Share

Ch.6 Balikin Jaket Saya

"Tuan Muda, ini ada beberapa berkas yang harus Anda cek dan tanda tangani segera."

"Wait, letakkan di meja dulu. Saya harus terima panggilan dari Daddy." Alister berdiri di dekat jendela kaca ruangannya yang berada di lantai 20.

"Baik, Tuan. Kalau begitu, saya permisi."

"Hmm."

[Ya Dad, Alister harus mempelajarinya terlebih dahulu. Alister belum bisa mengambil keputusan, mau melanjutkan kerja sama atau mengakhiri. Next time Alister akan hubungi Daddy lagi. Kapan Daddy balik ke London?]

[Secepatnya, Mommy-mu sudah berkali-kali telepon. Tapi urusan di sini belum selesai. Kamu juga masih harus mempelajari banyak hal. Tidak lucu jika seorang CEO mati kutu ketika ada pertemuan dengan para investor kita.]

[Ya, ya terserah Daddy sajalah.]

[Segera pelajari dokumen yang baru saja Daddy kirimkan ke kamu.]

[Yes.]

Panggilan berakhir, Alister menatap jauh ke bawah, ia hanya melihat kendaraan yang berlalu lalang seperti miniatur mainan di kamarnya. Ia kembali menghampiri meja kerja, dengan segera ia mempelajari file-file yang menumpuk di depannya itu.

Vibration kembali dirasakan Alister di atas meja kerjanya. [Halo.]

[Tuan muda, maaf menganggu.]

[What? Saya lagi sibuk, bicara langsung pada intinya saja.]

[Mobilnya Tuan Muda tadi tertabrak, tapi-]

[Shit!! Bagaimana bisa?]

[Sebenarnya tadi, ada perempuan yang menabraknya Tuan Muda. Maklum saja, kakinya sakit, tapi dia bilang akan bertanggung jawab semua kerugiannya. Dia memberikan kartu namanya pada saya. Namanya ini, Ce- Ce susah sekali Tuan Muda. Nanti saya berikan langsung saja sama anda.]

[Hmm segera balik ke kantor, satu jam lagi saya akan pulang.]

[Baik, Tuan muda.] Panggilan berakhir.

Alister memencet telepon duduknya, [Helena, masuk ke ruangan saya sebentar.]

Tidak berselang lama, Helena, wanita cantik blasteran Eropa yang menjabat sebagai sekretaris Alister itu datang dengan anggunnya. Memakai perpaduan rok mini berwarna hitam dan atasan blazer dengan ruffle berwarna putih, penampilan gadis yang baru berusia 25 tahun itu sangat mempesona bagi siapa saja yang melihatnya. Tapi, tidak berlaku bagi seorang CEO Alister Bachtiar. Dia sudah cukup kenyang melihat wanita cantik dengan berbagai model, tapi tak satupun wanita yang pernah ia kencani.

"Ya, Tuan Muda."

"Ini berkas-berkas yang tadi, saya sudah tanda tangani." Lelaki itu memberikan beberapa berkas yang diberikan untuknya beberapa menit yang lalu. "Untuk yang satu ini, saya pelajari lebih lanjut, saya bawa pulang ke rumah dulu. Kamu boleh keluar sekarang." Terang Alister melepaskan jasnya.

"Baik Tuan muda."

Alister tidak akan betah jika harus berlama-lama memakai jas yang bagi dia sangat tidak nyaman itu. "Jaket saya ke mana? Oh my God, saya lupa, dibawa perempuan mengesalkan itu. Itu satu-satunya jaket kesayangan saya. Shit!"

Alister keluar dari ruangannya hanya memakai atasan kaos press body berwarna putih dan celana jeans berwarna hitam. Niatnya hanya ingin segera pulang menunggu sang sopir di lobby.

Seseorang mengamati lelaki bertubuh atletis yang baru saja memencet tombol lift. "Alister?! Apa itu benar kamu?"

Sang empunya nama menoleh, ia melihat seorang perempuan berpakain kontemporer, berwajah blasteran, bermata sipit dan yang pasti berkulit putih itu sedang mengamatinya.

"Yes, who?" Jawabnya singkat.

"Kamu tidak mengenalku?"

Kening Alister berkerut, matanya memicing menatap wanita tersebut. "Sorry, saya tidak ingat."

"Kamu benar tidak ingat aku, Alister? Padahal, aku masih mengenalimu, meskipun sudah 20 tahun kita berpisah."

"To the point, kamu siapa, saya tidak ada waktu." Pintu lift terbuka, dan Alister segera masuk ke dalam lift.

"Aku, Livia." Teriak wanita tersebut, entah Alister mendengarnya atau tidak, karena pintu lift sudah lebih dahulu menutup.

Seperti biasa, Alister selalu berjalan tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri, mata tajamnya hanya fokus pada tujuan utamanya. Alis tebal yang ia miliki, menambah kesan misterius pada lelaki tersebut.

"Lihatlah CEO kita, begitu tampan dan kaya raya, siapapun yang bisa menaklukkan dia, gue yakin, hidupnya akan terjamin sampai tujuh turunan." Bisik-bisik para karyawan perempuan selalu Alister dengar setiap harinya. Ia bahkan hampir setiap hari mendapatkan pernyataan cinta dari bermacam-macam perempuan, entah itu saat ia masih di London maupun sudah berada di tanah air.

"Tuan Muda."

"Oh, kita pulang sekarang." Alister berjalan mendahului sopir pribadinya ketika sang sopir datang.

"Baik Tuan, kita pulang ke rumah atau-"

"Apartemen, Daddy masih di rumah, saya tidak mau pulang sebelum Daddy balik ke London."

"Baik Tuan muda." Sang sopir melajukan kendaraan dengan lihainya sampai ke tempat tujuan.

***

Lelaki paruh baya datang kembali dengan tergopoh-gopoh setelah tadi berpamitan keluar, terlihat ia membawa sesuatu yang sangat penting. "Lho?! Non geulis?!"

Cecil menoleh pada datangnya suara itu, ia ingat Bapak-bapak itu adalah orang yang baru tadi sore ia temui. "Bapak tadi sore, kan?"

"Kamu kenal cewek menjengkelkan ini?"

Mata Cecil melotot, ia reflek berdiri. "E- e- eh!!" Niatnya ingin memaki laki-laki tersebut malah tubuhnya goyah hampir terjatuh.

"Stupid! Kamu bisa jatuh lagi." Lelaki itu menangkap tubuh Cecil yang limbung tepat pada pinggang Cecil yang ramping tersebut.

"Non geulis ini yang menabrak mobil Tuan muda." Pengakuan Bapak tersebut membuat mata Cecil membelalak.

Ia menyadari bahwa, orang yang sekarang sedang menangkap dirinya, bukanlah orang sembarangan, mendengar embel-embel tuan muda dalam panggilannya.

"Ah, itu anu, itu- gue nggak sengaja. Seriusan! Lo tau sendiri kaki gue sedang tidak baik-baik saja kan? Lo tau sendiri penyebabnya apa." Cecil mencoba membela dirinya.

"Lo kenal dia Cil?!" Sherly tiba-tiba berceletuk, Cecil hampir melupakan kehadiran Sherly di sana.

"Nggak Sher, gue nggak kenal." Jawab Cecil dengan tegas.

"Kamu bilang apa?!" Spontan, lelaki tersebut melepaskan pinggang Cecil dari tangkapannya.

"E- e- eh!" Cecil hampir terjatuh karena lelaki tersebut melepaskan tangkapannya seketika, untuk ke tiga kalinya ia harus terjatuh dalam hari yang sama. Tapi, gadis berambut panjang tersebut, berhasil menyeimbangkan dirinya sendiri.

"Sudah, sudah Tuan muda, tidak perlu ribut di sini. Sebaiknya Tuan muda segera beristirahat, sebentar lagi ada pertemuan dengan Tuan besar."

"Balikin jaket saya, SE-GE-RA! Kamu paham?!" Lelaki tersebut menonyor kening Cecil.

Cecil merasa tidak terima mendapat perlakuan seperti itu. Dengan tertatih ia ingin menghampiri lelaki yang sudah melangkahkan kakinya meninggalkan dua gadis itu lantas menonjok bahunya. Tapi, Sherly keburu menyahut tangannya, "Sudah Cil, ayo buruan, kaki lo harus segera di obati."

"Awas lo!!" Teriak Cecil pada lelaki yang telah jauh melewati lorong tersebut.

Cecil kembang kempis menahan emosinya, sementara Sherly mengamati teman sejawatnya itu heran. "Kalau lo nggak kenal itu orang, kenapa bisa, kalian kek kucing sama tikus gitu."

"Panjang ceritanya Sher, udah nggak perlu ngebahas itu laki ya. Males banget gue."

"Lo pasti tau kan, namanya siapa?" Tanya Sherly penasaran.

Cecil berpikir sejenak, mencoba mengingat-ingat peristiwa tadi siang, dan akhirnya "Alister, ya Alister namanya."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status