Beberapa minggu kemudian Lily berdiri di belakang meja untuk mengagumi hasil kerja kerasnya. Senyum pendek penuh kepuasan terlihat di wajahnya. Entah bagaimana dia bisa menciptakan keajaiban, berhasil mengubah ruang konferensi lantai 4 yang suram dan berantakan menjadi bernuansa merah muda dan terlihat sangat indah seperti yang dia bayangkan. Dia sangat bangga pada dirinya saat ini mengingat mendekorasi dan merencanakan pesta sama sekali bukan keahliannya. Memiringkan kepalanya, dia memperhatikan spanduk 'It's a baby girl' yang tergantung sedikit miring ke kiri. Setelah dia membetulkannya, ujung-ujung jarinya merapikan bagian atas taplak meja warna pink pucat yang di hiasi dengan minuman dan hadiah yang di bungkus kertas warna-warni dari tamu yang akan datang.Dia merapikan sehelai rambut yang menutupi wajahnya dan mencoba menyelipkan rambutnya di belakang telinganya. 'Ya, sebenarnya pesta seperti inilah yang aku inginkan untuk acara baby showerku. Jika aku bisa mengadakannya suatu s
Etan menggosok matanya yang kabur. Dia mengintip melalui sela jari-jarinya melihat jam di layar komputer, sudah jam tujuh lewat. Bahkan jika dia ingin menyelesaikan proyek itu, otaknya sudah terlalu panas. Dia hampir tidak bisa membaca kata-kata di depannya. Dia mematikan komputernya, pikirannya lumayan tenang karena dia baru saja di promosikan sebagai wakil direktur tim pemasaran yang berarti dia bisa menunggu sampai besok pagi dan tidak akan ada orang yang akan memarahinya jika mengulur-mengulur waktu.Sambil mengerang, Etan bangun dari kursinya dan meregangkan tangannya ke atas kepalanya. Dia meraih tasnya dan berjalan menuju pintu. Saat dia mematikan lampu ruangannya, perutnya bergemuruh. Mungkin tidak ada makanan di rumahnya untuk di makan, jadi dia memutuskan untuk membeli sesuatu saat di perjalanan pulang. Sesaat terlintas di benaknya harapan ada seorang wanita menunggunya dengan makanan masakan rumahan. Dia langsung segera menggelengkan kepalanya untuk mengusir pemikiran sepe
Sambil menggelengkan kepalanya Etan mulai berjalan melintasi lobi dan menuju toilet. Dia mengetuk pintu dan mendengar suara tinggi dari dalam kamar mandi. "Pergi Dani! Tidak ada lagi yang harus aku katakan. Kau baru saja mempermalukanku di depan bajingan terkenal di perusahaan ini!" Teriak Lily."Seorang bajingan ya?" Gumam Etan pelan. Julukan yang tidak pantas dia banggakan, terutama berasal dari seorang wanita. Dia sudah terbiasa mendengar hal yang lebih menyanjung dari mereka. Setidaknya di awal sebelum dia bergerak pergi menjauhi mereka dan berubah menjadi julukan yang menjijikkan yang di lempar ke wajahnya. "Aku tidak akan meninggalkan kamar mandi ini sampai kau pergi!" Teriak Lily lagi.Etan mendesah. Dia gadis yang memiliki tekad, itu sudah jelas, belum lagi dia terlihat keras kepala. Di dalam pikiran Etan terlintas kembali bagaimana cantik dan seksinya dia dalam balutan gaun hijau saat pesta perusahaan, bagaimana gaun hijaunya yang ketat melekat ketat pada tubuhnya membuatny
Ketika pintu tertutup, Lily menghembuskan napasnya yang sudah lama dia tahan dengan suara desahan yang berlebihan. Merasa lelah, dia bersandar di meja wastafel. 'Pergi minum dengan Etan Benedict, apa kau sudah gila? Setiap wanita di gedung ini tahu reputasinya. "Tidur dengan mereka dan tinggalkan mereka", kecuali kau sudah siap patah hati. Kau seharusnya menjauhi dia." Batin Lily. Ingatan tentang pertemuan mereka di pesta waktu itu terlintas seperti badai yang merasuk ke dalam benaknya.Menjadi orang baru dalam perusahaan, Lily mengawasi setiap pria lajang. Setelah memergoki Etan yang sering menatapnya beberapa kali, dengan polosnya dia menanyakan pada Paula siapa pria itu. Paula langsung menggelengkan kepalanya begitu cepat, Lily yakin lehernya akan mengalami asam urat. "Dia pria penggoda. Jadi kau harus menjauh darinya kecuali kau memang ingin tidur dengannya." Kata Paula. Wanita yang lain menimpali dengan cerita yang sangat detail mengenai Etan yang terkenal suka memburu wanita y
"Apa yang salah dengan baby shower? Apakah ada yang mabuk karena minum alkohol dan tidak ingin bermain permainan 'tebak apa yang ada isi di dalam popok?" Tanya Etan setengah becanda.Baiklah, bukan itu pertanyaan yang Lily bayangkan. "Bagaimana kau tahu acara yang ada di baby shower?" Tanya Lily."Aku punya kakak perempuan. Percayalah, aku sudah menghabiskan waktuku di acara baby shower yang mereka adakan." Jawab etan sambil meringis."Aku bisa menebak kalau kau terpaksa mengikuti acara itu." Kata Lily sambil tersenyum."Jadi, apa yang terjadi?" Tanya Etan."Tidak ada yang terjadi. Hanya saja rasanya lebih sulit dari pada yang aku bayangkan." Jawab Lily sambil mengangkat bahu."Karena kau menginginkan seorang bayi?" Tanya Etan.Lily terkejut dan hampir menjatuhkan kentang gorengnya. "Bagaimana bisa kau...?""Dani yang menceritakannya padaku." Jawab Etan.Mata Lily melebar karena terkejut dan merasa panas di kedua pipi dan telinganya. "Benarkah? Apa lagi yang dia katakan?"Etan mengang
Lily berjuang melawan emosi yang membanjirinya dengan munculnya kembali ingatannya tentang tunangannya itu. Kekecewaan yang ada sebanyak kesedihannya. Sudah berapa kali dia menyiksa diri karena memundurkan tanggal pernikahan mereka? Pada saat itu, dia pikir itu adalah hal yang masuk akal. Lily ingin menyelesaikan kuliah, kemudian dia menginginkan Ryan menyelesaikan sisa prakteknya pada sekolah kedokteran. Dan juga tentang kehamilannya. Etan membawanya keluar dari lamunannya. "Ya Tuhan, aku minta maaf." Kata Etan sambil meringis."terima kasih." Jawab Lily."Sudah berapa lama?" Tanya Etan lagi sambil meneguk minumannya."Empat tahun." Jawab Lily singkat.Etan tersedak oleh birnya yang baru saja dia minum. Setelah dia pulih dari batuk, dia mengangkat kepalanya dan menatap Lily dengan terkejut. "Kau belum pernah tidur lagi dengan seseorang selama empat tahun?""Belum." Jawab Lily pelan, sambil menjalankan jarinya di sepanjang gelas minumannya. Dia membenci dirinya sendiri karena telah m
"Dan aku berjanji pada Dani aku akan memastikan kau sampai ke mobilmu dengan selamat." Kata Etan.Lily berusaha melawan debar jantungnya melihat kebaikan hati Etan. "Terima kasih. Kau baik sekali." Dia menunjuk ke arah lorong yang menurun. "Mobilku parkir di sana.""Aku akan mengantarmu." Ketika Lily menatapnya dengan sinis, Etan tersenyum. "kau tahu, untuk membuktikan etika kesopanan seorang pria pada wanita.""Baiklah kalau begitu." Jawab Lily.Suara sepatu mereka bergema di lantai beton, mengisi kesunyian. "Jadi, kau tinggal dekat sini?" Tanya Etan."Tidak. Sekitar tiga puluh menitan dari sini." Jawab Lily."Tidak terlalu baik mengendarai mobil sendirian, terutama saat jalanan sepi." kata Etan.Lily menundukkan kepalanya untuk menahan tawanya pada usaha Etan untuk basa basi. "Apa yang lucu?" Tanya Etan.Lily tersenyum. "Aku hanya penasaran kapan kau mungkin akan menyinggung masalah cuaca." "Begitu buruk, ya?" Tanya Etan."Tidak ada." Jawab Lily singkat.Etan tersenyum ke arahnya.
Keesokan harinya saat jam makan siang, Paula berjalan melintasi pintu ruang kerja Lily dan melemparkan dompetnya di atas meja kerja Lily. "Apa pun kondisinya jangan biarkan aku mendekati mesin otomatis jajanan itu. Seminggu lagi aku punya janji untuk mencoba gaunku dan selama itu aku hanya boleh makan salad sayur atau pun buah."Lily tertawa tidak begitu antusias. Di benaknya dia masih memikirkan kejadian tadi malam, dia terlalu sibuk mengurusi diet Paula agar terlihat ramping saat menggunakan gaun pengantinnya. Sepanjang malam dia tidak bisa tidur, mencoba untuk membuang ingatan itu saat pikirannya terus berkutat dengan tawaran yang di berikan Etan. Namun sebagian besar dia terjaga sepanjang malam karena bibirnya masih terasa bengkak akibat dari ciuman ganas Etan.Setelah menjatuhkan tubuhnya di atas kursi, Paula memiringkan kepalanya ke arah Lily. "Ada apa denganmu?""Tidak ada apa-apa." Jawab Lily berbohong.Paula menatapnya sambil membuka tutupan tupperware-nya. "Omong kosong. kau