"Selamat datang Pak Rendy. Mari saya antar ke ruangan." Zara menyambut Rendy yang baru saja turun dari mobil Ferrari dan mengiringnya menuju lantai tiga. Dua hari lalu lelaki itu melakukan penerbangan langsung dari London menuju Jakarta, setelah melakukan kesepakatan dengan Amira terkait Andini yang masih sah sebagai istrinya. Selama dua bulan menghambiskan waktu dalam pengasingan di negara yang dipimpin oleh Ratu Elisabeth tersebut, Rendy banyak belajar tentang arti kehidupan. Dia juga lebih banyak menghabiskan waktu dalam kegiatan amal, serta menyempatkan diri untuk berkonsultasi dengan seksolog terkait penyimpangan seksualnya. Rendy merasa bahwa waktu yang dia habiskan untuk main-main sudah selesai. Kehidupan terlalu singkat bila hanya dihabiskan untuk mengejar dunia dan segala isinya yang fana. Toh, harta dan kekuasaan yang susah payah dia perjuangkan sejauh ini tak membuat dirinya puas menikmati hidup. Sampai di lantai tiga, Zara menuntun Rendy menuju ruangan dengan dua orang
Amira masuk lebih dulu ke ruangan di mana Mrs. Margaret, Dokter Sandi, dan Dona berada. Sejenak dia berhenti di hadapan dua orang penjaga untuk menyampaikan beberapa pesan. "Masuk ke dalam kalau merasakan kondisi sudah tidak lagi kondusif!""Baik, Bu." Kedua orang lelaki berbadan kekar itu mengangguk bersamaan. "Ayo!" ajak Amira pada seorang pelayan yang mendorong troli berisi makanan menuju ruangan. Suara stilleto yang beradu dengan ubin menginterupsi obrolan canggung antara tiga orang yang duduk di atas sofa berwarna gelap. "Maaf menunggu lama. Silakan dinikmati! Ini cocktail yang menyegarkan bila disajikan saat cuaca panas begini." Amira tersenyum lebar menatap ketiganya. Satu per satu gelas bening berisi cocktail yang dibawa pelayan bertopi tersebut dia sodorkan pada Dona, Mrs. Margaret serta Dokter Sandi. "Kenapa, Dok?" tanya Amira saat Dokter Sandi terdiam lama, memerhatikan gelas di tangannya. "Cocktail ini aman, kok. Tidak ada sianida atau zat arsenik. InsyaAllah Anda ak
"Mama dan papa senang akhirnya pemberitaan tentang rumor yang tak enak itu berhenti tersebar. Sekarang terbukti dengan kehamilan Andini bahwa kau normal. Kalian bisa hidup tenang, dan nama baik keluarga kita juga kembali dibersihkan." Ibu mertua Rendy itu tak henti bersyukur sembari menepuk-nepuk bahu menantunya. Sementara yang bersangkutan hanya bisa menanggapi datar. Meskipun berat, karena harus menghilangkan rona bahagia di wajah tak berdosa mertuanya. Namun, tak ada pilihan bagi Rendy selain mengungkapkan kebenaran. "Ma." Rendy menggenggam tangan ibu mertuanya. "Pa." Lalu beralih pada ayah mertuanya. "Rendy memang bukan menantu yang baik, Rendy juga memang seburuk yang orang-orang katakan. Namun, tak sampai hati Rendy mampu membohongi kalian yang selama ini masih menerima Rendy setelah berbagai isu yang tersebar."Kedua suami istri itu menatap Rendy dengan alis bertautan. "Setelah Andini melahirkan, Rendy tetap akan melanjutkan gugatan cerai yang Andini ajukan sejak awal.""M
Ceklek. Seketika Rama beranjak dari ranjang saat mendengar suara pintu terbuka."Sialan, kenapa lama sekali, kep--" Suara Rama tertahan di tenggorokan, saat melihat siapa sosok yang berdiri di hadapannya saat ini. "Amira."Perempuan itu hanya menanggapinya dengan datar. "Kenapa tidak dilanjutkan, Mas? Jalang, pelacur, keparat, brengsek. Ayo katakan!""Amira, kau salah paham." Seketika nada suara Rama berubah lembut. Amira menggeleng. "Sepertinya aku tidak salah paham, Mas. Tapi memang inilah sosok dirimu yang sebenarnya tak pernah ditunjukkan. Kau ingin tahu alasan kenapa aku mengurungmu di ruangan ini, kan?"Rama hanya bergeming. "Karena Monster memang tak seharusnya berkeliaran."Kedua tangan lelaki itu terkepal. Rahangnya mengetat."Sejak kapan?" Kalimat tanya itu jelas mengandung arti tersirat. Kini, giliran Amira yang terdiam untuk menyulut emosi Rama semakin membara. "SEJAK KAPAN KAU TAHU? SEJAK KAPAN KAU MEMBUATKU TERLIHAT SEPERTI LELAKI BODOH YANG BISA DIPERMAINKAN, JALA
Terkadang patah hati terberat memang datang dari orang yang paling kita percaya. Hadirnya yang dipikir sebagai penyembuh, nyatanya hanya untuk membuat luluh. Menutupi luka goresan, yang diganti dengan sayatan yang semakin dalam. Tak ada yang salah dengan mengakui kesalahan, tapi hubungan yang sejak awal didasari kebohongan hanya akan berakhir dengan sebuah kehancuran. Bangkai tetaplah bangkai, meski tersembunyi dalam tumpukan bunga mawar hadirnya tetap mampu mengundang lalat untuk datang dan hinggap. Hampir sembilan tahun Dustin membersamai Amira dalam suka dan duka di negeri orang. Menyembuhkan trauma mendalam hingga membuatnya sempat tak sanggup menatap luasnya dunia, karena yang terlihat hanya sebuah kekejaman. Dia bak oase di padang gurun yang tandus, cahaya di tengah kegelapan yang mencekam, serta kesejukan di antara panas yang membakar. Namun, siapa yang menyangka bahwa sosok bak malaikat itu ternyata iblis yang bersembunyi di balik sayap putihnya. Amira akhirnya tahu ternyat
"Non.... "Suara lembut Mbok Warsih menarik Amira dari lamunan. Pandangannya beralih dari sebuah aquarium besar yang terpajang di hadapan. Tangan kanannya terlihat masih menggenggam sebuah flashdisk yang Al berikan kala itu, berisi banyak file tentang bukti-bukti kejahatan terkelam Rama bahkan perusahaan yang baru saja hendak dia dirikan. Beruntung flashdisk berisi copy-an data dari laptopnya tersebut Ilham berikan pada Al beberapa hari sebelum kecelakaan, untuk berjaga-jaga bilamana terjadi suatu hal yang tak terduga. Sayang, Ilham lupa saat memberikannya hingga membuat nyawanya dan Jojo terancam, karena sebuah kecelakaan. Amira memutar tubuh dan menatap Mbok Warsih dengan nanar. Dia raih kedua jemari ringkih tersebut, lalu menuntunnya untuk duduk di sebuah bangku yang terletak berhadapan dengan aquarium besar."Kira-kira dosa apa yang kulakukan di masa lampau hingga harus menerima kehidupan yang begitu kejam?" Mbok Warsih hanya bisa mengetatkan genggaman, saat melihat kedua tangan
"Para wartawan itu masih belum pulang, Zar?" tanya Amira saat menyibak gorden dari lantai tiga kamarnya. Zara menggeleng. "Belum, Mir. Katanya mereka tak akan pergi sebelum mendengar beberapa keterangan lebih lanjut dari orang yang bersangkutan. Berbeda dari kasus Pak Hanung, kasus Mas Rama ini sangat kompleks, Amira. Prostitusi anak di bawah umur, pembunuhan berencana, dan pengendaran narkoba. Untuk seorang publik figur ini jelas kasus yang mencengangkan. Aku baru buka sosmed, dia jadi tranding topic teratas di yusup sama twiti dengan hastag #Psikopattampanadijaya.""Mencemarkan nama keluarga, padahal bukan keturunannya. Lebih cocok juga psikopat gila dan gundik tak tahu diri.""Amira ...." Zara mengulurkan tangan mengusap pundak Amira. Dia kenal betul sahabatnya ini bukan tipe orang yang sudah blak-blakan mengungkapkan isi hatinya. Namun, hampir seharian ini dia mendengar Amira beberapa kali mengumpat."Astagfirullah." Sekali lagi Amira mengusap wajah. "Maaf, Zar. Aku hanya terbawa
"ARGHHH.... "Brak!Prang!Bruk!Pecahan barang serta teriakan frustrasi terdengar di kamar utama kediaman Adijaya. Sudah tiga jam berlalu sejak Rama hilang dalam pengawasan polisi dan Azriel serta Nicholle tak bisa dihubungi. Semua tampak jelas dan berkaitan kini. Amira benar-benar tak menyangka bahwa sesuatu yang mengerikan seperti ini akhirnya terjadi. Zara terlihat maju mundur saat berusaha menenangkan Amira karena melihat barang-barang terlempar tepat di hadapannya. "Kamu sudah memastikan semua pelayan yang berkaitan dengan Rama diberhentikan, kan?" sentak Amira yang membuat Zara sedikit terlonjak dari tempatnya. "Su-sudah, Mir. Aku yakin tak ada satu pun yang tersisa."Amira mengusap wajah sejenak. "Siapa saja yang pergi bersama Azriel dan Nicholle pagi tadi?""Cuma Yoga dan dua pelayan wanita.""Sebentar." Mata Amira tiba-tiba membulat saat dia berhasil mengingat sesuatu. "Ya?""Di mana Yoga saat Jojo dan Ilham kecelakaan dan dirawat di rumah sakit?""Ng, dia izin pulang,