Dominic masuk ke dalam sebuah bar membawa serta sikap pecicilanya. Tersenyum, menggoda, pun merayu para wanita cantik yang duduk sendiri menghabiskan alkohol mereka seperti orang yang sedang patah hati. Ia berjalan menuju bartender lalu memesan minuman. Duduk di samping seorang wanita yang sedang tersungkur mabuk di atas meja. "Nona, luka hatimu sangat dalam, uh?" tanya Dominic kepada wanita tersebut. "Tuan." Seorang bartender membawa minuman yang tadi telah Dominic pesan, mengalihkan atensi pria itu padanya. "Terimakasih," balas Dominic, mengangkat gelasnya lalu ia sesap perlahan cairan gold memabukan itu. Kembali tatapanya kepada wanita yang duduk di samping. Tatapan mata Dominic tak alih dari wanita yang sama sekali tak bergeming saat ia berbicara kepad
Setelah membersihkan diri di dalam kamar mandi, Xander yang tubuhnya hanya terbalut handuk tipis pada pinggangnya itu naik ke atas ranjang, membaringkan diri di sisi tubuh istrinya lalu ia peluk Leoni hangat. Mengendus aroma candu dari ceruk leher Leoni pun ia dapatkan wangi alkohol yang menguar dari istri tercintanya. "Kau habis minum?" tanya Xander. Leoni menggeliat di dalam pelukanya, membalikan tubuh untuk menghadap pria itu lalu membuka mata yang memerah. "Aku minum satu gelas saja," balasnya. "Ada apa? Apa yang kau pikirkan sehigga membuatmu minum, um? Ceritakan kepadaku, pekerjaan atau apa?" tanya Xander. Kontan Leoni terkekeh geli di depanya. Tahukah Xander jika yang membuat Leoni minum adalah dirinya? Dirinya yang tiba-tiba berubah? Pria itu benar-benar tidak tahu alasanya, dan tidak menyadari jika sudah dua minggu dia mengabaikanya. "Seseorang membuatku kesal," ungkap Leoni. "Siapa yang berani membuat istriku kesal?" "Seseorang yang sangat ingin kutendang waj
"Ha—hai, bajumu sedang kukeringkan," ucap Laura pada Xander yang telah keluar dari kamar mandi hanya mengenakan bathrobe sebagai pembalut tubuhnya. Wajah, rambut, leher serta dada Xander dipenuhi dengan tetesan air yang semakin membuatnya menggoda. Laura hampir tak bisa menatapnya karena kepalanya akan pening. "Maaf merepotkanmu, Laura." "Tidak, ini salahku. Salahku karena tak sengaja menumpahkan makanan ke bajumu. Pekerjaanmu pasti tertunda karena aku." "Aku telah menghubungi sekretarisku untuk enunda beberapa jadwal, itu tidak masalah," timpal Xander. Kemudian pria ini duduk pada sofa ruang utama, sementara Laura berdiri di dapur dengan satu kakinya. Wanita cantik ini tidak berani mendekat. Xander menatapnya, Laura yang langsung mengalihkan pandangan darinya. Lantas, ia beranjak dan mendekati teman wanitanya itu. "Biar kubantu kau untuk duduk," kata Xander. Tanpa peringatan ia menggendong tubuh Laura pun di mana reflek tanganya memegang dada bidang Xander. Dia menduduk
Setelah mandi dan kembali berpakaian lengkap, Xander duduk di kursi kerjanya, membaca beberapa berkas di atas meja, saat tiba-tiba seseorang menghubunginya lewat telepon memberitahu jika seorang tamu datang dan ingin menemuinya. Xander langsung memperbolehkanya masuk setelah mengetahui siapa yang datang. "Laura? Kenapa kau datang, bukankah sudah kuminta kau untuk beristirahat." Segera Xander hampiri Laura yang berjalan tertatih-tatih, membantunya memegang tangan wanita itu untuk duduk pada sofa. Keduanya duduk saling berhadapan. "Xander, aku ingin memberikan ponselmu," tutur Laura, seraya ia sodorkan ponsel pria itu yang tertinggal di apartmentnya. Sejak tadi Xander tak menyadari jika ia tak memegang ponselnya. Perhatianya terlalu lama teralihkan dengan permainan
Menatap tidak suka hidangan di atas meja, sejak tadi Leoni hanya membolak-balikan makanan tanpa menyentuhnya. Tingkahnya itu diperhatikan oleh seluruh anggota keluarga Miller. Malam ini, keluarga besar itu mengadakan makan malam bersama. Berkumpul putra serta cucu mereka. Sementara Leoni masih dalam kondisi sakit namun ia tetap datang untuk menghargai undangan mertuanya. "Wajahmu sangat pucat, Leoni," ungkap Pero kepada menantunya. "Kau sakit?" Deliana menatap cemas. Xander melirik istrinya yang lemas, memegang perut sejak tadi. Lantas ia rangkul tubuh wanita tercintanya itu, mengelus lembut pada lenganya. "Kau ingin beristirahat? Aku akan membawamu ke kamar." Wajah cantiknya memerah meringis lalu mengangguk sam
Ciuman-ciuman panas serta adegan vulgar yang bersemayam di dalam kepala Laura berakhir pudar saat Xander menyentuh bahunya. Langsung Laura palingkan wajahnya yang memerah, memegangi jantungnya yang berdegup kencang serta mengumpat dalam hati menyesali apa yang baru saja ia pikirkan. Entah kenapa pikiran vulgar itu selalu bermuculan saat Laura dihadapkan dengan pria ini. Membayangkan mereka berciuman, tidur bersama, serta melakukan hal-hal dosa lainya. Laura seperti sudah hilang akal. Andai saja ia tak bisa menahan diri mungkin itu sudah ia lakukan pada Xander. Tapi Laura masih sadar jika pria itu telah memiliki anak dan juga istri. Laura tidak mau menjadi perusak rumah tangga orang lain. Tapi ... entah apa yang terjadi jika sampai ia tak bisa mengontrol perasaanya sendiri. "Hujanya sudah reda, aku pergi." Laura hendak membuka pintu mobil namu
"Leoni." Xander memelotot pada istrinya yang dengan sengaja berpakaian terbuka saat dirinya akan pergi kerja. wanita cantik itu tahu jika Xander tidak bisa menolak godaanya. Leoni terkekeh geli. Sudah mengambil tiga hari cuti dan di rumah berdua bersama Xander membuatnya tidak rela jika pria itu kembali bekerja. Leoni tidak ingin ditinggal sendirian. "Aku harus bekerja, Sayangku." Xander memeluk gemas tubuh istrinya, mencium puncak kepala Leoni dalam-dalam pun ia memejam mencoba tak menoleh punggung polos istrinya yang menggoda. "Aku harus pergi," ucap Xander. Melepaskan pelukanya pada tubuh Leoni tanpa melihat ke arahnya sedikitpun. Takut-takut tergoda dan ia tidak jadi pergi bekerja. Leoni menghempaskan tubuhnya ke atas peraduan yang nyaman. Jemari lentiknya ia mainkan di atas wajah Zeline yang dengan lucunya bayi kecil itu mencoba meraih jemarinya. "Hai Zeline, apa yang harus kita lakukan di rumah berdua? Daddy mu selalu sibuk dengan pekerjaanya, uh?" Ia angkat tubuh Z
Leoni menyesap beer di dalam kaleng miliknya. Wanita cantik itu kini berada di apartemen Kizzie. Menemui sahabatnya yang baru saja kembali dari acara bulan madunya. Kabar baik yang sangat mengejutkan jika sahabatnya itu kini sedang hamil muda. Sigap Leoni mengambil kaleng beer yang dipegang Kizzie, menyimpanya sejauh mungkin dari wanita hamil itu. “Sebenarnya aku tidak berencana untuk hamil secepat itu. Tapi ... Lucas tidak pernah memakai pengaman dan dia selalu mengeluarkannya di dalam.” Leoni berdeham. Hampir-hampir tersedak setelah mendengar ungkapan sahabatnya yang sedang gundah gulana sebab kehamilannya yang datang begitu cepat. “Berikan aku beer itu, aku hanya akan meminumnya satu kaleng saja,” pinta Kizzie seraya menyodorkan tanganya untuk meminta. Tentu saja tak Leoni beri, malah tatapan tajam yang ia berikan untuk sahabatnya. “Wanita gila mana yang meminum alkhohol saat hamil,” celetuknya. “Kau,” tujun Kizzie. “Itu kau Leoni, kau bahkan meminum whisky hingga mabuk