Avery pergi bersama Aldi ke suatu pusat perbelanjaan yang biasa saja. Ia memang lebih suka berpenampilan seperti orang biasa tanpa memakai barang bermerek yang terlalu mahal. Beberapa barang kebutuhan sudah dibeli oleh Avery dan Aldi membawakan semua barang milik Avery.
"Nona, apakah masih ada yang ingin anda beli?"
"Sepertinya semua sudah selesai, Al."
"Lalu apakah sekarang kita akan pulang?"
“Kita makan terlebih dahulu ya, Al. Aku sangat lapar sekarang,” ajak Avery kepada Aldi. Avery memang selalu sedikit manja terhadap Aldi karena ia menganggap Aldi sebagai kakaknya sendiri. Mereka berdua sangat dekat dari kecil sehingga Avery tidak canggung untuk bermanja-manja terhadap Aldi meskipun Aldi selalu bersikap hormat kepadanya.“Baik. Makanan apa yang nona inginkan sekarang?” tanya Aldi kepada Avery.“Steak saja,” ucap Avery singkat.“Ada satu restaurant yang recommended menurut pembahasan di internet. Ayo kita ke sana, Nona.” Aldi menunjukkan jalanAvery sudah bersiap untuk melakukan interview di Vladimir Corp sebagai sekretaris Xavier atau bisa saja disebut dengan Jayden sesuai yang ia kenal sebelumnya di pesawat.“Hai Xavier, kehancuranmu sudah ada di depan matamu dan aku akan membuat semua itu menjadi kenyataan. Kenyataan pahit yang akan kamu rasakan sebagai balasan yang setimpal dari kejahatanmu terhadap adikku. Aku juga akan membuatmu membusuk di dalam penjara selamanya untuk menyesali semua perbuatanmu terhadap Rosalind,” ucap Avery penuh percaya diri di depan cermin. Setiap harinya ia meyakinkan diri bahkan mendoktrin diri sendiri untuk melakukan pembalasan terhadap Xavier. Tok! Tok! Tok!Bunyi ketukan pintu kamar Avery berbunyi.“Masuk!” Jordan membuka pintu kamar Avery dan celingak celinguk untuk mengetahui dimana Avery berada. “Av, apakah kamu sudah siap?” tanya Jordan berusaha untuk mengakrabkan diri kembali dengan anak satu-satunya.“Sudah,” jawab Avery singkat. Ia tidak mau terlalu banyak bicar
“Please, Av. Maafkan atas semua kesalahanku. Ayah akan menjadi ayah yang terbaik untukmu. Aku akan melepaskan semua usahaku dan hidup tenang bersamamu,” pinta Jordan putus asa. Ucapan yang Avery katakan seperti pisau belati yang terus menyayat hatinya. Jordan sudah berusaha untuk membagi waktu dan bahkan ia sudah menyerahkan beberapa kendali atas perusahaannya kepada anak buahnya. Ia telah membagi tugas agar ia bisa meluangkan waktu untuk anak satu-satunya. “Aku tidak butuh Ayah terbaik. Rosalind lebih membutuhkannya dan kamu mengabaikannya hanya untuk perusahaan, hanya untuk uang. Apakah uangmu saat ini bisa menghidupkan Rosalind?” ucap Avery ketus yang lebih menyakiti hati Jordan.“A-apakah tidak ada sedikitpun yang bisa aku lakukan agar kamu memaafkan aku, Av?” ucap Jordan putus asa. Mata tuanya sudah tidak mampu menanggung semua ucapan menyakitkan dari Avery. Tetes air mata kesedihanpun sudah mulai berjatuhan dari mata Jordan.“Pintu maafku sudah tertutup saat kamu
Aldi mengantarkan Avery menuju gedung Vladimir Corp. Avery terlihat sangat cantik dan natural dengan tampilannya yang sangat sederhana. Ia hanya mengenakan dress simple berwarna hitam selutut dipadukan dengan blazer berwarna putih. Ia mengikat rambutnya hingga leher jenjangnya terlihat sangat sempurna. Wajah Avery hanya di poles natural, ia tidak pernah ber-make up tebal karena tidak menyenangi gaya seperti itu.Setelah sampai ke halaman depan gedung Vladimir Corp, Avery memperhatikan pemandangan di sekitarnya. Ia melihat eksterior gedung itu dengan seksama. Gedung pencakar langit yang sangat tinggi dan megah. Ia masuk ke dalam lobi gedung dan ia mendapatkan interior yang sangat nyaman untuk sebuah gedung perkantoran. Terdapat cafe, taman kecil dan meja resepsionis yang terbuat dari marmer. Avery mendatangi meja resepsionis untuk meminta tolong agar bisa dihubungkan dengan bagian HRD karena ia mempunyai janji pukul delapan pagi.“Permisi, Bu. Nama saya Belle. Saya ada janj
“Tunggu!” seru seorang wanita yang seperti terlambat absen disusul dengan seorang pria yang berada di belakangnya dan berjalan dengan sangat santai. “Se-selamat pagi, Pak,” sapa Rachel yang sangat kaku karena ia bertemu dengan atasannya. Ia menggerakan siku-nya ke arah Avery agar Avery sadar dan menyapa bos-nya itu.“Selamat pagi, Pak!” sapa Avery salah tingkah saat tatapannya saling beradu dengan Xavier.. “Ehm … Pagi,” sapa Xavier sedikit berdehem. Ia melirik ke arah Avery yang seakan terlihat menunduk malu dan tidak mau memandangnya sama sekali. Ting!Lift berbunyi dan menandakan bahwa lantai yang dituju Avery dan Rachel sudah sampai.“Permisi, Pak,” pamit Rachel kepada Xavier sementara Avery tidak mau melihat wajah Xavier sama sekali, bahkan berpamitanpun enggan. Avery mengalami kesulitan untuk menutupi perasaannya yang sangat kesal terhadap seorang Xavier.“Belle … apakah kamu akan bekerja denganku disini? Apakah kamu tidak akan pergi ke Jerman la
“Belle, apakah kamu tahu siapa yang berada di lift bersama kita tadi?” tanya Rachel kesal. Ia melihat tidak ada rasa hormat sama sekali yang ditunjukkan Avery kepada bosnya.“Aku tidak tahu,” jawab Avery santai sambil menggelengkan kepalanya.“Itu adalah CEO kita. Bos besar kita. Kamu wajib untuk sangat menghormatinya!” ucap Rachel seakan memberi perintah kepada Avery. Rachel adalah salah satu fans dari Xavier yang sangat tampan dan statusnya masih lajang. Bahkan hampir semua wanita lajang di kantor Vladimir Corp sangat mengidolakan Xavier.“Baiklah. Aku akan mengingatnya,” ucap Avery santai. Ia sendiri tidak peduli apa kedudukan Xavier di perusahaan ini.“Sekarang kamu masuk ke dalam, semua kandidat akan mengikuti tes masuk terlebih dahulu,” ujar Rachel merasa sedikit tidak senang karena pria yang ia sukai tidak dianggap oleh Avery.“Hei, tunggu!” seru Karina kepada Rachel dan Avery yang hendak memasuki ruang tes.“Ada apa, Mbak?” tanya Rachel sopan. Ia sangat men
“Aku bertanya padamu, apakah kamu sudah puas memandangi ruanganku atau kamu sedang sedang memandangi diriku?” goda Xavier lagi sambil menatap Avery. “Ah … aku sedang melihat-lihat ruangan kerjamu. Hmm … Ruanganmu cukup sederhana untuk seorang CEO sekaligus pemilik perusahaan ini,” ejek Avery.“Haha … aku suka dengan pendapatmu. Aku memang lebih suka desain sederhana dan tidak rumit. Hmm … bukankah kamu seorang seniman?” sindir Xavier.“Tentu,” jawab Avery penuh percaya diri.“Mengapa seorang seniman melamar pekerjaan menjadi sekretaris?” goda Xavier lagi sambil menatap tajam Avery.“Seorang seniman juga membutuhkan uang dan pekerjaan tetap, dan perusahaanmu menawarkan pekerjaan dengan gaji yang lumayan fantastis,” balas Avery santai.“Ah … baiklah. Silahkan duduk!” Xavier mempersilahkan Avery untuk duduk di sofa di depan meja kerjanya. Ia pun segera bangkit dari tempat duduknya menyusul Avery untuk berjalan menuju ke sofa yang berada di hadapan Avery.“Jadi
“Apakah kamu sudah memiliki kekasih sehingga tidak mau mengenalku lebih jauh dan menghindari diriku? ” tanya Xavier penasaran. “Aku tidak memiliki kekasih dan aku tidak tertarik memilikinya,” tegas Avery.“Kenapa? Apa kamu penyuka sejenis?” lanjut Xavier bertanya.“Maaf, bapak sudah memasuki ranah pribadi saya. Sebaiknya kita tetap bersikap profesional di dalam pekerjaan. Apabila bapak tidak tertarik untuk bekerja sama dengan saya secara profesional, maka saya undur diri terlebih dahulu.” Avery hendak berpamitan dengan Xavier karena ia mulai jengah dengan semua pertanyaan yang diajukan oleh pria yang ada di hadapannya ini. Jika ia tidak diterima sebagai sekertaris Xavier, ia akan mencari cara lain untuk menghancurkan Xavier. “Tunggu! Apakah aku mengatakan bahwa aku tidak menerimamu bekerja sama denganku?” tanya Xavier heran. Ia sangat bingung dengan wanita yang ada di hadapannya saat ini. Wanita ini berbeda 180 derajat dengan wanita yang berbicara dengannya di pesa
Hari ini adalah hari yang cukup melelahkan bagi Avery karena banyak yang harus ia pelajari dengan cepat di perusahaan Vladimir Corp. Karina acuh tak acuh terhadapnya sehingga ia mempelajari semua berkas proyek dan pekerjaan yang harus Xavier lakukan dengan cara otodidak. Beruntunglah Avery memiliki otak yang sangat cemerlang sehingga ia tidak terlalu banyak membutuhkan waktu untuk mempelajari apa saja tugas sebagai seorang sekretaris Xavier.“Belle, aku pulang dulu. Kamu rapikan semua berkas yang ada di meja ini. Jangan sampai ada tercecer!” ujar Karina memberikan perintah.“Iya, Mbak,” sahut Avery santai. Ia memang sengaja berlama-lama dengan berkas yang dimiliki Xavier untuk mempelajarinya lebih lanjut, mencari celah dimana ia bisa menghancurkan semua proyek yang dimiliki oleh Xavier saat ini. Karina berlalu dari hadapan Avery karena sudah tepat pukul lima sore, waktunya untuk pulang kerja. Ia tanpa basa-basi pergi dari hadapan Avery yang masih sibuk mengatur berkas yang