Dara kaget dengan siapa yang datang. Kenapa bisa si wanita ular itu menemukan tempat tinggalnya. "Kenapa kaget ya, lihat aku menemukan persembunyianmu?" ucap Irma dengan nada menghina.Irma mendorong Dara sehingga dia terhuyung ke belakang dan masuk ke rumah itu tanpa permisi."Siapa yang mengijinkan kamu masuk?" bentak Dara."Hmm lumayan juga tempat tinggalmu ini, sebenarnya lelaki mana yang memeliharamu," balas Irma tanpa mengindahkan pertanyaan Dara.Plak! Dara menampar wanita itu. Dia sudah tak sabar menghadapinya yang kian lama tak sopan serta ngelunjak itu.Dara juga menjambaknya karena sudah semakin kesal. Sahabat macam apa yang tega merebut tunangan juga merendahkannya sedemikian rupa itu."Dasar wanita gila, akan aku hancurkan wajahmu agar tak bisa menggoda pria kaya lagi," ucap Irma."Menggoda pria kaya? Aku rasa aku tak pernah sekalipun menggoda pria. Mereka yang datang padaku sendiri!" seru Dara.Irma gantian menjambak Dara, begitupun Dara tak mau kalah, perkelahian dua w
Ada dua kamar di rumah itu, mereka menggedor setiap pintu, satu pintu kamar dapar terbuka dan kosong."Di sini tidak ada orang, ayo kita dobrak kamar satu lagi," ajak Rizal."Benar pasti mereka di dalam, jangan biarkan pasangan zina berada di lingkungan kita," balas Pak Rt.Pintu kamar di dobrak, sekeliling kamar itu tak ada orang membuat mereka semua kecewa. "Jangan jangan kalian menipu kami," bentak Pak Hansip."Kami tidak menipu," balas Irma.Dia lalu ke tengah ruangan dan memperlihatkan ada ponsel di meja, kasur yang berantakan menandakan ada seseorang di rumah itu."Ada barang di sini, lemari juga ada baju. Ada sampah bekas makanan juga," imbuh Irma."Lalu dimana orangnya?" tanya Pak Rt."Pasti mereka bersembunyi," jawab Rizal.Dia sangat mengenali ponsel milik siapa yang sedang di chas itu. Ponsel warna pink dengan logo apel itu adalah milik Dara. Hatinya semakin kesal kalau Dara ternyata merendahkan diri menjadi seorang simpanan pria kaya."Mereka ketakutan karena ada suara ba
"Tapi tidak seharusnya memukul anak saya," balas Sang Ibu dari anak yang bertengkar dengan Brian.Anak itu ngumpet dibelakang ibunya. Dara menggelengkan kepalanya kalau anak yang salah dibela kedepannya tak akan jera malah memulai kesalahan lainnya.Adu mulutpun terjadi diantara keduanya. Dara membela Brian, sedangkan mama dari teman Brian melindungi anaknya yang salah dan enggan meminta maaf karena Brian yang memukulnya. "Ibu apa tahu, efek dari sebuah bully itu?" tanya Dara."Siapa yang membully, anakmu nakal ini bukti dari kenakalannya memukul anakku sampai membekas," jawab Mama dari anak itu.Bahkan sang Mama dari anak itu mengatakan secara gamblang siapa suaminya dan ayah dari anak itu, Suaminya seorang anggota dewan di kota ini. Mungkin supaya Dara takut, meminta maaf lalu mengganti rugi."Saya tidak peduli siapa suami ibu, yang salah duluan harus minta maaf. Apa tidak bisa meminta maaf saja?" ucap Dara."Lancang sekali, orang kecil sepertimu berani melawanku, hah?!" bentak Mam
Bima tersedak saat mendengar pertanyaan mamanya, lalu dia mengambil air untuknya agar tidak lagi tersedak."Mama apa-apan sih," bisik Bima."Sepertinya dia memang cocok untuk jadi mama Brian dan pendampingmu," bisik Nyonya Handoko lagi.Dara mendekati Bima karena penasaran apa yang terjadi. "Kamu kenapa?" tanya Dara."Tidak apa-apa," jawab Bima singkat."Apa masakanku tidak enak?" tanya Dara lagi."Ini enak sekali," balas Bima sambil tersenyum.Dara tak melanjutkan pertanyaan lagi, dia mengajak Brian untuk segera mengerjakan PR sekolahnya. Mumpung masih siang. Kalau malam pasti dia sudah mengantuk dan banyak drama mengerjakan pekerjaan rumah yang diberikan gurunya.Bima menatap ke arah Dara yang sedang menemani Brian mengerjakan PR. Dia begitu telaten, sabar menghadapi Brian yang tukang ngamuk itu. "Bagaimana menurutmu. Sebelum ada orang lain yang mengambil hatinya lebih baik kamu segera menyatakan cinta," ucap Nyonya Handoko."Aku ingin perasaan kita menyatu seiring berjalannya wak
Bima tampak memelototi Brian, seolah memberikan kode kalau tidak usah bertindak macam-macam denganya. Seorang ayah mana mungkin menindas anaknya sendiri.“Bima, apa yang kamu lakukan pada seorang anak kecil seperti Brian?!” bentak Dara lalu memeluk Brian.“Tante, aku takut,” ucap Brian.“Tidak usah takut, Tante akan melindungimu!” seru Dara.Dara mengajak Brian ke dapur untuk menemaninya memasak, daripada nanti ditindas lagi oleh Bima. Entah kesalahan apa yang dilakukan oleh Brian sehingga Bima tega melakukan itu pada anaknya sendiri. Brian menoleh ke belakang saat di gandeng Dara menuju dapur, dia melewekan lidahnya pada Bima seakan mengatakan kalau dia adalah pemenangnya.“Hais, jadi anak itu hanya ingin mendapatkan perhatian dari Dara,” gumam Bima lalu tersenyum.Bima pergi ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian karena tubuh terasa lengket oleh keringat sehabis kerja. Dia mengenakan kaos oblong biasa dan celana santai di rumah. Dia segera menuju ruang makan karena sudah tak s
Brian berharap Dara memang mau memasak untuknya setiap hari. Selain lezat kalau masakan rumahan pasti akan higienis dia jadi tak gampang sakit lagi.“Berapapun boleh,” jawab Bima.“Tante jangan ragu katakan nominalnya, ayahku uangnya banyak,” balas Brian.“Hahaha … Ayahmu uangnya banyak tapi kebutuhannya juga banyak, Brian,” ucap Dara.Brian dan Bima jadi saling pandang, kenapa Dara tidak mau menyebutkan nominal uang untuk menjadi koki di rumah Bima. Padahal dia tinggal bilang, kalau itu wanita lain mungkin sudah menyebutkan nominal yang besar.“Tante, apa tidak mau memasak untukku setiap hari?” tanya Brian yang terlihat lesu.“Aku tidak enak menyebutkan nominal gaji, aku tidak mau dibilang matre dan mencuri kesempatan mengeruk uang Bima,” balas Dara.“Kalau begitu aku akan memberikan kamu sepuluh juta sebulan, untuk memasak, menjaga dan menjadi guru les privat Brian,” ucap Bima.“Hah?!” ucap Dara terkejut dengan nominal yang disebutkan Bima.“Apa kurang banyak, uang sepuluh juta sebu
Dara terbelalak kaget dengan pertanyaan Brian, bukankah itu terlalu mendadak untuknya. Menjadi seorang ibu sambung mungkin nantinya tidaklah mudah untuk dirinya. Dia harus menyesuaikan diri dengan keluarga baru.“Jangan bercanda, Brian,” ucap Dara sembari menghembuskan nafasnya.“Bagaimana jika aku tidak bercanda?” tanya Brian.Jantung Dara menjadi berdetak semakin kuat, jika menolak dia pasti akan merasa canggung kedepannya. Bima akhirnya menengahi percakapan itu.“Brian, biarkan Tante Dara berpikir dahulu,” ucap Bima sembari membelai rambut anaknya.“Ta-pi,” ucap Brian terbata lalu tertunduk lesu.“Brian, ayahmu benar, bagaimana kalau memberikan waktu pada Tante Dara untuk menjawab pertanyaanmu,” balas Dara lembut.“Tante janji nggak marah dan menghindar dari Brian?” tanya Brian.Dara menggelengkan kepalanya, itu menandakan dia tidak menghindar sama sekali. Dia harus menyelesaikan tugas di kantor lebih dulu untuk berhenti kerja dan menemani Brian secara penuh di rumah, mulai dari me
Apapun yang Bima dan Nyonya Handoko lakukan tidak membuahkan hasil. Brian semakin beringas dan membanting semua yang ada di sekitarnya."Aku tidak mau sekolah!" seru Brian lalu berlari menuju kamarnya dan mengunci pintu."Bima, apa anak itu dibully di sekolah?" tanya Nyonya Handoko sambil menangis."Aku juga tak paham," jawab Bima.Bima mondar mandir depan kamar Brian. Sedangkan Nyonya Handoko terus menangis karena Brian tak kunjung mau membuka pintu kamarnya."Brian, tolong buka pintunya ayah mau bicara," ucap Bima sambil mengetuk pintu."Pergilah bekerja!" bentak Brian dari dalam kamarnya.Bima ingin mendobrak kamar anaknya, tapi kalau dipaksa pasti anak itu semakin tak karuan ngambeknya. Bima merasa serba salah dibuatnya."Ayo kita ke sekolah Brian, kita tanyakan apakah ada yang membuly anak itu sehingga tak mau sekolah," ajak Nyonya Handoko."Tunggu Ma, ada cara lain untuk membujuk anak itu agar mau bicara," balas Bima."Apa itu?" tanya Nyonya Handoko."Aku akan meminta Dara untuk