Bab 16 JDYT
Aina berjalan tak tentu arah, sesekali sambil menangis atau tertawa sendiri. Pikirannya kosong, raganya tidak lagi sinkron dengan pikirannya, ia terus bergerak, namun tanpa menyadarinya.Beberapa kali Aina hampir terjatuh dan menabrak sesuatu di hadapannya tanpa tersadar, bahkan baru saja ia menyebrangi jalan tanpa memperdulikan kendaraan yang berlalu-lalang.Kendaraan-kendaraan itu berhenti mendadak, Suara klakson yang bersahutan juga kampas rem yang berdecit bersamaan sempat mengejutkannya, namun ia tak menganggap itu sebagai peringatan, ia justru tertawa tak berdosa, kemudian melanjutkan penyebrangan dengan santainya.Aina mengabaikan beberapa orang yang meneriakinya, bahkan beberapa dari mereka mengum_pat kasar dan marah, namun Aina seolah tak mendengar apapun yang mereka katakan. Hatinya yang rapuh, kini perlahan mulai mati rasa.Setelah cukup jauh berjalan, Aina mulai merasakan lelah. Ia duduk di pinggiran trotoar, namunBab 17 JDYTAina mengerjap saat bunyi lantunan ayat suci Al Qur'an dari speaker masjid memasuki indra pendengarannya. Sejenak ia mengamati sekitar, merasa asing dengan tempat yang tengah dipijakinya.Di hadapannya ada sebuah masjid, dengan plang bertuliskan "Pondok Pesantren Darul Falah", dan tulisan alamat kota Banyuwangi, membuat Aina berpikir, bagaimana mungkin ia bisa sampai ke tempat ini?Matanya berpindah ke kanan dan ke kiri, merasa was-was dan ketakutan. Ingatannya kembali memutar kejadian yang baru saja dialaminya. Membuatnya seolah kembali merasakan kejadian yang membuatnya merasa ketakutan dan trauma.Aina kembali terduduk, kemudian beringsut ke belakang, namun saat ia menggerakkan tubuhnya, tiba-tiba ia merasakan kesakitan dari perutnya. Seketika Aina reflek mengerang."Aaarrrrrggghhh ...."Aina semakin panik saat melihat darah mengalir di kakinya, ia langsung teringat janin yang sudah hampir empat bulan tumbuh di dalam rahimnya. Aina menyentuh perutnya, kemudian meremasn
Bab 18 JDYTDi minggu pagi yang cerah, ustadz Sofyan dan istrinya tengah duduk bersantai di kursi yang terletak di teras rumah mereka. Ustadz Sofyan dengan telaten menemani istrinya berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk menambah stamina tubuhnya yang belakangan sering sakit-sakitan.Sembari memijat kedua bahu istrinya, ustadz Sofyan memberikan nasihat, "wis ya, Mi, mulai sekarang, tolong kamu jaga pikiranmu, jaga kondisi tubuhmu! Kita ini sudah tua, beban kita juga sudah banyak, jangan kamu tambah dengan beban pikiranmu. Aku ndak pengen lihat kamu seperti ini. Aku ingin kamu kembali sehat seperti dahulu, kita habiskan masa tua kita bersama-sama, ya?""Sampeyan itu gimana toh, Ba ...? Minta sesuatu itu mbok ya yang masuk akal, masa iya seorang ibu diminta untuk tidak memikirkan kondisi putrinya yang sekarang entah berada di mana? Itu tidak mungkin, Bah ..."Ibu kucing saja selalu memikirkan bagaimana nasib anaknya, bahkan tiap kali hendak berpindah tempat, dia akan menggotong ana
Bab 19 JDYT"Saya ...." Arsen menjeda ucapannya."Ya Tuhan ... sulit rasanya mengakui kesalahan yang telah kuperbuat terhadap Aina, tapi mereka harus tahu, dan aku harus meluruskan niatku untuk memperbaiki semuanya."Sebenarnya saya ... saya adalah ayah dari janin yang dikandung Aina," cicit Arsen di hadapan kedua orang tua Aina. Ia menundukkan wajah, merasa malu atas perbuatannya.Arsen menghela nafas dan melanjutkan ucapannya, "Kedatangan saya kemari untuk—,"Belum selesai Arsen mengucapkan kalimatnya, ustadz Sofyan tiba-tiba menarik kerah baju Arsen, lalu mendaratkan sebuah bogeman di pipi Arsen."Astaghfirullahal 'adziim, Abah!" Shoimah tersentak, lalu mencoba menghentikan suaminya, namun ustadz Sofyan tak menghiraukannya."Diam, Mi! Orang seperti dia pantas mendapatkan ini. Bahkan pukulan tanganku ini tak sebanding dengan apa yang dirasakan oleh Aina!" ucap ustadz Soyan berapi-api. Entah mengapa, mendengar
Bab 20 JDYTUstadz Sofyan terus terbatuk-batuk sembari menyuapi istrinya makan. Kondisi kesehatannya kian lama kian menurun, begitu juga dengan istrinya.Shoimah, istri ustafz Sofyan itu justru hanya bisa berbaring sejak 3 bulan belakangan. Akibat terjatuh di kamar mandi saat kondisi tubuhnya tidak prima membuatnya terserang stroke dan kini hanya bisa berbaring di atas ranjang.Selama tiga bulan itu pula, ustadz Sofyan merawat sendiri istrinya. Putrinya sulungnya, Alina, hanya bisa sedikit membantu secara finansial, karena secara tenaga, ia pun tengah disibukkan dengan merawat bayi yang baru beberapa bulan lalu dilahirkannya, juga mengurus suami dan rumahnya."Nak Arsen ndak ada ngabarin soal Aina, Bah?" Srtiap hari, hanya hal itu yang selalu ditanyakan oleh istrinya."Ndak ada, Mi ... belum ada kabar apapun dari Arsen." Ustadz Sofyan menjawab di sela-sela batuknya.Shoimah menghela nafas panjang, saat lagi-lagi jawaban itu yang
Bab 21 JDYTAina berjalan gontai menyusuri jalanan pasar Banyuwangi, setiap hari, itulah yang dilakukannya. Berjalan di area pasar, sekedar untuk mencari sesuatu yang bisa dimakannya.Tak jarang ia bertemu tetangga pesantren yang sedang berbelanja di pasar, yang kemudian membelikannya makanan. Sehingga orang-orang pasar tak asing lagi dengan Aina. Banyak dari mereka yang perduli dan empati pada Aina, terlebih pada janin yang dikandungnya, sehingga mereka bersikap baik terhadap Aina, dengan sekedar memberinya makanan atau tempat untuk beristirahat.Jika Aina tengah berada dalam kondisi kejiwaan yang tidak normal, dia akan menerimanya dengan senang hati dan tawa riang. Akan tetapi, jika mereka memberikan bantuan saat Aina mendapatkan kesadarannya, ia justru menangis, sebab Ia merasa lemah dan merepotkan orang lain.Siang ini, wanita dengan gangguan jiwa yang tengah hamil sembilan bulan itu terlihat letih. Saat berjalan, ia sering memegangi punggungnya yang mungkin terasa nyeri akibat s
Bab 22 JDYTArsen membuka pintu belakang mobil, kemudian meminta seseorang yang tengah memegangi Aina untuk keluar."Bapak pindah saja, ya, biar saya yang mendampinginya," pinta Arsen."Tapi, Mas ... dia akan histeris saat berdekatan dengan Masnya, saya khawatir kejadian tadi akan terulang," sahut seseorang tersebut sembari memandangi Aina yang semakin tak berdaya akibat merasakan sakitnya kontraksi yang begitu kuat."Tidak apa-apa, saya mengenal Aina, dan saya berhak mendampinginya, silakan Bapak segera pindah, supaya mobil segera dijalankan!" titah Arsen.Orang yang semula mendampingi Aina segera keluar dan berpindah dari tempatnya ke depan, sementara Arsen segera masuk menggantikannya mendampingi Aina. Mobil pun dijalankan menuju rumah sakit terdekat sesuai perintah Arsen.Awalnya Aina kembali bereaksi saat melihat Arsen mendekatinya, ia marah dan kembali mengata-ngatai Arsen, tangannya terus diarahkan untuk melukai lelaki yang telah menghancurkan hidupnya.Akan tetapi Arsen yang k
Bab 23 JDYTPerjuangan Aina untuk melahirkan buah hatinya sudah sampai di detik-detik akhir, saat Aina tiba-tiba melihat Umminya datang dan tersenyum ke arahnya.Wanita yang telah melahirkannya itu memberikan semangat dan dukungan untuknya."Kamu kuat, Nak ... kamu pasti bisa," ucapnya dengan senyuman yang sangat menenangkan, senyum itu seolah menular pada Aina, begitupun dengan aura positifnya. Seulas senyum akhirnya tercipta di bibir Aina, ia semakin bersemangat untuk berjuang melahirkan buah hatinya.Aina sempat memanggil Umminya sambil mengejan dan terpejam, sebelum akhirnya suara tangis bayi menggema memecah suasana. Aina menghembuskan nafas lega sesaat setelah berhasil melahirkan bayinya, namun saat ia membuka mata, ia tak lagi melihat sosok umminya yang baru saja ia lihat di hadapannya. Hal itu membuat Aina panik dan sibuk menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan umminya, akan tetapi kondisi yang lemah membuatnya tak dapat bergerak terlalu banyak.Mendengar suara
Bab 24 JDYT"Saya ... ehem ...." Arsen tampak bingung."Katakan saja apa adanya," ucap kyai Musthofa seolah memahami kebingungan Arsen.Arsen menghela nafas panjang, meyakinkan dirinya sendiri untuk menyampaikan yang sebenarnya pada kyai Musthofa."Sebenarnya ... saya adalah Ayah dari anak yang dikandung oleh Aina, Pak Kyai." Arsen menjawab setelah berpikir dalam beberapa saat."Sudah lama saya mencari keberadaan Aina, segala upaya telah saya kerahkan, namun Aina tak kunjung ditemukan. Dan ternyata, takdir mempertemukan kami dalam kondisi seperti ini. Dari satu sisi saya bersyukur karena pada akhirnya saya bisa menemukan Aina, akan tetapi di sisi lain, saya merasa sedih melihat kondisi Aina yang sangat menyedihkan," lanjut Arsen mengungkapkan isi hatinya."Maaf sebelumnya, kalau boleh tahu, saya ini sedang berbicara dengan siapa, ya?'' Tanya Kyai Musthofa."Saya Arsen Pak Kyai," jawab Arsen."Ah, iya. Jadi Nak Arsen ini suami dari Aina?" tanya Kyai Musthofa membuat Arsen kembali kebin