***"Jadi, kamu memang sengaja mengundang mereka untuk pernikahan nanti?" tanya Navisha saat akhirnya mereka bisa bicara berdua kembali. Matanya memperhatikan lekat orang-orang yang bisa dibilang kawan di masa lalu."Sebenarnya, aku hanya bilang tentang pernikahan kita pada Reinan saja. Aku gak tahu kalau ternyata yang lainnya malah ikut datang," sahut William, ikut melihat apa yang Navisha perhatikan. "Kenapa begitu?" Navisha belum puas dengan jawaban William. "Kata Reinan, kita kan sudah jadi bagian dari mereka. Jadi, mereka wajib hadir di acara bahagia kita. Lebih dari itu, mereka juga kangen katanya sama kamu. Soalnya, kamu kan memang benar-benar menghilang enam tahun ini dari kami semua."Navisha pun membuang nafas berat mendengar penuturan William barusan. Bingung harus bereaksi apa? Senang, kah? Atau malah sedih. Faktanya jarak yang terbentang sudah terlalu jauh. Apalagi dengan kondisinya saat ini. Ada sungkan yang ia rasakan ketika harus berinteraksi kembali dengan kawan-kaw
***"Saya terima nikah dan kawinnya Navisha Azalea Firmansyah binti Almarhum Bapak Hidayat Firmansyah dengan mas.kawin tersebut dibayar Tunai!""Bagaimana para saksi? Sah?""Saahhh!!""Alhamdulilah ...."Pak penghulu yang menikahkan Navisha dan William hari ini pun segera membacakan doa, saat para saksi menjawab 'SAH' dengan kompak. "Selamat ya, Nav!" Nissa langsung memeluk Navisha usai mengusap wajah setelah doa bersama berakhir. Aksinya diikuti kawan Navisha yang lain. Yaitu, Febby, Lala, dan Rosa. Mereka kompak memeluk Navisha dari segala sisi. Navisha tersenyum haru menerima semua pelukan itu. Matanya menyorot William, yang ikut tersenyum di depan sana bersama penghulu dan lainnya. Ada lega yang luar biasa terasa mendengar William sukses mengucap ijab kabul dalam satu tarikan nafas saja. Namun, tentu hal itu tak membuat grogi dan rasa nervous-nya hilang sepenuhnya."Eh, jangan peluk-pelukan dulu." Fadly menegur. "Tuh, William sama Pak Penghulu masih nungguin!" tegur Fadly. Saat
*Happy Reading*"Mama ..."Pecahlah sudah tangis Navisha ketika akhirnya mendengar suara lirih sang putri. Ternyata tadi yang menghentikan gerak langkah Raid adalah jemari Angel. Tak sengaja sudut mata pria itu menangkap gerakan halus itu yang tak di sadari semua orang. Ah, ternyata ketajaman Raid dalam merasa sebuah gerakan masih sangat patut di acungi jempol. Terbiasa memantau dan memprediksi gerak lawan membuat Raid sangat peka pada sebuah gerakan. Bahkan gerak angin sekali pun. "Mama ..." panggil Angel lagi. Gegas Navisha menghampiri gadis itu dan meraih tangannya yang bebas infusan. "Iya, Sayang. Ini Mama," ucapnya syarat akan rasa bahagia.Angel lalu mengangkat tangannya minta di peluk. Navisha pun segera meluluskan permintaan sang anak. Ia memeluk Angel erat sekali. Namun tetap berusaha agar tak sampai menyakiti gadis ciliknya. "Mama, Angel kangen. Angel gak mau jauh dari mama lagi. Om itu jahat, badan Angel sakit semua di pukul sama om dan tante jahat itu."Sakit sekali ha
* Happy Reading*"Tidak!" jawab William cepat. "Tentu saja tidak. Pertunangan itu bahkan hanya berjalan satu bulan saja." William mencoba meyakinkan Navisha. Karena tidak mau gadis itu berpikir macam-macam."Kenapa?""Ya karena kamu meninggalkan aku!"Sejurus kemudian, Navisha menoleh menatap William, dengan kening berkerut dan alis terangkat satu. "Maksud? Jadi kamu tunangan hanya untuk nyakitin aku aja?""Eh, bukan gitu!" Menyadari kesalahannya, William pun segera memberi bantahan. Pria itu terlihat resah di tempatnya. "Maksud aku gak gitu, Nav.""Lalu?" tuntut Navisha penuh kecurigaan.William tak langsung menjawab. Pria itu mengusap wajahnya pelan, berlanjut dengan menyugar rambutnya kemudian. Wajahnya tampak penuh beban. "Karena sebenarnya aku melakukan tunangan itu demi kamu, Nav."Lagi-lagi. William selalu saja menggunakan alasan itu untuk setiap luka yang sudah ia lakukan di masa lalu. Navisha mulai jengah mendengarnya. "Iya demi nyakitin aku, kan? Demi membuat hatiku semaki
*Happy Reading*"Apa kau sudah siap, Nav?""Tidak!" aku Navisha dengan jujur. Tangannya sejak tadi sudah terpilin resah, entah di sadari atau tidak.Melihat hal itu. William pun meraih tangan Navisha dalam pangkuan yang terasa dingin sekali. Meremasnya sedikit demi untuk memberikan semangat. "Jangan takut. Kita pasti memang." William mencoba menenangkan dan memberi keyakinan. Navisha melirik bangunan megah di hadapannya lagi, kemudian mengatur napasnya agar keresahan di hatinya sedikit tenang. "Aku tetap takut, Will. Bagaimana kalau Gerald bisa membuktikan kalau aku sebenarnya bukan ibunya Angel? Nanti kita kalah dan kehilangan Angel lagi. Aku gak mau itu terjadi, Will."William membiarkan Navisha menyuarakan keresahannya. Sesekali, dia mengusap bahu wanita itu yang rapuh. Mencoba memberikan support sebagai seorang suami. "Itu tidak akan terjadi, Nav. Percaya padaku.""Tapi--""Aku tidak akan membiarkan Angel pergi lagi dari kita, Nav. Begitupula Raid dan sahabat kita yang lain. S
*Happy Reading*Selesai dengan urusan persidangan, kini Navisha disibukkan dengan masalah kue yang harus ia sediakan untuk pesta kantor William. Sebenarnya pria itu mengatakan Navisha tidak harus melakukannya, karena William bisa memesan kue dari tempat lain. Tetapi, Navisha yang merasa sudah berjanji pun tak enak hati jadinya. Karena itulah, ia pun bersedia mengikuti ide Raid untuk meminjam dapur di rumah Pak Arjuna dan membuat kue pesanan di sana. Nissa pun dengan baik hati menelepon mantan team di cafe-nya yang sedang di rumah kan untuk membantu Navisha hari itu.Navisha merasa semakin tertolong dengan semua bantuan kawan-kawannya."Nav, aku serius. Kamu gak harus melakukan ini. Aku bisa menyuruh Felix memborong kue di beberapa toko yang lain." William masih membujuk. Tak ingin terlihat memanfaatkan Navisha untuk kepentingan kantornya. "Nggak papa. Aku bisa, kok. Hanya membuat kue saja ini."William baru saja hendak buka mulut lagi, tapi tangan Navisha sudah terangkat menghentika
*Happy Reading*"Kejutan yang pernah kau beri di ulang tahunnya saat akhir SMA, bukan hanya menorehkan luka yang dalam saja, Will. Tapi juga kenangan yang tak mudah dilupakan. Kenangan itu teramat sangat membekas hingga terbawa ke dasar alam bawah sadarnya. Membuat Navisha selalu merasa takut saat berada di sebuah pesta yang ramai. Memorynya akan otomatis mengenang apa yang pernah kau lakukan dan kesakitan itu pun kembali menghantui. Jika kau peka, harusnya kau bisa melihatnya saat di pesta pernikahan Naira waktu itu.""Kau tahu, sebenarnya salah satu alasan Naira tidak membuat perayaan mewah juga adalah Navisha. Ia ingin kedua sahabatnya hadir di sana dengan nyaman. Meski yang kulihat Navisha tetap kurang nyaman dalam pesta, setidaknya dalam pesta skala kecil, Navisha bisa bertahan dan tak pingsan karena traumanya tiba-tiba kambuh.""Navisha pernah kami paksa konsultasi ke psikiater untuk mengatasi traumanya tersebut. Tapi kenangan pahit itu teramat melekat dalam hatinya. Butuh waktu
*Happy Reading*Di tempat lain, tepatnya di dapur rumah keluarga Setiawan. Navisha sendiri kini masih sibuk membereskan sisa-sisa peperangan yang ia lakukan siang tadi saat bersama tim cafe. Namun, semua timnya sudah Navisha suruh pulang saja beberapa jam lalu. Mengingat hari sudah malam dan tempat ini lumayan jauh dari kos atau kontrakan mereka, Navisha takut mereka semua malah kemalaman. Saat ini, Navisha membereskan kekacauan yang masih tersisa hanya dengan Nissa. Entah kenapa, gadis berhijab itu malah memilih menemani Navisha di sini dari pada menemani suaminya di pestanya William."Nav, kok gue perhatiin, lo santai aja ngelepas William sendiri aja di pesta itu. Lo gak takut apa, dia dideketin rekan kerjanya atau klien yang perempuan?" tanya Nissa di sela kegiatan mereka membersihkan dapur Karina. Sebenarnya, Karina sudah menyuruh mereka meninggalkan semua kekacauan itu dan istirahat saja. Karena selain dia tak kekurangan pekerja untuk membersihkan rumahnya. Navisha dan Nissa j