HARI Sabtu sudah menjelang siang ketika Heru selesai mandi dan berpakaian. Seperti biasa, hari Sabtu adalah hari molor sekompleks, dan baru mulai terihat ada kesibukan setelah jam 10. Dia akan keluar untuk mencari makan --sarapan sekaligus makan siang-- lalu akan mengunjungi teman atau melakukan kegiatan lain, tergantung pada apa yang dipikirkannya sambil makan. Saat itulah dia menerima telepon dari pak Kusuma.
“Mas Heru, saya ada di Kalimaya, restoran Le Palais, Tower B. Ke sini ya…”
Le Palais? Bukankah itu restoran milik Laksmi? Ngapain pula pak dirut itu memanggilnya ke situ? Menginterogasinya lagi seperti kemarin?
Tetapi dia tidak mempunyai pilihan jawaban, selain “Iya, pak.”
Dengan perasaan malas, atau lebih tepatnya bete (bad mood), dia melangkah menuju Le Palais di Tower B. Bete sebenarnya singkatan, yaitu BT alias Bored Totally atau Boring Total, tetapi bagi Heru bete itu ‘males’, nggak mood!
Di Le Palais, Heru sudah
KEMBALI dari Tower B setelah bertemu pak Kusuma dan Laksmi, Heru berniat keluar, jadi dia ke Tower C untuk turun ke parkiran mengambil mobilnya. Di lobby, dia berpapasan dengan Mila! Seperti sebelumnya, Mila ingin menghindar, namun Heru tidak mau menunjukkan sikap yang sama --layaknya perempuan-- berpura-pura tidak melihat. “Mila!” panggil Heru. Mila berdiri menunggu kedatangannya. Kali ini tampak lebih tegar dibandingkan dulu. “Kamu dari Tower B, kan?” sambutnya. Heru menyeringai ditembak seperti itu. “Habis bertemu Laksmi?” Mila masih belum puas jika belum menegaskan maksudnya. Heru tidak bisa berkata lain, apalagi akan berbohong. “Iya, tapi tidak seperti yang kamu pikirkan…” Mila tersenyum sinis. “Oh, ya? Memang seperti apa yang aku pikirkan?” Bagi Heru, pertanyaan-pertanyaan Mila itu adalah isyarat untuk mengajak berantem, jadi dia tidak ingin meladeninya. “Mila, aku ingin ke luar. Ikut, yuk…” Mila menjebika
BUNGA dan Astrid tidak tahu bahwa banyak hal bisa diselesaikan lebih baik jika tidak dibicarakan! Justru kalau dibicarakan, persoalan menjadi tambah rumit, karena akan ada salah pengertian, ada yang merasa tidak fair, ada yang merasa dituduh, ada yang malu, dan sebagainya. Untunglah sebelum Bunga atau Astrid memulai, tiba-tiba terdengar ponsel Astrid berdering. Ternyata Rudi menelepon. “Aku lagi di rumah Bunga, say…” kata Astrid. “Nah, itu kebetulan yang sangat bagus!” sahut Rudi. “Aku lagi menyiapkan sedikit acara kejutan untuk Heru, malam ini. Bunga harus ikut. Nanti aku yang akan jemput kalian di rumah masing-masing. Jam 7-an ya!” Astrid menyampaikan berita itu kepada Bunga, lalu pamit agar bisa bersiap-siap. … Sesuai dengan janjinya, Rudi menjemput Astrid jam 7 malam. “Ada kejutan apa sih, say?” tanya Astrid penasaran. Rudi tertawa. “Kalau aku ceritakan, nanti tidak jadi kejutan, dong…” “Ih, kamu. Kejutannya
LAKSMI mendekati Heru dan memegang tangannya. Baru saja tadi siang mereka bertemu, namun setelah papinya menjodohkannya dengan Heru, perasaan Laksmi sekarang menjadi berbeda. Ada rasa indah di dalam hatinya, penuh warna, penuh cahaya, penuh harapan. “Kok, ke sini?” tanya Laksmi. Heru mencoba tersenyum, namun kurang berhasil. Terlihat hambar. Laksmi memandangnya tidak mengerti. “Aku disuruh Rudi, eh… pak Rudi, ke sini…” Heru mencoba menjelaskan. Mendengar itu, Laksmi langsung paham. “Oh, oke. Mari, saya antar,” ujar Laksmi berubah profesional. Sekarang Heru adalah tamunya, atau teman tamu restorannya. Laksmi mengantar Heru dan rombongannya ke ruang Pasola. Melihat mereka datang, Rudi lalu mengacungkan jempolnya ke arah orang yang bersama Heru, sebagai isyarat bahwa orang itu boleh pergi. “Welcome, brother…” sambut Rudi riang kepada Heru. Rudi menoleh dan tersenyum kepada Laksmi. “Terima kasih, ya…” Itu adalah isy
LAKSMI sangat cantik, wajah dan tubuhnya terawat sempurna, sangat sehat sehingga bentuk badannya pun penuh pesona. Dia bersekolah tinggi, bisa berbahasa Inggris dan Perancis, anak tunggal orang kaya, dan mempunyai bisnis sendiri yang cukup menjanjikan. Apa kurangnya? Mengapa tidak ada cowok yang menembaknya, mengajaknya menjadi kekasih? Apakah karena ‘spec’-nya yang terlalu tinggi sehingga dia menjadi sangat eksklusif? Jika restorannya yang eksklusif bisa dia promosikan, tetapi tentu dia tidak bisa mempromosikan dirinya sendiri! Pergaulannya memang terbatas karena sebagian umurnya dihabiskan di luar negeri, tidak banyak kawannya di Jakarta. Selain itu, kesibukannya mengurus bisnis memang menyita banyak dari waktu. Mungkinkah karena itu papinya menjadi khawatir sehingga perlu campur tangan menjodohkannya? Dan jodoh yang dipaksakan itu adalah Heru! Seorang pemuda ‘biasa’ namun Tuhan memberikannya kelebihan agar mudah disukai orang! Siapa saja suka kepada Heru,
HERU menemui Laksmi di apartemen suitenya, lantai 12, karena Laksmi tidak ingin urusan pribadinya dibawa ke tempat kerja. Sebenarnya apartemen suite Laksmi merupakan gabungan dua lantai, yaitu lantai 11 dan 12, namun jika dia menerima tamu, selalu melalui lantai 12. “Wow, luxury banget apartemenmu,” komentar Heru ketika masuk dan melihat perabot dan ornamen yang tertata indah. Laksmi tersenyum manis. Dia tampak anggun seperti biasa, tidak terlihat sama sekali jika gadis itu sedang mempunyai masalah. “Apartemen ini punya papi,” katanya. “Aku belum punya sendiri.” “Apartemen sebesar ini kamu tempatin sendiri…” “Tidak sendiri, kok. Ada juga mamang dan bibi pembantu, tinggal di bawah.” Heru tersenyum. Sebenarnya bukan itu maksud dia bilang ‘sendiri’ tadi, tetapi maksudnya tidak ada pasangan yang menemani. Itu kalimat pembuka untuk mengarahkan pembicaraan, namun Laksmi menangkap artinya secara harfiah. “Well, kamu tidak ke restoran
KETIKA kembali ke apartemennya, Heru tidak bisa tidur. Hari ini terasa paling berat dari seluruh hari yang pernah dilaluinya. Dilabrak sama calon mertua, masih bisa dia atasi dengan mudah. Tetapi menghadapi seriusnya hubungan dengan anaknya, barulah dunia ini terasa sangat berat. Dia sekarang dihadapkan pada kenyataan bahwa dalam perjalanan hidupnya, dia harus KAWIN! Dia harus memilih dengan siapa dia akan kawin, dan menghabiskan seluruh sisa hidupnya dengan perempuan itu saja. Jika dia bersama perempuan lain, maka itu perbuatan selingkuh, perbuatan tidak setia dengan pasangan, dan akan mengancam keharmonisan keluarga, bukan hanya rumah tangga. Kapan dia akan kawin? Selama ini dia belum punya rencana, bahkan belum memikirkan akan kawin. Hubungannya dengan perempuan-perempuan masih sebatas ketertarikan biologis, kekaguman terhadap kecantikan, dan kadang-kadang (atau lebih sering?) karena keberuntungan melibatkan dia dengan perempuan-perempuan yang tidak mampu
HARI sudah siang ketika ponsel Heru berteriak, ada telepon dari kantor! “Pak, maaf. Apakah bapak masuk kerja hari ini?” tanya Lia, sekretarisnya. Heru mengucek-ucek matanya agar penglihatannya menjadi terang. Sudah lewat jam sebelas siang! Dia bangun kesiangan, gara-gara tidak bisa tidur semalaman. “Masuk, mbak Lia,” jawab Heru meyakinkan. “Tadi pak dirut ke ruang bapak…” “Oh ya, nanti saya akan menemuinya,” sahut Heru. Telepon ditutup. ‘Ada apa lagi dia mau menemuiku? Laksmi pasti sudah melapor ke papinya!’ gerutu Heru dalam hati. Masih terasa berat otaknya untuk bekerja. Dia masih lelah karena mimpinya, di tengah suasana pernikahannya, seorang wanita datang menuntutnya untuk membatalkan pernikahan itu, dia bilang lebih berhak untuk dinikahi karena telah memiliki anak darinya! Keluarga wanita itu mengejarnya, ingin menangkapnya untuk dinikahkan dengan wanita itu… Pas jam 13, Heru masuk ruangan pak Kusuma. “Selamat siang, pak,”
“BAIKLAH Heru, kamu menang,” berkata pak Kusuma akhirnya. Heru bimbang, karena tidak paham maksud pak Kusuma itu. “Apa maksud bapak?” tanyanya. “Aku tidak akan mencampuri hubungan kalian, hubunganmu dengan Laksmi. Tapi aku mohon, sebagai bapaknya, jangan permainkan anakku! Dia anak kami satu-satunya, kami besarkan dia dengan sepenuh hati, kami sekolahkan dia di luar negeri, dan kini kami support dia dalam bisnisnya. Dia anak yang sangat baik, penurut kepada orang tua. Dan juga… sudah waktunya kami mempunyai cucu! Maka kalian… segeralah kalian menikah!” Walaupun sudah berusaha menyimak kata-kata pak Kusuma, Heru masih belum paham juga maksud di balik kata-kata itu. Kata-kata itu terlihat sederhana. Lebih merupakan kata-kata seorang bapak biasa. Tetapi, ini yang mengucapkannya adalah seorang direktur utama perusahaan besar, seorang direktur senior. Tidak mungkin sesederhana kedengarannya! Tetapi apa yang bisa dia lakukan sekarang? Membatalkan perjodohan