Carla merapihkan dasi suaminya dengan teliti dan cukup berhati-hati, ia tak mau membuat Jourdy marah karena tak puas pada hasil pekerjaannya. Dan setelah selesai, wanita itu langsung tersenyum lebar pada suaminya yang sejak tadi hanya menatapnya dengan dingin.“Sudah selesai, sekarang kita bisa sarapan.” Carla segera menarik lengan suaminya untuk mengajaknya sarapan bersama. Namun Jourdy yang ingat kalau dirinya sudah memiliki janji untuk sarapan bersama Hanna di kantor langsung menolak ajakan Carla dengan halus, “Sepertinya aku akan sarapan di kantor saja, lagipula sekarang aku hampir terlambat.”Carla spontan mengangkat kepalanya untuk melihat ke arah jam dinding di rumah itu, sebelah alis Carla terangkat ketika ia menyadari jika sekarang masih cukup pagi untuk berangkat ke kantor bahkan akan jauh sekali dari kata terlambat. Sepertinya Carla sadar kalau Jourdy hanya sedang berusaha menghindar darinya, “Sekarang masih sangat pagi, mana mungkin kau akan terlambat. Apakah kau akan me
Tuk tuk tukKevin menunggu dengan tak sabar seseorang akan membukakan pintu untuknya, pikirannya yang berantakan membuat lelaki itu terlihat sangat kusut dan tak karuan. Ia sudah berusaha sebisa mungkin untuk tenang, tapi gelora di dalam hatinya jauh lebih besar dan sulit untuk dikendalikan. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya datang membukakan pintu untuk Kevin. Ia terlihat cukup terkejut dengan kedatangan Kevin saat ini, terlebih lelaki itu tak mengabarinya lebih dulu sebelum datang ke rumahnya. “Kevin, rupanya kau. Tadinya aku kira siapa yang datang,” ujarnya menyapa Kevin dengan hangat. Kevin yang sudah enggan berbasa-basi langsung bertanya dengan cukup tegas, “Bu, tolong jelaskan sekarang juga kepadaku. Apakah benar kalau Carla sudah menggugat cerai, ketika aku masih koma di rumah sakit?”Mendengar pertanyaan yang diberikan Kevin padanya, jelas saja Laras hanya bisa terdiam dalam kebingungan. Sebenarnya ia tahu jika Kevin akan segera mengetahui hal ini, namun rasanya
Carla berlari dengan sangat kencang dan begitu bersemangat mendatangi rumah ibunya, ia sudah tak sabar bertemu dengan Angel dan membawanya pergi untuk tinggal bersama. Sambil mengucapkan salam Carla masuk begitu saja ke rumah ibunya, matanya langsung melihat ke sekeliling isi rumah mencari keberadaan putrinya.“Bu, aku pulang. Di mana Angel, Bu?” tanya Carla masih dengan semangatnya yang besar. Laras yang terkejut mendengar suara putrinya segera menghampiri wanita itu. Laras berjalan cepat dari arah dapur, dan ia mendapati Carla sudah berdiri tegak di ruang tengah sembari tersenyum lebar. Bagaimanapun juga, Carla adalah satu-satunya anak yang Laras lahirkan. Carla adalah harta berharga yang ia miliki saat ini, meskipun apa yang Carla lakukan sudah membuatnya sangat khawatir dan tak tenang namun Laras tetap begitu menyayangi Carla. Kerinduan Laras pada Carla juga tak bisa dipungkiri lagi sehingga ia segera menyambut putrinya dengan pelukan yang hangat, “Carla, kau ke mana saja nak?
“Aku harus segera pulang, ada urusan penting yang harus aku selesaikan di rumah.” Jourdy berpamitan pada Hanna dengan terburu-buru. Hanna yang dengan susah payah menyusul langkah Jourdy menuju mobilnya terus menunjukkan ekspresi wajah yang kesal karena ia merasa sekarang lelaki itu lebih peduli pada Carla dibandingkan dirinya, “Urusan apa? Kau pasti akan bersenang-senang dengan wanita itu, mengapa sekarang kau lebih mementingkan Carla dibandingkan aku?”“Bukan begitu, Hanna. Aku benar-benar ada urusan,” sahut Jourdy tegas. Dengan kencang Hanna menarik lengan Jourdy agar membuatnya berhenti berjalan, “Jourdy, tadi pagi saja kau lebih memilih untuk sarapan bersama istrimu. Apakah sekarang aku sudah tak penting lagi untukmu?” Jourdy memutar bola matanya dengan malas apalagi suara Hanna yang melengking membuatnya mual hampir setengah mati, “Oh, ayolah Hanna! Jangan membuatku marah seperti ini, jangan menambah masalahku karena aku sudah benar-benar frustasi sekarang!” “Aku hanya memint
“Aww!” ringis Carla ketika sebuah pisau yang dipegang Sheila secara tak sengaja mengenai lengannya.Sheila yang terkejut akan hal itu langsung menjatuhkan pisaunya ke atas lantai, ia menatap darah yang mengalir dari lengan Carla dengan ketakutan. Sejujurnya Sheila tak khawatir pada keadaan Carla, ia hanya takut papahnya akan marah jika mengetahui hal ini. “Sheila, apa kau baik-baik saja?” tanya Carla pada anak sambungnya dengan penuh perhatian. Meskipun sekarang dirinya yang terluka, tapi Carla tetap memperdulikan keadaan Sheila yang nampak syok dengan kejadian tak disengaja itu. Carla tak ingin melihat Sheila ketakutan apalagi menyalahkan dirinya akan kejadian itu, bahkan Carla tak mementingkan dirinya sendiri yang sedang terluka. Kebetulan sekali, Karel baru saja masuk ke dapur. Dan ia melihat Carla sedang memegangi lengannya yang terluka, sontak ia terkejut dan bergegas menghampiri Carla dengan penuh rasa cemas.“Nyonya? Apa yang terjadi? Kenapa tanganmu bisa berdarah seperti in
Jourdy terus berjalan-jalan dengan tak tenang di depan ruangan tempat Carla melakukan pemeriksaan, ia benar-benar tak sabar untuk segera mengetahui keadaan istrinya itu. Jourdy juga tak mengerti mengapa Carla harus begitu lama diperiksa, padahal seingatnya wanita itu hanya terbentur meja tak terlalu parah.“Mengapa lama sekali? Sebenarnya apa yang sedang mereka lakukan di dalam sana?” dumal Jourdy kesal. Kedua mata lelaki itu sama sekali tak beralih dari jendela ruangan Carla, ia terus menerus memperhatikan istrinya yang hanya bisa berbaring di atas kasur dengan lemah. “Sialan, mengapa belum juga selesai?” umpatnya lagi merasa sudah tak tahan lagi. Hingga tiba-tiba suara seorang lelaki yang serak menyapa Jourdy dari arah belakang hingga membuat Jourdy terkejut bukan, “Jourdy?”Spontan Jourdy menoleh ke belakang untuk melihat ke sumber suara, matanya seketika terbelalak tak percaya mendapati Kevin berada di hadapannya sekarang. “Ke-Kevin, a-apa yang—.”“Kenapa kau sangat gugup sepe
“Lain kali jangan mengacau jika ada orang yang berkelahi atau kau akan terkena sasaran lagi seperti tadi,” ujar Jourdy datar dan masih saja dengan nada yang dingin.Carla hanya mengangguk paham kemudian kembali menoleh ke arah jendela untuk melihat suasana sore di jalanan yang cukup ramai, ia tak pernah merasa tenang belakangan ini dan sekarang entah mengapa ia bisa merasakan hal itu lagi hanya dengan melihat suasana jalanan dari dalam mobil. Sama halnya dengan Jourdy yang juga terus melihat ke arah depan tanpa ekspresi, ia tak berminat lagi untuk berbicara dengan Carla yang sejak tadi terus mengacuhkannya dan lebih banyak diam dibandingkan menjawab perkataannya. Namun tiba-tiba ia ingat satu hal yang kembali muncul di kepalanya saat ini, “Apakah luka di tanganmu akibat ulah Sheila?” “Tidak, dia tak sengaja melakukannya. Jadi setelah sampai di rumah nanti, kau tak boleh memarahinya!” tegas Carla memberikan peringatan pada Jourdy. Padahal biasanya Jourdy mendidik anaknya dengan cuk
Carla masih berusaha keras untuk membujuk suaminya yang terus tak bisa bersikap manis padanya, “Jourdy, mengapa kau sangat keras kepala seperti ini? Cobalah untuk bersikap manis kepada istrimu sendiri, jangan terus bersikap menyebalkan seperti ini!”“Jangan bertingkah seperti anak kecil, kau ini sudah tua!” ledeknya dengan wajah yang dingin. Mulut Carla langsung terbuka dengan lebar setelah ia mendengar ledekan Jourdy padanya, “Hei, mengapa kau sangat tega mengatakan hal itu kepadaku?” “Jelas saja aku tega, karena apa yang aku katakan adalah kebenaran!” tegasnya lalu memutuskan untuk melangkahkan kakinya pergi dari hadapan Carla. Tak ingin menyerah begitu saja, Carla segera kembali menahan suaminya. Wanita itu berteriak dengan sangat keras, suaranya melengking hingga membuat telinga Jourdy berdenging tak nyaman. “Jourdy! Jangan pergi! Kau harus menggendongku dulu!” teriak Carla kencang. Jourdy benar-benar terkejut dengan apa yang dilakukan istrinya, ia tak mengerti mengapa Carla