Tiba-tiba seorang pria berpakaian seragam dokter dan dua orang perawat menghambur masuk. Mereka memeriksa keadaan Wanda. Beberapa saat kemudian sang dokter menggelengkan kepalanya. Ia mendesah pelan.
“Pasien berpulang tepat pukul 23.55,” ujarnya singkat. Terdengar isak tangis Suster Nilam yang begitu memilukan. Sementara Tommy memeluk Jessica yang tertegun menatap jasad Wanda yang sudah tak bernyawa.
Dia sudah pergi untuk selamanya, batin gadis itu pedih. Pergi membawa semua luka yang terpendam dalam hatiku. Sekaligus meninggalkan amanah yang luar biasa sulit untuk kupenuhi….
***
Jenazah Wanda disemayamkan di ruang jenazah yang megah di kota Surabaya. Banyak orang penting datang melayat, baik itu pejabat, pengusaha, maupun kaum sosialita negeri ini. Mereka menunju
Gadis kota secantik ini mau berteman denganku? batinnya tak percaya. Aku hanyalah seorang perempuan desa yang pernah dipenjara. Apa istimewanya menjalin pertemanan dengan Nilam, mantan narapidana sebuah kasus pembunuhan?Jessica yang menyaksikan keragu-raguan Suster Nilam segera mengeluarkan ponselnya. “Nomor HP Suster Nilam 081…,” pancingnya seraya mengetikkan ketiga angka itu di depan mantan perawat Wanda tersebut.Mau tak mau sang suster menuruti permintaan gadis cerdik itu. “Bukan 081, Non. Tapi 08…,” katanya memberitahu nomor ponselnya. Jessica segera mengetik nomor itu dan meneleponnya guna memastikan nomor itu benar adanya.Terdengar suara ponsel berbunyi. Suster Nilam segera mengeluakan alat komunik
Keesokkan paginya ketika Jessica sudah berada di kantor, Moses meneleponnya. “Nanti sekitar jam 12 siang kujemput kamu di kantor. Aku mau mentraktir makan siang. Tadi ada telepon dari broker properti kantor lain mengajukan penawaran atas kavling tanah yang udah lama kupegang dan nggak laku-laku. Waktu kusampaikan harga yang diajukan calon pembeli pada pemilik tanah, dia kedengarannya senang sekali. Cuma menaikkan harga sedikit di atas penawaran yang diajukan. Feeling-ku tanah ini bakal laku hari ini,” kata laki-laki itu penuh percaya diri.Jessica tersenyum lebar. Begitulah sahabatnya ini kalau bekerja. Sangat percaya diri. Namun firasatnya berkali-kali terbukti. Properti-properti yang lama tidak laku memang kadangkala terjual secara tak disangka-sangka.“Traktirannya nunggu kalau udah transaksi a
Dipelototinya Moses. “Kamu…kamu sengaja?” tanyanya geram. Laki-laki yang sedang menyetir itu nyengir sambil mengangguk. “Buat balas dendam.” “Balas dendam apa?” tanya si gadis tak mengerti. Tiba-tiba mobil Rush yang dikemudikan Tommy berhenti di depan sebuah rumah mungil bercat putih dengan satu lantai di sebuah komplek perumahan baru. Laki-laki itu tersenyum puas melihat bangunan model minimalis itu. Ia berkata dengan ceria, “Kita sudah sampai, Cantik.” “Kamu belum menjawab pertanyaanku, Ses,” sahut Jessica sebal. Dia tak senang ucapannya tidak diindahkan. “Pertanyaan yang mana, sih?” balas laki-laki itu seraya berpaling pada gadis itu dengan raut wajah be
Dibukanya gembok pagar. Lalu didorongnya sedikit hingga menyisakan ruang kosong yang cukup untuk dilewatinya bersama Jessica.Gadis itu menurut saja diajak masuk ke halaman. Dirinya diam saja melihat Moses mengunci gembok itu kembali. Beberapa saat kemudian mereka berdua sudah masuk ke dalam rumah mungil bernuansa serba putih itu.“Rumah ini memang kecil, Jess. Ukuran kavlingnya cuma sembilan kali lima belas meter. Tapi cukup buat tempat tinggal kita berdua kalau sudah menikah nanti,” kata laki-laki itu menjelaskan.Kepala Jessica tiba-tiba terasa pening. Menikah dengan Moses? Alangkah bahagianya diriku kalau hal itu sampai terjadi! batinnya pedih. Ingatannya kembali pada peristiwa saat dirinya berjanji akan menjaga Tommy di hadapan
Lelaki di depannya termenung sesaat. Kemudian keluar pertanyaan penting dari mulutnya, “Lalu bagaimana dengan Tommy? Seharusnya dia juga tidak boleh menghubungimu selama dua bulan ke depan,” selorohnya meminta keadilan. Gadis di depannya mengangguk. “Aku juga akan memberlakukan hal yang sama untuk Tommy. Dua bulan tanpa telepon, sms, chat WA, email, apalagi ketemuan. Dia pasti tidak keberatan.” “Bagaimana kau tahu?” tanya Moses penasaran. “Karena Tommy sering menuruti apa yang kukatakan.” “Dia takut padamu ya, Jess?” ejek laki-laki itu mencibir. “Tidak seperti aku yang bandel ini.” &n
Semenjak kepergian kakaknya, Jessica mulai rajin pergi ke supermarket membeli barang-barang kebutuhan rumah tangga seperti deterjen cair untuk mesin cuci, cairan pembersih lantai, mie instan, dan lain sebagainya. Biasanya Jenny yang menyiapkan semua itu. Jessica tinggal memberikan uang belanja saja. Namun keadaan sudah berubah. Gadis itu sekarang tinggal seorang diri. Jadi dia mulai mandiri memantau dan melengkapi benda-benda yang dibutuhkan sehari-hari.Saat melewati lorong yang berisi aneka pembalut wanita, Jessica tiba-tiba teringat sudah lama tidak datang bulan. Padahal biasanya lancar-lancar saja. Coba nanti kuperiksa kalender di rumah tanggal berapa aku terakhir mens, putusnya dalam hati. Diambilnya sebungkus pembalut yang biasa dipakainya dan dimasukkannya ke dalam troli belanjanya. Dia membelinya untuk berjaga-jaga kalau stoknya di rumah sudah menipis.&nb
Air mata mengalir membasahi pipinya yang mulus. “Jangan berpura-pura baik padaku,” cetusnya tajam. “Kalau kau tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diriku, kau pasti akan menertawakanku!”“Mel, aku berjanji takkan melakukannya,” kata Jessica bersungguh-sungguh. “Ayo kita pergi ke suatu tempat untuk bicara baik-baik. Mobilku akan membuntutimu dari belakang. Percayalah, aku akan membantumu sebisaku.”“Mengapa kau mau melakukannya?” tanya Melani heran. “Bukankah kita bermusuhan?”Lawan bicaranya meringis. “Aku tak pernah memusuhimu. Cuma keadaan yang membuat kita berada pada posisi yang berseberangan. Tapi sekarang Tante Wanda sudah tiada. Buat apa kita tetap berseteru?&
Malam harinya Jessica duduk termangu di atas tempat tidurnya. Jam dinding telah menunjukkan pukul sebelas malam, namun gadis itu belum merasa mengantuk. Pikirannya kacau. Teringat olehnya betapa Melani berkeluh-kesah tentang nasibnya yang malang.“Aku hamil anak Tommy, Sica…,” aku gadis itu setelah puas menangis dalam pelukan Jessica di kafe.“Sudah kuduga,” sahut Jessica singkat. Namun tak urung dia merasa cemas juga. Bagaimana caranya meminta Tommy bertanggung jawab, ya? pikirnya bingung. Masih segar dalam ingatannya betapa pemuda itu menampar dan mengusir Melani begitu menyadari dirinya telah dijebak untuk berhubungan intim.“Kalau kau berada dalam posisiku, apa yang akan kau lakukan?” tanya gadis m