Berita tentang keakraban putra walikota—Francesco Huxley— bersama Leoni Calis, tengah marak diperbincangkan. Tidak hanya orang-orang pada pesta waktu itu, melainkan seluruh Spanyol pun kini mendukung kedekatan keduanya.
Sosok Huxley digadang-gadang memiliki kepribadian yang baik serta hangat. Pria itu juga bukan pemain wanita. Maka akan dipastikan Leoni bahagia jika bersamanya, Takan mengulang kenangan pahit seperti di masalalu, diselingkuhi suami sendiri. Wanita cantik itu tak peduli dengan kabar yang dibuat media mengenai dirinya. Sebab kabar kedekatannya bersama Francesco Huxley hanyalah sebatas rekan kerja, tak lebih seperti yang dibuat oleh media. Maka dari itu Leoni mengabaikannya, biarkan berita tentang dirinya berlalu terbawa angin lalu hilang setelah beberapa hari. Tapi, ketidakpedulian dirinya tak terjadi pada Xander yang sejak pagi tadi menelpon memastikan mengenai kabar tersebut. Xander takut L"Jadi akhirnya kau memberitahunya?" bisik Theodore tepat di depan telinga Leoni. "Aku tidak memberitahunya, dia mencaritahu sendiri." Pasangan itu sengaja berkunjung pada kediaman Calis untuk makan malam bersama. Sengaja Leoni bawa Xander untuk menghadap pada kedua orang tuanya. KIni, keluarga itu bersama-sama berkumpul pada ruang makan. Tuan dan Nyonya Calis menatap Xander dengan penuh selidik. Isi kepala dua orang paruh baya itu terpenuhi dengan hubungan putrinya yang rumit. Meskipun telah Leoni jelaskan masalah awal kenapa dirinya sampai bisa berakhir dengan Xander, namun rasanya itu tak masuk akal bagi keduanya. Itu karena Leoni tak menjelaskan secara detail mengenai balas dendamnya, hanya sebatas bercerita pergi ke club malam karena marah.
Xander pergi keluar dari kamar setelah memastikan Leoni terlelap pulas. Pria ini pergi menuju taman mansion untuk menulut satu batang nikotin di sana. Dirinya bertemu Theodore yang juga tengah melakukan hal yang sama. Ia duduk di samping calon adik iparnya. "Kau bersungguh-sungguh ingin menikahinya?" tanya Theodore tiba-tiba, menghisap rokok lau menghembuskan asapnya menjauh. "Kau siap hidup bersama wanita tempramental seperti dirinya?" Xander terkekeh menahan tawanya. Ia pikir pernyataan apa yang akan terlontar dari Theodore. Ternyata, hanya ungkapan konyol yang tentu saja Xander ketahui. "Aku menyayanginya. Bagaimana pun sikapnya, akan kuterima dengan sepenuh hati." Theodore menghela napasnya. "Kutahu kau menyayanginya. Tak pernah kulihat pria sehancur dirimu ketika mencintai seorang wanita." Ya, Theodore menyinggung
Kini waktu telah menunjukan pukul setengah satu malam. Leoni baru kembali pulang ke penthouse setelah ia menyelesaikan beberapa pertemuan. Dalam keadaan penthousenya yang gelap, ia pikir jika orang yang tinggal di sana telah tertidur. tapi, Leoni salah saat tiba-tiba langkahnya tercekat kala ia lihat Xander duduk pada sofa tunggal di ruang utama. "Kau belum tidur? Kenapa tidak menyalakan lampu?" tanya Leoni, santai ia nyalakan lampu ruang utama, menatap Xander sekilas sebelum akhirnya ia melangkah menuju kamar. Tanpa beranjak dari duduknya Xander mengatakan, "Kau baru kembali larut malam seperti ini?" "Hm ya, aku sibuk dan memiliki banyak pertemuan," timpal Leoni. Beranjak Xander dari duduknya. Ia telah berada di sana dan menunggu
"Kau seharusnya berkaca, Jalang." Dua wanita itu saling menatap nyalang. Sama-sama menebarkan aura kebencian yang amat menyala. Tatapan keduanya diakhiri dengan Liza yang bedecih seraya mengalihkan pandangan terlebih dulu. "Mungkin kau benar. Xander memang mencintaimu sekarang, tapi sebelum dirimu, dia sangat-sangat mencintaiku dulu," papar Liza. Kembali ia tajamkan sorot matanya, namun kali ini agak meledek. Sesaat Leoni memutar bola matanya malas, sama sekali tidak peduli. "Kami bercinta setiap hari, setiap detik dan bahkan di mana pun dan kapan pun. Di kamar mandi, dapur, di atas meja. Mungkinkah dia melakukanya juga denganmu sekarang?" Liza terkekeh amat puas setelah membeberkan
Saat Xander mengatakan dirinya akan pulang larut malam karena menghadiri sebuah pertemuan, saat itulah waktu Leoni manfaatkan sebaik mungkin. Bertemu sahabatnya, Kizzie, dan menghabiskan waktu dengan minuman beralkohol bersama wanita itu hingga keduanya kini mabuk tersungkur. Beberapa kali Lucas menghubunginya, mengirimkan foto Leoni yang mabuk pun tak kunjung Xander buka pesan chat darinya. Pria itu pasti tengah sibuk pada pertemuanya. "Tidak perlu menghubunginya lagi, dia pasti sedang sibuk." Leoni mengangkat tanganya pada Lucas dengan gaya orang mabuk serta mata yang memerah. "Dua hari lagi adalah hari pernikahanya, pria itu sedang bersiap melakukan pemotretan mesra bersama calon istrinya." Di dalam pelukan Lucas, Kizzie terkekeh melihat tingkah Leoni. Wan
Leoni menggeliatkan tubuhnya di atas ranjang. Mengerjap beberapa kali menatap pada langit-langit kamar, merasakan kepalanya yang pening pusing akibat mabuk tadi malam. Ia beranjak dari tidurnya seraya mengucak kedua mata. Terhenyak seketika saat ia lihat Xander tengah duduk pads sofa tunggal dan menatap tajam ke arahnya. Pandangan Leoni bergerak menilik seisi kamar yang baru ia sadari jika dirinya berada di penthouse miliknya, dan bukan di penthouse Kizzie yang mana ia ingat terakhir kali ia mengajak Kizzie untuk mabuk. "Kau yang membawaku pulang?" tanya Leoni, tersenyum terpaksa. Lingkar hitam serta merah pada mata Xander menunjukan jika pria itu tak memiliki tidur yang nyenyak tadi malam. Bagaimana ia bisa tidur dengan nyenyak sementara Leoni yang mabuk terus saja menumbuki dirinya saat wanita itu melihat wajah Xander sedikit saja. Leoni terlampau kesal.
"Apa yang kau lakukan, Liza?" Tatapan Xander memicing pada wanita di hadapanya, penuh akan amarah yang menggebu-gebu pria itu seolah tak sabar ingin menghancurkan kepala wanita itu sekarang juga. Seorang bocah kecil berusia enam tahun tengah bergelayut di bawah kakinya. Ceria wajah bocah itu pun memanggil Xander dengan sebutan 'Papa'. Tiba-tiba seorang anak muncul satu hari sebelum hari pernikahan mereka. Bocah lelaki itu datang membawa bukti identitasnya yang menyertakan jika Xander lah ayah biologis bocah tersebut serta nama ibu yang tertera di sana ialah, Liza. Mungkin Xander tak menyangka jika hasil kerja kerasnya beberapa tahun yang lalu akan membuahkan hasil seorang bocah tampan yang saat ini berada bergelayut pada kakinya. "Aku ingin membawanya padamu setelah pernikahan nanti. Namun dia terus merengek tak sabar ingin bertemu papanya, Xander. Dia putramu, putra kandungmu yang kulahirkan beberapa tahun yang lalu." Perasaan tak menentu Xander bagai tertimpa bogem besar
Langkah kaki Leoni mundur hingga menabrak sofa di belakangnya. Kilatan petir bergemuruh di dalam dada pun membuat napasnya seolah tersekat tiba-tiba ketika ia dengar penuturan dari pria yang dicintainya. Dirinya bergeming di sana, menatap Xander dengan mata indahnya yang dipenuhi cairan bening, tak kuasa tertampung kontan luruh jatuh membasahi wajah cantiknya. Xander segera melangkah menghampirinya. Menarik lengan Leoni hingga menabrak dada Xander lalu pria itu dekap erat. Tenaga Leoni terkuras habis saat itu, ia bahkan tak menolak tindakan apapun dari pria itu. "Ketahuilah bahwa aku hanya mencintaimu, aku hanya ingin hidup bersamamu," parau Xander berucap. Ia takup sisi wajah Leoni lalu menyatukan kening mereka. "Tunggu aku menyelesaikan semuanya, kumohon tunggu aku dan jangan pergi dari sisiku." ******* Sesuai un