"Iya! Iya! Ada apa sih? Aku sedang bersiap-siap sekarang!" Clarissa berujar, seraya menyalakan pengeras suara ponselnya.
Dengan tubuh yang masih berbalutkan handuk, wanita yang terkenal akan kecantikannya tersebut bergerak mengambil pengering rambut. Ia keringkan rambut panjangnya di hadapan cermin, sambil kembali menyimak perintah seseorang yang sedang menghubungi dirinya."Ah, sial! Kenapa tanda merahnya jadi banyak sih?" Wanita itu menggerutu kesal, menatap bayangan dirinya sendiri dari pantulan cermin.Ada banyak tanda kecupan hampir di setiap jengkal tubuhnya. Semalam Clarissa benar-benar tak menyadari semua itu, karena terlalu terlarut dalam perlakuan yang amat membuatnya mabuk kepayang.["Hey! Hey! Clarissa! Kau mendengarkanku tidak?! Aku sedang berbicara!"] berang seseorang dari sambungan telepon tersebut.Dengan berdecak malas, Clarissa pun mengambil kembali ponsel yang sempat diletakkannya di atas meja. Ia memutar kedua bola mat"Sepertinya apa, Jack?" Dua alis Kara semakin menyatu, terlebih ketika pria yang sedang menggenggam erat tangannya tersebut terlihat sedikit kebingungan."Kara, aku minta maaf sebelumnya. Bukannya ingin memaksa atau menekanmu, tapi karena beberapa hal—""Jack, tolong langsung saja ke intinya," sela Kara sebelum dirinya semakin bingung.Jack mengangguk, seraya membuang napasnya pelan. Entah kenapa ia jadi mendadak gugup, terlebih Kara juga tak lagi mengelak genggaman tangannya seperti yang lalu."Bagaimana kalau hubungan kita dipercepat?""Hah?" Kara berucap dengan dahinya yang semakin menekuk. Ia sangat tak mengerti, terlebih ucapan Jack tak terlalu jelas."Dengan berbagai kesibukanku nanti, dan beberapa hal lain yang telah terjadi ke belakang ini. Aku berinisiatif untuk mempercepat hubungan kita menjadi lebih jelas lagi, Kara. Aku ingin segera melamarmu dengan resmi, hingga akhirnya kita menikah nanti," jelas Jack akhi
"Ya ampun, Sayang. Arka, ada apa?"Kara segera berlari menghampiri sang anak. Ia terlihat begitu panik, tetapi sang anak malah menunjukkan senyumnya yang membuat wanita itu menghela napasnya pelan."Maaf, Bunda. Tadi, Arka enggak sengaja senggol gelasnya, jadi airnya tumpah deh," aku anak kecil tersebut yang langsung membuat Kara mendekat dan menggendong buah hatinya menjauh agar tak terpeleset."Lain kali, hati-hati ya? Untung tadi gelas plastik. Kalau kaca? Itu sangat bahaya, Sayang," ucap Kara seraya melihat ke arah baju anaknya yang sudah basah."Iya, Bunda. Maaf, lain kali Arka akan lebih berhati-hati lagi," sahut Arka menunduk menyesal.Kara mengangguk, mengusap sekilas rambut ikal anaknya dengan penuh kasih sayang. Dan tak hanya itu, ia juga memberikan sebuah kecupan di pipinya agar Arka tak terus merasa bersalah."Ya sudah, Sayang. Kamu sekalian mandi saja ya? Biar nanti setelah itu, Bunda kembali lagi ke dapur untuk melanjutkan membuat roti," kata Kara yang kini mulai kembali
"Barra, tapi ...."Clarissa terlihat kebingungan, karena tiba-tiba Barra meledak ketika dirinya menyinggung Tante Avaline. Ia tak begitu mengerti kenapa pria tersebut seperti ini, tetapi di sisi lain dirinya juga tak mau diusir begitu saja layaknya orang lain."Sudahlah, Clarissa! Aku sedang tidak ingin diganggu! Lebih baik sekarang kau pergi, dan jangan pernah ke sini lagi!" usir pria itu sekali lagi hingga membuat Clarissa semakin panik tak karuan."Barra, tapi aku masih mau di sini bersamamu! Aku ingin memastikan kondisimu terlebih dahulu! Kau tidak bisa sendirian di sini, Barra!" ucap wanita itu mencoba membujuk.Dengan menggeleng tegas sekali lagi, Barra menatap mantap ke arah wanita pilihan ibu kandungnya tersebut. "Aku bisa tidak butuh bantuan dari siapa pun! Aku bisa mengerjakan semuanya sendiri!""Barra, tapi aku mohon! Biarkan aku di sini dulu untuk sementara waktu!" sahut Clarissa kembali tak mau menyerah begitu saja."Tidak, Clarissa! Sekali keluar, tetap keluar! Aku tidak
"Bagaimana? Sudah bisa ditinggal?"Jack bertanya seraya mengawasi sekilas rumah yang tengah diterangi cahaya lampu redup yang ada di seberang pandangannya.Sementara Kara, napas wanita itu terdengar belum begitu teratur. Ia juga masih berupaya memasang sabuk pengamannya, sebelum akhirnya kembali menoleh ke arah pria yang sudah menunggunya kurang lebih dari setengah jam yang lalu tersebut."Syukurnya tadi Arka akhirnya mau mengerti juga, Jack. Dia membiarkanku pergi sebentar, meski katanya besok aku harus mengajaknya ke taman seharian," jawab Kara setelahnya dengan sedikit menggeleng ketika membayangkan betapa memohonnya sang anak tadi.Meski sudah ada dua satu orang perawat dan beberapa penjaga yang lain dari Jack, akan tetapi tetap saja Arka tadi sempat sangat tidak ingin ditinggalnya. Anak kesayangannya tersebut sempat menangis sambil memohon-mohon pada dirinya, sehingga Kara yang tak enak karena sudah terlanjur janji dengan Jack pun akhirnya berusaha mencari cara lain agar anaknya
Jack mengangguk, dengan sedikit menahan kepahitan di tenggorokannya. Entah kenapa ia mendadak jadi terlalu takut, apalagi tadi Kara tak langsung menjawabnya dengan yakin dan lugas."Silakan, Kara. Berikan apa saja jawabanmu. Kali ini aku tidak akan memaksa lagi, semuanya terserah padamu," jawab pria kembali menyakinkan.Kara balas mengangguk, sambil berusaha mengumpulkan pasokan oksigen yang ada di sekitar. Entah kenapa ia jadi mendadak sesak, hingga akhirnya membuat dua netranya berkabut dan hendak mengeluarkan air.Sementara itu tanpa bundanya Arka tersebut ketahui, ada orang lain yang diam-diam mengamati pergerakannya dari kejauhan. Sosok itu bersembunyi di balik semak-semak tanpa suara, dengan sebuah kamera ponsel yang sengaja diarahkannya pada dua insan yang ada di seberang sana."Aku mau menerimamu, Jack!" Kara menjawab cepat, setelah berhasil mengumpulkan semua keberaniannya dengan susah payah.Wanita itu tak bisa menahan gejolak emosi yang meletup di hatinya, hingga akhirnya J
"Lebih baik sekarang kau pergi! Ini sudah malam! Aku ingin istirahat!" lanjut Barra tanpa menatap sang lawan bicara.Pria itu sepertinya lebih tertarik melihat beberapa tanaman hias yang ada di samping ruang inapnya. Barra sama sekali tak mau melakukan kontak mata dengan Clarissa lagi, hingga membuat wanita itu semakin merasa kebingungan hendak berbuat apa."Barra, tolong jangan usir aku lagi! Seperti yang telah aku bilang tadi siang, aku hanya ingin menemani di saat buruk yang seperti ini! Cukup itu saja, Barra! Aku tidak akan bisa melihat pria yang kucintai seperti ini ter—""Sudah kubilang, aku bisa sendiri! Lagipula aku tidak merasa buruk! Aku baik-baik saja!" potong Barra cepat yang berusaha mati-matian tidak mendorong wanita yang terus berusaha menempel padanya itu."Kau tidak perlu berbohong, Barra!" Clarissa menyahut seraya menyeka sudut matanya. "Aku tahu apa yang kau rasakan! Mana ada orang yang baik-baik saja, ketika melihat orang yang
Sesuai dengan apa yang telah dikatakan Jack sebelumnya, pria itu ternyata benar-benar berusaha mempercepat semua yang berkaitan tentang hubungannya bersama Kara. Sedikit banyak Jack sudah menceritakan tentang bundanya Arka tersebut pada keluarga terdekat, dan mendapatkan respon yang cukup baik. Hingga sekiranya kurang lebih setelah dua Minggu berlalu, barulah ia mempunyai kesempatan untuk mempertemukan Kara secara langsung dengan keluarganya tepat di acara peresmian jabatan dirinya yang sempat tertunda karena suatu hal."Bagaimana penampilanku, Jack? Sebenarnya aku sangat malu, aku tidak pernah mendatangi acara yang sangat resmi seperti ini," tutur Kara yang baru saja keluar bersiap dari kamarnya.Wanita cantik itu memang berkata sejujurnya. Bundanya Arka tersebut memang tak pernah menghadiri acara yang sangat resmi seperti yang diajak oleh Jack ini, karena sebelumnya ia hanya pernah mendatangi acara pesta yang tidak terlalu formal seperti acara ulang tahun perusahaan Doo Luxe Piters
"Mau mundur dan menghindar?"Seorang wanita yang berpakaian rapi dibelakangnya segera merangkul lengan pria itu dan berusaha menahannya dengan sekuat tenaga.Barra yang cukup terkejut, sedikit berusaha melawan. Ia tak begitu terlalu banyak mengeluarkan suara, karena tak mau keberadaannya diketahui oleh orang-orang yang telah diperhatikannya tadi lebih dulu."Jangan merendahkanku, Clarissa! Aku sama sekali tidak ingin mundur dan menghindar! Aku hanya butuh kesempatan lain saja!" tekan pria itu pelan kemudian.Clarissa tersenyum tipis menanggapinya. Ia menggeleng tak percaya, dengan tangannya yang semakin merangkul lengan kekar Barra di sampingnya."Jangan mencoba mengelak, Barra. Aku tahu apa yang ada di benakmu saat ini! Lebih baik, sekarang kita langsung menemui mereka saja. Kau bilang kemarin kau mau bukti lebih 'kan? Jadi, mari kita lihat siapa Kara yang sebenarnya secara langsung!" ujar Clarissa sebelum mulai melangkahkan kakinya dengan elegan dan tersenyum, sambil terus mendekap