tidur karena memikirkan banyak hal manis bersa
Jantung Diva berpacu cepat, hal ini tidak sama saat dia jatuh cinta ketika mendengar nama Elvan. Dia benar-benar terkejut dengan berita yang baru saja dia dengar. “Ma-maksudmu apa?” tanya Diva sekali lagi dengan napas yang tercekat di tenggorokan, membuat tubuhnya mendadak lemas, persendiannya seolah mati rasa, tangannya mulai gemetar dan perasaannya menjadi sangat kalut. “Kak Elvan, dia mengalami luka yang ... sepertinya sedikit serius karena ditusuk seseorang di depan gedung Tekno In, tapi sekarang semuanya sedang bergerak dengan cepat untuk proses penyelidikan. Aku tahu kakak pasti akan bertanya-tanya kemana dia menghilang karena tidak memberikan kabar, jadi aku sudah mengatur agar kakak bisa pergi ke rumah sakit malam ini menemuinya.” Prisya berkata dengan cepat. Tatapan matanya yang tajam melihat ke arah Diva yang jelas terlihat bingung. Pikiran Diva saat ini penuh dengan banyak pertanyaan. Selain mengkhawatirkan Elvan, dia juga heran bagaimana bisa Prisya tahu tentang hal
Dalam perjalanannya yang membawa Elvan ke rumah sakit, pikiran Diva makin kacau, kepalanya berdenyut tak karuan, dalam perjalanan hidupnya baru kali ini dia merasakan hal seperti ini. Semua yang berkaitan dengan Elvan memang adalah hal yang baru dia rasakan, tapi dia juga jelas tidak ingin merasakan rasa khawatir karena Elvan terluka parah seperti sekarang. “Pak Bimo, apa masih lama?” tanya Diva pada Bimo. “Sebentar lagi, Bu. Sabar ya, Bu, dari yang dikatakan Pak Andi pada saya, Pak Elvan tidak terlalu parah, tetapi memang harus tetap dilakukan tindakan di rumah sakit.” Bimo berkata dengan tenang. “Tidak parah tapi harus dilarikan ke rumah sakit? Apa-apaan ini? Apa Bapak tidak salah bicara?!” Entah kenapa tiba-tiba suara Diva mulai meninggi, tetapi setelah itu dia segera sadar atas ucapannya barusan. “Ah, maaf, Pak, saya tidak bermaksud berkata seperti itu,” sesalnya. “Tidak apa-apa, Bu. Saya Paham, karena Ibu pasti sangat mengkhawatirkan Pak Elvan.” Dia menjawab dengan sopan. Di
Diva diam, suaranya jelas tertahan di mulutnya, seolah mulutnya terkunci rapat sekarang ini. Dia ingin menjawab tetapi entah bagaimana cara menyampaikannya. Akhirnya, hanya helaan napas berat yang terdengar.“Jelas Tante, kalau tidak karena Elvan membantu Diva dalam urusan keluarganya dia, pasti Elvan sekarang ini masih baik-baik saja.” Marissa kembali berkata dengan suara nyaring.Marissa menatap Diva dengan tajam dan kesal, Diva bisa merasakannya dengan jelas saat tatapan mereka bertemu, apalagi saat itu Marissa terlihat membuang napas dengan kasar.“Maaf,” ucap Diva dengan lemah tetapi terdengar tenang ketika Anita melihatnya kembali.Namun, Anita tersenyum dan meraih tangan Diva, entah kenapa rasanya sangat hangat hingga membuat Diva terkejut menatap wanita yang ada di depannya saat ini.‘Apa mama Elvan tidak marah padaku?’ tanya Diva dalam hati.“Kamu masuk saja dulu, Elvan ada di dalam.” Anita lalu menepuk ringan bahu Diva.“Tante, apa tante benar-benar ingin menyuruhnya masuk m
“Aku perlu mengumpulkan tenaga untuk mengatakannya padamu.” Bibir Elvan menyunggingkan senyumnya. Diva tak kuasa untuk tidak memeluk Pria itu, rasa lega menyelimuti dirinya. “Terima kasih kamu bisa bertahan, Van.” bisik Diva lalu tak kuasa menahan laju tangisnya lagi dan terisak dengan jelas kali ini. “Bukankah seperti ini bisa lebih lega?” Elvan berkata pada Diva saat wanita itu merenggangkan tubuh mereka. Diva diam, entah kenapa di saat seperti ini pun, pria ini tetap mengutamakan dirinya. Apa dia benar-benar seberharga itu untuk Elvan? Ah, kalau memikirkan hal ini, rasa bersalahnya makin memuncak saja pada Elvan. “Kenapa diam? Aku malah senang kalau kamu memperlihatkan kelemahanmu itu.” Kembali Elvan tersenyum untuknya. Padahal Diva tahu untuk bicara saja pasti Elvan sudah sangat kesusahan, sekarang pria ini malah berusaha menghiburnya. Apa tidak terbalik? “Jangan banyak bicara dulu, aku panggilkan dokter. Jangan membantah, patuhlah sebentar.” Setelah mengatakan hal itu, Diva
Sementara itu di tempat lain. “Sial! Kenapa kalian tidak bisa bertindak cepat?! Fred, apa begini cara kerjamu itu?!” Anggala membanting barangnya dengan kekuatan penuh. Fredy yang ada bersama Anggala sekarang hanya diam. Dia tahu kalau Anggala pasti akan sangat marah karena pekerjaan untuk menjatuhkan Ratri kali ini menemui jalan buntu. Kejadian ini sama persis seperti saat Anggala berusaha untuk menjatuhkan Elvan, bedanya kali ini tidak ada serangan balasan untuk Anggala. Baik Fredy maupun Randi, sudah tahu kalau Elvan sudah bisa menakar tindakan mereka ini, tetapi untuk bicara dengan Anggala yang sedang diliputi amarah yang memuncak, rasanya sia-sia. “Ang, menurutku daripada kita menghamburkan uang untuk menjatuhkan Ratri, lebih baik kita menggunakan sisa yang ada ini untuk membangun citramu kembali.” Randi kali ini angkat bicara dengan suara tenang. “Apa kamu bilang?!” tunjuk Anggala pada Randi, matanya menyala karena marah, tidak terima dengan ucapan yang terlontar di mulut t
Hari sudah pagi, Diva masih menemani Elvan yang sudah dipindah ke ruangan perawatan biasa. “Van, kamu sudah bangun?” tanya Diva saat pria itu membuka matanya. Elvan tersenyum saat tahu kalau Diva masih ada di sana menemaninya. “Pukul berapa sekarang?” tanya Elvan. Diva melihat ke pergelangan tangannya. “Tujuh kurang lima menit.” Mendengar hal itu Elvan mengerutkan keningnya, lalu melihat ke arah jendela yang sudah mulai terang tetapi masih tertutup oleh vertical blind, sehingga cahayanya tidak langsung masuk menerangi kamar ini. “Kenapa belum dibuka?” tanya Elvan pada Diva dengan suara yang masih sedikit serak. “Ah, itu … aku tidak mau nanti kamu terbangun karena silau, jadi kubiarkan tetap tertutup saja.” Diva tersenyum padanya. “Kamu bilang ini pukul tujuh kurang lima menit, kan? Kenapa kamu masih ada di sini? Kamu gak ke kantor?” tanya Elvan pada Diva membuat wanita itu mengerutkan keningnya. ‘Saat seperti ini bisa-bisanya pria ini mengatakan hal tentang kantor?! Apa dia