Share

5. Apa yang kamu mau...?

"A-apa ... ?" tidak yakin, Ressi bertanya dengan nada yang amat lirih namun masih bisa didengar oleh Cala.

Berdecak pelan karena Cala malas mengulang perkataannya. Namun, dia tetap mengulanginya juga agar Ressi mendengar dengan jelas ucapannya. "Kamu mengatakan jika tidak enak badan kan? Maka istirahatlah. Biar Valeri berangkat bersamaku," ulangnya dengan lebih tegas.

Mau se-tidak-suka apapun Cala pada Ressi, dia tetaplah wanita yang harus Cala perlakukan dengan baik. Tanpa pria itu sadari jika perlakuannya akan menjadi bumerang baginya di kemudian hari.

"Istirahatlah, jangan melakukan aktivitas apapun. Apa gunanya aku mempekerjakan asisten rumah tangga, jika kamu tetap melakukan semuanya sendiri." gumamnya terdengar mengeluh, "Ayo Valeri, kamu sudah ambil tas kamu, baby?"

"Sudah, Dad. Ada di sofa di ruang tamu."

Saat berjalan keluar dari ruang makan, Valeri melompat-lompat dengan perasaan bahagia karena hari ini dia akan pergi ke sekolah bersama dengan daddy-nya. 

Sedangkan Ressi tetap membeku di tempat duduknya. Air mata yang sedari tadi dia tahan akhirnya tumpah juga. 

Namun Ressi bingung ekspresi seperti apa yang harus digunakan saat dia menangis seperti ini. Akankah ekspresi tangisan haru karena perhatian Cala yang mungkin saja berbeda dari yang dibayangkan, atau tangisan sedih karena sekali lagi Cala mengombang-ambingkan perasaannya yang tenggelam ke tengah lautan luas.

Yang mana kiranya pilihan yang dapat menggambarkan perasaannya sekarang?

"Kamu tolol, kamu brengsek! Kamu benar-benar laki-laki brengsek Raga! Bisa-bisanya kamu perlakukan aku seperti ini? Hatiku bahkan sudah tidak berbentuk lagi karenamu. Hatiku hancur berserakan karena kamu remukkan perlahan-lahan, bahkan setelah remuk pun kamu menginjaknya tanpa belas kasihan."

"Akan tetapi, kenapa terkadang kamu juga menghangatkan hatiku semudah itu, Raga? Kumohon, tetaplah pada sikapmu yang membenciku. Biar aku tahu bagaimana harus bersikap di hadapanmu. Jangan membuatku kehilangan arah dan tujuanku Raga ... jangan membuatku goyah." batinnya memohon dengan sedih. 

Mendorong mundur kursinya, perlahan Ressi bangkit. Berjalan tanpa semangat menuju taman belakang, tempat biasa dia melamun tanpa seorang pun peduli.

"Hah, sejak kapan orang peduli padaku? Seolah semuanya baik saja. Bukankah sedari awal tidak ada satupun yang dapat membuat orang melihat dari sisi yang aku lihat?" tanyanya bergumam sendiri dengan miris. 

Asisten rumah tangga yang diberi peraturan mengenai privasi di rumah besar Ragananta, tidak akan berkeliaran di tempat di mana tuan rumah berada. Mereka akan menyiapkan makanan, membersihkan rumah dan lain sebagainya saat tuan rumah belum keluar dari kamar. Jadi, meski rumah besar Ragananta memiliki banyak pekerja, tetap saja rumah itu terasa sepi.

Seperti saat Ressi tiba di halaman belakang, di sana sudah tersaji satu teko kecil teh hangat serta cangkir kesayangannya ditemani kue kering. Siapa yang menyajikannya, bahkan wanita cantik itu tidak tahu dan tidak berminat mencari tahu.

Cukuplah baginya menjatuhkan diri di dalam danau bernama Arcala Ragananta, yang menenggelamkannya tanpa pertolongan sedikit pun. Dia tidak butuh apapun lagi, apalagi kepalsuan.

***

"Ferrel, kita ke sekolah Valeri dulu ya. Dan kamu, Revan ... tetap stay di rumah, siapa tahu nyonya ingin keluar." Cala menginstruksi Ferrel dan Revan selaku driver rumah Ragananta.

"C'mon c'mon, hurry up ... Uncle Ferrel. Nanti Valeri telat."

Gadis menggemaskan itu melompat-lompat dengan riang, membuat Cala, Ferrel, dan Revan yang melihat sikap hyper aktifnya mulai khawatir jika gadis kecil itu terjatuh nantinya.

"Calm, Missy. Nanti Missy jatuh!"

"No Uncle, Valeri hati-hati kok."

Akan tetapi, tidak urung langkah Valeri selip juga, mengakibatkan gadis kecil itu hampir terjatuh. Namun, karena keseimbangan Valeri yang bagus dia pun dapat menyeimbangkan tubuhnya dan menghindarkan dirinya dari terjatuh.

"MISSY!"

"VALERI!"

"NON!"

Ketiga pria yang ada di dekat Valeri hampir saja melompat untuk menangkap Valeri secara bersamaan sebelum gadis itu benar-benar jatuh menyentuh tanah.

"Ups, sorry, Daddy. Sorry, Uncle. I'm okay ... jangan panik." Valeri mengangkat telapak tangannya sambil cengengesan. Tidak tahu saja berkat ulahnya itu ke-tiga pria dewasa di depannya hampir saja mengalami gagal jantung.

Ketiganya lalu menghela nafas dramatis, sampai tulang-tulang mereka terasa lemas dibuatnya. 

"Huft, ayo baby kita berangkat," ajak Cala pada putrinya yang menggemaskan. 

"Okay, Daddy."

Masuk mobil, Valeri berusaha untuk tidak petakilan karena sang daddy duduk di sampingnya dengan laptop terbuka. Jelas jika dia takut menyenggol laptop Cala, karena Valeri berpikir jika seluruh pekerjaan Cala berada di dalam sana.

Mengemudikan mobil dengan mulus, Ferrel menatap Rear-view-mirror lalu tersenyum menatap Valeri yang terlihat diam tidak banyak tingkah.

Melirik lewat ekor matanya, Valeri hampir bersorak gembira saat Cala menutup laptop dan memasukkan benda tersebut ke dalam tas kerja.

Cala merasakan kesunyian yang tidak biasa. Dia sengaja diam, karena jika dia memulai pembicaraan dengan Valeri dia harus benar-benar siap terlebih dahulu. Karena bocah itu suka sekali membuat dirinya hampir muntah darah saking terkejut dengan pertanyaan ataupun pernyataan yang dilontarkan dari mulut mungilnya tersebut. 

Berkutat dengan ponselnya sejenak, hanya untuk melihat hasil photoshoot terbaru milik Sissy-nya yang diunggah di media sosial milik wanita itu. Senyum tersungging di bibir Cala saat dia menyadari bercak merah samar yang terlihat tersembunyi di balik aksesori yang wanita itu kenakan. Setelah melihat wanitanya, Cala siap untuk apapun yang akan Valeri lontarkan. Karena dia menyadari betapa Valeri yang energik berusaha keras untuk menahan diri sedari tadi.

Memasukkan handphone ke dalam saku jasnya, Cala merebahkan kepala pada sandaran jok mobil. Dengan secepat kilat, Valeri langsung menghadap sang daddy. Namun dia terlihat bingung karena tidak tahu harus memulai dari mana. Bocah kelas empat sekolah dasar itu memang dikenal memiliki kecerdasan dan attitude yang tidak banyak anak seusianya miliki.

"Daddy...,"

"Yes, baby?"

"I want to ask you?"

"What?"

"Eumm ... yesterday I watched television with mom and I saw a beautiful woman on the screen. Her name is Sissylia. Who is she, Dad?"

Bersambung…

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status